BAB 2 : Gosip di Dalam Perusahaan

Gavin Alessandro memasuki kantor dengan langkah cepat, matanya menyapu seluruh ruangan tanpa benar-benar melihat siapa pun. Wajah tegangnya seakan memancarkan peringatan agar tidak ada yang berani mendekat. Namun, keheningan di ruangan itu membuat setiap gerakannya terasa berat. Para karyawan Alessandro Corporation hanya bisa saling bertukar pandang, mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi.

Rumor tentang pembatalan pernikahannya sudah menyebar sejak pagi. Pernikahan mewah yang dirayakan dengan penuh kemewahan beberapa hari lalu, kini tinggal kenangan. Semua orang tahu betapa besar harapan yang ditumpuk pada hubungan itu, baik dari sisi keluarga maupun bisnis.

"Pagi, pak Gavin," sapa sekretarisnya, Emily.

Gavin hanya mengangguk dan memberikan isyarat agar sekretarisnya menuju ke ruang kerjanya. Ia tidak ingin membahas sesuatu di depan para karyawannya yang saat ini terlihat penasaran dengan dirinya terutama tentang pernikahan yang gagal tersebut.

Ia berhenti sejenak di depan ruangannya, menarik napas dalam-dalam sebelum mendorong pintu dengan keras. Begitu pintu tertutup, Gavin menjatuhkan diri ke kursi dengan frustasi. Tangannya mencengkeram rambut, mencoba menahan emosi yang membuncah.

Di ruang kerja, Emily memberikan surat kabar yang telah memuat berita tentang pembatalan pernikahannya di halaman depan surat kabar. Ia merasa kesal dan kecewa. Bagaimana berita ini bisa tersebar begitu cepat?. Emily bergidik ngeri melihat bosnya menahan marah, ia buru-buru keluar dari ruangan tersebut. 

Tiba-tiba, telepon di meja Gavin berdering. Ia menjawabnya.

"Gavin, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya suara di seberang telepon.

Gavin menghela nafas panjang, berusaha mengendalikan emosi yang menguasainya. "Aku tidak ingin membicarakan ini." Katanya dengan suara serak yang nyaris mengintimidasi.

"Aku paham" Jawab Liam dari seberang telepon, suaranya terdengar tegas namun tetap bersimpati. "Tapi kamu harus memberikan penjelasan kepada publik. Reputasimu sedang terpengaruh."

Tanpa banyak pikir Gavin menutup telepon dengan kasar membiarkan suara dentingan menandai akhir percakapan itu. Ia merasa seolah terjebak dalam tekanan yang terus meningkat dan kehilangan kendali atas situasi yang seharusnya ia kuasai. Ruangan kantor terasa sempit dan menyesakkan, meski dinding kaca yang mengelilinginya memperlihatkan pemandangan kota yang luas.

Tak lama kemudian, pintu kantornya kembali terbuka.

"Bagaimana kita mengatasi semua gosip ini pak?" tanyanya tanpa basa-basi. "Media sedang mencari penjelasan, dan publik—"

"Tidak," potong Gavin cepat. "Aku tidak akan menjelaskan apa pun. Tidak ada konferensi pers, tidak ada pernyataan resmi. Biarkan saja. Gosip akan hilang dengan sendirinya."

Emily menghela napas, mencoba menahan rasa frustasi. "Pak Gavin, kau tahu ini lebih dari sekadar gosip—"

"Tidak."

***

Sementara itu, di ruang kerja lain, Clara memandang layar ponselnya dengan senyum tipis yang penuh arti. Dalam hitungan menit, ia mulai menyusun serangan halus tapi mematikan melalui media sosial. Sebagai mantan tunangan Gavin yang gagal saat prosesi pernikahan, ia tahu betul bagaimana memanfaatkan simpati publik. Foto-foto yang seharusnya menjadi kenangan indah pernikahan mereka dengan gaun putihnya yang megah, venue yang mewah, hingga undangan yang elegan—diunggah dengan keterangan yang penuh emosi dan sentuhan dramatis.

"Kamu akan membayar atas apa yang kamu lakukan, Gavin Alessandro," katanya kepada dirinya sendiri.

“Ketika cinta dan kepercayaan dihancurkan oleh pengkhianatan,” tulis Clara dalam salah satu unggahannya.

Cerita itu langsung viral. Komentar demi komentar bermunculan, kebanyakan memihak Clara. Publik mulai menyalahkan Gavin, meskipun tidak ada penjelasan detail dari pihak Clara. Pengkhianatan yang ia sebutkan menjadi misteri, tapi cukup untuk memancing kemarahan banyak orang. Reputasi Gavin, yang selama ini dikenal sebagai pebisnis muda yang tangguh dan bermartabat, mulai goyah.

Sementara itu, Gavin sibuk dengan usahanya untuk menghindari media dan menyelamatkan perusahaan dari dampak rumor tersebut. Namun, keputusan untuk bungkam justru membuatnya terlihat bersalah di mata publik.

Liam dan Emily mencoba memperingatkan Gavin tentang kampanye Clara, tetapi ia hanya menggeleng dengan keras kepala. "Aku tidak akan menanggapinya," katanya.

Namun, Clara tidak berhenti. Setiap unggahan yang ia buat semakin memperuncing opini publik dan tindakannya ini perlahan-lahan berubah menjadi perang balas dendam yang tidak ada akhirnya. Tanpa Clara sadari sebenarnya Gavin memperhatikan setiap tindakan itu. 

Kehebohan itu terus berlanjut, membelah opini publik menjadi dua kubu. Sebagian besar bersimpati pada Clara, mengutuk Gavin sebagai pria yang tidak tahu menghargai komitmen. Namun, ada juga yang mulai mempertanyakan kebenaran cerita Clara. Sejumlah netizen merasa ada sesuatu yang janggal, terutama karena Gavin tetap memilih bungkam di tengah badai rumor tersebut.

Keheningan Gavin justru menjadi bahan spekulasi baru. Sebuah akun anonim mulai menyebarkan teori bahwa alasan Gavin membatalkan pernikahan adalah karena ia memiliki masalah orientasi atau bisa juga adanya orang ketiga. "Mungkin ini alasan dia menghindari pernikahan," tulis akun tersebut, diiringi dengan berbagai spekulasi tanpa dasar.

Tak butuh waktu lama, teori itu menjadi viral. Beberapa media gosip ikut memuat cerita tersebut, memperkeruh suasana. Ada yang mendukung Gavin, bahwa itu adalah urusan pribadi yang tidak pantas dijadikan bahan diskusi publik. Namun, sebagian lainnya menganggap bahwa Gavin telah membohongi Clara dan keluarganya demi menjaga citra sebagai pria sempurna.

Di kantor Alessandro Corporation, situasi semakin tidak terkendali. Karyawan mulai berbisik-bisik, merasa bingung antara mendukung bos mereka atau percaya pada apa yang mereka baca di media. Emily, yang sudah pusing dengan dampak gosip ini, akhirnya memberanikan diri untuk menemui Gavin.

"Kita harus mengatasi ini, Pak Gavin," kata Emily dengan nada mendesak. "Publik tidak akan berhenti berspekulasi. Sekarang mereka bahkan menyebarkan rumor tentang anda. Jika kita tidak bertindak, semuanya bisa lepas kendali."

"Aku tidak peduli apa yang mereka katakan. Aku tidak akan memberi mereka bahan lebih untuk menyerangku." Ucap Gavin.

"Tapi ini bukan hanya tentang anda," desak Emily. "Perusahaan juga terpengaruh. saham terancam anjlok."

Gavin terdiam, menyadari bahwa perang opini ini tidak akan berakhir hanya karena ia memilih untuk diam. Gavin bangkit dari kursinya, berjalan ke arah jendela besar kantornya yang memperlihatkan pemandangan kota.

Emily mendekat. "Bagaimana kalau anda klarifikasi, hanya singkat saja tanpa memberi ruang untuk spekulasi lebih lanjut. Jika anda terus diam, mereka akan menciptakan cerita yang lebih buruk."

Sebelum Gavin sempat merespons, pintu kantornya terbuka perlahan. Liam masuk dengan wajah serius, membawa seberkas laporan. "Gavin, ini mulai mempengaruhi saham perusahaan. Beberapa mitra bisnis juga mulai mempertanyakan stabilitas kita. Clara tahu apa yang dia lakukan, dan kita harus bertindak."

Gavin memandang Liam dan Emily bergantian. "Baiklah, susun pernyataan resmi. Tapi aku tidak akan berbicara tentang gosip konyol itu. Aku hanya akan menjelaskan pembatalan pernikahan tanpa merinci alasan pribadi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!