Gadis Kelabu
"Hei, tolong bawakan ini ke sana ya!"
"Baiklah!"
"Eh eh, awas!! Hati-hati, Anak-anak! Ya ampun, nakalnya!"
"Namanya juga anak-anak."
"Semuanya! Tolong bantu saya! Ada seorang ibu yang sedang melahirkan!"
"Oh iya iya. Ayo, kita ke sana!"
Desa kecil bernama Sasaka, terjadi sebuah berita yang menggemparkan. Ada seorang ibu tunggal sedang berjuang melahirkan bayi. Salah satu penduduk desa meminta tolong kepada penduduk lain untuk membantu proses persalinan ibu tersebut. Segala aktivitas, dihentikan sejenak.
Sesampainya di sebuah rumah kecil, ada seorang ibu yang sedang berjuang melahirkan bayi. Beberapa penduduk menyiapkan segala keperluan untuk menyambut kehadiran jabang bayi. Sebagian memberikan dukungan kepada ibu tersebut dan menenangkannya.
Sedang dalam kondisi yang tegang dan penuh harap, terdengarlah suara tangisan dari si bayi.
"A...a...apa di..dia sudah l..lahir??" Tanya ibu tersebut lirih dan sedikit terbata-bata karena nafasnya yang terengah-engah.
"Lahir dengan selamat ya, Bu. Jenis kelaminnya perempuan ya," ucap seseorang yang disebut sebagai bidan di desa tersebut.
"Oh, leganya...." Ibu tersebut tersenyum senang dan merasa lega. Begitu juga dengan penduduk lainnya. Bayi telah lahir dengan selamat dan sempurna.
"Diberi nama siapa anaknya, Bu??" Tanya salah satu penduduk. Ibu tersebut belum menjawabnya. Beliau sedang mengatur nafasnya supaya kembali normal.
Bidan tersebut keluar ditemani oleh tiga orang penduduk yang akan membantunya memandikan bayi. Tidak ada air di dalam rumah tersebut. Biasanya, penduduk desa memanfaatkan sungai yang mengalir untuk segala aktivitas, diantaranya mandi, mencuci dan memasak. Bahkan, ada sungai di desa tersebut yang dapat diminum langsung tanpa dimasak sebelumnya.
"Ada apa ini??!!"
"Ya, lihat langitnya!!"
Ketika bidan sedang memandikan bayi, tiba-tiba ada kejadian yang aneh. Tangisan bayi tersebut membuat langit berubah yang semula cerah menjadi gelap. Petir menyambar. Guntur bergemuruh kencang di langit.
Kemudian, angin berhembus kencang dan hujan turun dengan derasnya. Bidan tersebut tetap memandikan si bayi sambil berusaha menghentikan tangisnya. Satu penduduk yang menemaninya mengambil beberapa daun pisang lalu diikatkan menjadi satu untuk melindungi bidan dan bayi supaya tidak terkena air hujan.
"Sepertinya, cuaca sudah stabil kembali."
"Ya, benar. Syukurlah."
"Bayinya juga sudah berhenti menangis. Ayo, kita kembali ke sana. Seharusnya, ibunya sudah menyiapkan sebuah nama yang bagus untuk bayi yang cantik ini."
"Mari."
Sampai di rumah, terlihat sang ibu sudah membaik. Beliau sudah dapat mengatur nafasnya kembali dengan teratur. Beliau juga terlihat tersenyum melihat bayi yang berhasil dilahirkannya dengan selamat.
"Putrinya sudah lahir, Bu. Apa sudah ada nama untuknya??" Tanya bidan tersebut sambil memperlihatkan bayi yang sedang tertidur lelap dibalut dengan kain hangat.
"Aleyna Nayaka," jawab ibu tersebut sambil tersenyum. Beliau sangat senang dengan kehadiran putrinya.
"Bagusnya."
-----
Beberapa bulan setelahnya, tetua desa turut menyambut kelahiran bayi tersebut. Beliau sangat senang karena bayi lahir dengan selamat. Beliau berharap, kelahiran bayi tersebut berguna untuk desanya di kemudian hari.
Sebagai rasa syukur mereka atas kelahiran si bayi, para penduduk menggelar pesta kecil-kecilan. Berbagai alat musik berbunyi di kesunyian malam. Api unggun menerangi kegelapan malam.
"Bu, mari ikut bergabung bersama kami."
"Iya, sebentar. Aku ingin menidurkan bayiku terlebih dahulu."
Selesai menidurkan bayinya, sang ibu keluar dari rumahnya dan berbincang-bincang bersama penduduk lainnya tak jauh dari rumahnya.
Ini kesempatanku.
Ada seorang wanita, duduk di atas atap rumah sang ibu. Tampaknya ia sudah berada di sana dalam kurun waktu yang lama. Mungkin sedang menunggu moment yang pas untuk menjalankan sesuatu.
Wanita itu menutup kedua matanya karena suatu alasan di masa lampau. Rambut hitamnya yang panjang, diikat ke belakang. Mengenakan pakaian berwarna putih. Di pinggangnya, terselip sebilah pedang.
Ia mengendap-endap masuk ke setiap ruangan yang ada di rumah tersebut. Tangannya meraba-raba, indera pendengarannya ditajamkan dan akhirnya ia menemukan apa yang sedang dicarinya.
Rupanya, dia sedang tertidur...... Apa itu??!! Apa yang terjadi di luar??!!
Tiba-tiba, dari luar terdengar kegaduhan. Beberapa penduduk berlarian tak tentu arah.
Si wanita segera bersembunyi di balik lemari, bertepatan dengan sang ibu masuk ke dalam kamar bayi. Sang ibu segera menggendong bayinya dan keluar dari rumahnya.
Keadaan di luar benar-benar kacau. Api berkobar-kobar di mana-mana, menghanguskan setiap rumah penduduk desa.
Sang ibu terus berlari. Kemudian, langkahnya terhenti karena ada satu panah api menancap persis di depannya. Tidak ada seorangpun di depannya, hanya ada sebuah sungai yang mengalir tenang. Ketika menoleh ke belakang, sang ibu dapat melihat pelaku yang telah menembakkan anak panah tersebut.
Terlihat ada pasukan yang sangat aneh sekali bentuknya. Hanya ada satu orang saja yang berwujud manusia dan tampaknya ia adalah pemimpin pasukan itu.
Seorang pria berambut panjang, mengenakan jubah panjang sampai menutupi kakinya. Di punggungnya, ada beberapa anak panah. Pria itu menatap sang ibu dengan tajam sambil menyunggingkan senyuman yang mengandung seribu arti.
Sang ibu terlihat ketakutan dan terus berlari. Ada tiga anak panah yang melesat ke arah sang ibu. Celakanya, panah tersebut mengenai sang ibu. Beliau berteriak kesakitan. Bayi yang sedang dalam gendongannya terlepas dan terlempar ke arah sungai.
Ajaib! Sebelum bayi tercebur ke sungai, ia terlempar ke sarang burung kemudian tercebur ke sungai. Alhasil, bayi itu selamat dan terapung-apung mengikuti aliran sungai.
"A....A...Aleyna Nayaka." Hanya kalimat itu saja yang dapat sang ibu ucapkan sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
Si pemimpin terlihat kesal dan memukul kursi singgasananya dengan keras. Matanya menatap tajam ke arah bayi itu terapung-apung.
"Dapatkan bayi itu!!!" Perintahnya. Lalu, tiga anak buahnya segera mengejar bayi itu.
Bayi itu bernama Aleyna Nayaka. Dia dalam bahaya. Dia juga tak henti-hentinya menangis.
Tanpa diduga, wanita yang menutup kedua matanya itu muncul dari balik sebuah dahan pohon. Ia segera mengikuti bayi dengan mengandalkan suara tangisannya. Meloncat dari dahan ke dahan lain sambil mengawasi tiga musuh yang juga mengejar si bayi.
Bunyi apa itu??
Dalam pendengarannya, di depan sana ada bunyi bergemuruh, seperti aliran air yang sangat deras. Si wanita menduga bahwa ada air terjun di depan dan si bayi mengarah ke sana. Tentu, hal itu dapat mengancam nyawanya.
Tanpa menunggu lama, si wanita segera membentangkan sehelai kain yang dapat memanjang dan terikat pada suatu dahan besar di pinggir sungai. Selendang tersebut terlihat kuat sekali. Segera ia langsung melompat dan berayun-ayun.
Tangisan dari sang bayi mempermudah wanita itu untuk meraihnya dan mengamankannya. Beruntung, sang bayi dapat diselamatkan oleh wanita itu tepat waktu. Jika terlambat sedikit saja, mungkin sang bayi tidak akan mendapatkan masa depan yang cerah.
"Sekarang, kau sudah aman. Tenanglah di sini terlebih dahulu. Aku ada urusan lain."
Ia meletakkan bayi pada sebuah sarang burung yang tidak berpenghuni. Kemudian, ia turun dan bersiap-siap menghadapi ketiga makhluk aneh tersebut.
"Aku tahu siapa dirimu!!"
Mungkinkah dia....
Di belakang ketiganya, ada satu sosok pria berambut pendek yang merupakan pemimpin pasukan tadi. Si wanita penyelamat bayi itu tidak menjawab. Ia hanya diam sambil bersiap-siap hendak mengeluarkan pedangnya.
"Diva Dinandra! Seorang pendekar yang selalu menutup matanya tanpa alasan yang jelas. Orang-orang menyebutmu sebagai Pendekar Buta! Kupikir, matamu sudah sembuh, Diva!"
"Apa yang kau inginkan??" Tanya wanita itu yang ternyata bernama Diva Dinandra.
"Sepertinya hal itu tidak perlu ditanyakan. Kita berdua memperebutkan satu orang yang sama, bukan??" Tanya balik si pria.
"Aku tidak akan menyerahkannya padamu!"
"Baiklah."
Si pria memerintahkan lima anak buahnya yang kuat dan menyeramkan untuk menyerang Diva serta merebut bayi itu darinya. Sementara itu, ia sendiri pergi kembali ke tempatnya melalui sebuah portal dimensi yang tidak terlihat.
Terlihat lima makhluk yang berbentuk aneh. Ada yang bertubuh bungkuk, ada juga yang tinggi besar. Kemudian, kelimanya bergerak menyerang.
Pertarungan tak terelakkan lagi. Diva sangat pandai dalam bertarung. Ia dapat menghindari berbagai serangan dengan mata yang tertutup. Gerakannya sangat lincah. Melompat kesana-kemari, dari dahan ke dahan dan memberikan serangan balasan.
Pertarungan terlihat sangat seru dan seimbang. Walau Diva hanya seorang sendiri, tetapi ia mampu menumbangkan satu persatu lawannya. Hebatnya, ia tidak mengalami luka sedikitpun.
Dirasa kelimanya sudah tidak berdaya, Diva menuntaskannya dengan cepat. Selendangnya yang terlihat seperti hanya kain saja, ternyata mampu membelah kelima makhluk itu. Kemudian, ia kembali menggendong bayi dan membawanya kabur ke tempat yang aman.
Aku akan merawatmu, Nak. Hidupmu sangat berharga di masa depan.
----
"Hmmhh .... Ugghh.... Sakit sekali."
Tanpa diduga, sang ibu mampu bangkit. Dengan menahan rasa sakit, ia melepaskan tiga anak panah yang menancap di punggungnya. Kemudian, beliau teringat akan bayinya yang tak sengaja terlempar ke sungai. Dengan cepat, beliau menyusuri sungai sampai akhirnya beliau sampai di air terjun yang deras dan besar.
Pandangannya melihat sekeliling, mencari bayinya. Namun, sama sekali tidak beliau temukan. Seketika, beliau meneteskan air matanya, tubuhnya jatuh terduduk, lemas tak berdaya karena menduga bahwa bayinya tidak selamat.
Aleyna...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments