"Hei, tolong bawakan ini ke sana ya!"
"Baiklah!"
"Eh eh, awas!! Hati-hati, Anak-anak! Ya ampun, nakalnya!"
"Namanya juga anak-anak."
"Semuanya! Tolong bantu saya! Ada seorang ibu yang sedang melahirkan!"
"Oh iya iya. Ayo, kita ke sana!"
Desa kecil bernama Sasaka, terjadi sebuah berita yang menggemparkan. Ada seorang ibu tunggal sedang berjuang melahirkan bayi. Salah satu penduduk desa meminta tolong kepada penduduk lain untuk membantu proses persalinan ibu tersebut. Segala aktivitas, dihentikan sejenak.
Sesampainya di sebuah rumah kecil, ada seorang ibu yang sedang berjuang melahirkan bayi. Beberapa penduduk menyiapkan segala keperluan untuk menyambut kehadiran jabang bayi. Sebagian memberikan dukungan kepada ibu tersebut dan menenangkannya.
Sedang dalam kondisi yang tegang dan penuh harap, terdengarlah suara tangisan dari si bayi.
"A...a...apa di..dia sudah l..lahir??" Tanya ibu tersebut lirih dan sedikit terbata-bata karena nafasnya yang terengah-engah.
"Lahir dengan selamat ya, Bu. Jenis kelaminnya perempuan ya," ucap seseorang yang disebut sebagai bidan di desa tersebut.
"Oh, leganya...." Ibu tersebut tersenyum senang dan merasa lega. Begitu juga dengan penduduk lainnya. Bayi telah lahir dengan selamat dan sempurna.
"Diberi nama siapa anaknya, Bu??" Tanya salah satu penduduk. Ibu tersebut belum menjawabnya. Beliau sedang mengatur nafasnya supaya kembali normal.
Bidan tersebut keluar ditemani oleh tiga orang penduduk yang akan membantunya memandikan bayi. Tidak ada air di dalam rumah tersebut. Biasanya, penduduk desa memanfaatkan sungai yang mengalir untuk segala aktivitas, diantaranya mandi, mencuci dan memasak. Bahkan, ada sungai di desa tersebut yang dapat diminum langsung tanpa dimasak sebelumnya.
"Ada apa ini??!!"
"Ya, lihat langitnya!!"
Ketika bidan sedang memandikan bayi, tiba-tiba ada kejadian yang aneh. Tangisan bayi tersebut membuat langit berubah yang semula cerah menjadi gelap. Petir menyambar. Guntur bergemuruh kencang di langit.
Kemudian, angin berhembus kencang dan hujan turun dengan derasnya. Bidan tersebut tetap memandikan si bayi sambil berusaha menghentikan tangisnya. Satu penduduk yang menemaninya mengambil beberapa daun pisang lalu diikatkan menjadi satu untuk melindungi bidan dan bayi supaya tidak terkena air hujan.
"Sepertinya, cuaca sudah stabil kembali."
"Ya, benar. Syukurlah."
"Bayinya juga sudah berhenti menangis. Ayo, kita kembali ke sana. Seharusnya, ibunya sudah menyiapkan sebuah nama yang bagus untuk bayi yang cantik ini."
"Mari."
Sampai di rumah, terlihat sang ibu sudah membaik. Beliau sudah dapat mengatur nafasnya kembali dengan teratur. Beliau juga terlihat tersenyum melihat bayi yang berhasil dilahirkannya dengan selamat.
"Putrinya sudah lahir, Bu. Apa sudah ada nama untuknya??" Tanya bidan tersebut sambil memperlihatkan bayi yang sedang tertidur lelap dibalut dengan kain hangat.
"Aleyna Nayaka," jawab ibu tersebut sambil tersenyum. Beliau sangat senang dengan kehadiran putrinya.
"Bagusnya."
-----
Beberapa bulan setelahnya, tetua desa turut menyambut kelahiran bayi tersebut. Beliau sangat senang karena bayi lahir dengan selamat. Beliau berharap, kelahiran bayi tersebut berguna untuk desanya di kemudian hari.
Sebagai rasa syukur mereka atas kelahiran si bayi, para penduduk menggelar pesta kecil-kecilan. Berbagai alat musik berbunyi di kesunyian malam. Api unggun menerangi kegelapan malam.
"Bu, mari ikut bergabung bersama kami."
"Iya, sebentar. Aku ingin menidurkan bayiku terlebih dahulu."
Selesai menidurkan bayinya, sang ibu keluar dari rumahnya dan berbincang-bincang bersama penduduk lainnya tak jauh dari rumahnya.
Ini kesempatanku.
Ada seorang wanita, duduk di atas atap rumah sang ibu. Tampaknya ia sudah berada di sana dalam kurun waktu yang lama. Mungkin sedang menunggu moment yang pas untuk menjalankan sesuatu.
Wanita itu menutup kedua matanya karena suatu alasan di masa lampau. Rambut hitamnya yang panjang, diikat ke belakang. Mengenakan pakaian berwarna putih. Di pinggangnya, terselip sebilah pedang.
Ia mengendap-endap masuk ke setiap ruangan yang ada di rumah tersebut. Tangannya meraba-raba, indera pendengarannya ditajamkan dan akhirnya ia menemukan apa yang sedang dicarinya.
Rupanya, dia sedang tertidur...... Apa itu??!! Apa yang terjadi di luar??!!
Tiba-tiba, dari luar terdengar kegaduhan. Beberapa penduduk berlarian tak tentu arah.
Si wanita segera bersembunyi di balik lemari, bertepatan dengan sang ibu masuk ke dalam kamar bayi. Sang ibu segera menggendong bayinya dan keluar dari rumahnya.
Keadaan di luar benar-benar kacau. Api berkobar-kobar di mana-mana, menghanguskan setiap rumah penduduk desa.
Sang ibu terus berlari. Kemudian, langkahnya terhenti karena ada satu panah api menancap persis di depannya. Tidak ada seorangpun di depannya, hanya ada sebuah sungai yang mengalir tenang. Ketika menoleh ke belakang, sang ibu dapat melihat pelaku yang telah menembakkan anak panah tersebut.
Terlihat ada pasukan yang sangat aneh sekali bentuknya. Hanya ada satu orang saja yang berwujud manusia dan tampaknya ia adalah pemimpin pasukan itu.
Seorang pria berambut panjang, mengenakan jubah panjang sampai menutupi kakinya. Di punggungnya, ada beberapa anak panah. Pria itu menatap sang ibu dengan tajam sambil menyunggingkan senyuman yang mengandung seribu arti.
Sang ibu terlihat ketakutan dan terus berlari. Ada tiga anak panah yang melesat ke arah sang ibu. Celakanya, panah tersebut mengenai sang ibu. Beliau berteriak kesakitan. Bayi yang sedang dalam gendongannya terlepas dan terlempar ke arah sungai.
Ajaib! Sebelum bayi tercebur ke sungai, ia terlempar ke sarang burung kemudian tercebur ke sungai. Alhasil, bayi itu selamat dan terapung-apung mengikuti aliran sungai.
"A....A...Aleyna Nayaka." Hanya kalimat itu saja yang dapat sang ibu ucapkan sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
Si pemimpin terlihat kesal dan memukul kursi singgasananya dengan keras. Matanya menatap tajam ke arah bayi itu terapung-apung.
"Dapatkan bayi itu!!!" Perintahnya. Lalu, tiga anak buahnya segera mengejar bayi itu.
Bayi itu bernama Aleyna Nayaka. Dia dalam bahaya. Dia juga tak henti-hentinya menangis.
Tanpa diduga, wanita yang menutup kedua matanya itu muncul dari balik sebuah dahan pohon. Ia segera mengikuti bayi dengan mengandalkan suara tangisannya. Meloncat dari dahan ke dahan lain sambil mengawasi tiga musuh yang juga mengejar si bayi.
Bunyi apa itu??
Dalam pendengarannya, di depan sana ada bunyi bergemuruh, seperti aliran air yang sangat deras. Si wanita menduga bahwa ada air terjun di depan dan si bayi mengarah ke sana. Tentu, hal itu dapat mengancam nyawanya.
Tanpa menunggu lama, si wanita segera membentangkan sehelai kain yang dapat memanjang dan terikat pada suatu dahan besar di pinggir sungai. Selendang tersebut terlihat kuat sekali. Segera ia langsung melompat dan berayun-ayun.
Tangisan dari sang bayi mempermudah wanita itu untuk meraihnya dan mengamankannya. Beruntung, sang bayi dapat diselamatkan oleh wanita itu tepat waktu. Jika terlambat sedikit saja, mungkin sang bayi tidak akan mendapatkan masa depan yang cerah.
"Sekarang, kau sudah aman. Tenanglah di sini terlebih dahulu. Aku ada urusan lain."
Ia meletakkan bayi pada sebuah sarang burung yang tidak berpenghuni. Kemudian, ia turun dan bersiap-siap menghadapi ketiga makhluk aneh tersebut.
"Aku tahu siapa dirimu!!"
Mungkinkah dia....
Di belakang ketiganya, ada satu sosok pria berambut pendek yang merupakan pemimpin pasukan tadi. Si wanita penyelamat bayi itu tidak menjawab. Ia hanya diam sambil bersiap-siap hendak mengeluarkan pedangnya.
"Diva Dinandra! Seorang pendekar yang selalu menutup matanya tanpa alasan yang jelas. Orang-orang menyebutmu sebagai Pendekar Buta! Kupikir, matamu sudah sembuh, Diva!"
"Apa yang kau inginkan??" Tanya wanita itu yang ternyata bernama Diva Dinandra.
"Sepertinya hal itu tidak perlu ditanyakan. Kita berdua memperebutkan satu orang yang sama, bukan??" Tanya balik si pria.
"Aku tidak akan menyerahkannya padamu!"
"Baiklah."
Si pria memerintahkan lima anak buahnya yang kuat dan menyeramkan untuk menyerang Diva serta merebut bayi itu darinya. Sementara itu, ia sendiri pergi kembali ke tempatnya melalui sebuah portal dimensi yang tidak terlihat.
Terlihat lima makhluk yang berbentuk aneh. Ada yang bertubuh bungkuk, ada juga yang tinggi besar. Kemudian, kelimanya bergerak menyerang.
Pertarungan tak terelakkan lagi. Diva sangat pandai dalam bertarung. Ia dapat menghindari berbagai serangan dengan mata yang tertutup. Gerakannya sangat lincah. Melompat kesana-kemari, dari dahan ke dahan dan memberikan serangan balasan.
Pertarungan terlihat sangat seru dan seimbang. Walau Diva hanya seorang sendiri, tetapi ia mampu menumbangkan satu persatu lawannya. Hebatnya, ia tidak mengalami luka sedikitpun.
Dirasa kelimanya sudah tidak berdaya, Diva menuntaskannya dengan cepat. Selendangnya yang terlihat seperti hanya kain saja, ternyata mampu membelah kelima makhluk itu. Kemudian, ia kembali menggendong bayi dan membawanya kabur ke tempat yang aman.
Aku akan merawatmu, Nak. Hidupmu sangat berharga di masa depan.
----
"Hmmhh .... Ugghh.... Sakit sekali."
Tanpa diduga, sang ibu mampu bangkit. Dengan menahan rasa sakit, ia melepaskan tiga anak panah yang menancap di punggungnya. Kemudian, beliau teringat akan bayinya yang tak sengaja terlempar ke sungai. Dengan cepat, beliau menyusuri sungai sampai akhirnya beliau sampai di air terjun yang deras dan besar.
Pandangannya melihat sekeliling, mencari bayinya. Namun, sama sekali tidak beliau temukan. Seketika, beliau meneteskan air matanya, tubuhnya jatuh terduduk, lemas tak berdaya karena menduga bahwa bayinya tidak selamat.
Aleyna...
"Diva Dinandra. Bagaimana kabar Anda??"
"Oh, Anda rupanya, seperti biasa. Apa Anda melihat putriku? Aleyna??"
"Ah... Gadis berambut abu-abu itu?? Ya, saya melihatnya. Dia sedang bermain dengan teman-temannya di sungai."
"Terimakasih."
Sekitar 16 tahun yang lalu, Diva membawa Aleyna dan merawatnya di sebuah desa bernama Anagata. Menurut Diva, desa tersebut dibilang cukup aman karena berdekatan dengan kerajaan Asmaraloka. Ia merawatnya sampai Aleyna tumbuh sehat dan menjadi gadis yang cantik.
Di dalam lubuk hati Diva, sebenarnya ia merasa bersalah dan menyesal karena tidak dapat menyelamatkan ibunda Aleyna. Padahal, seharusnya ia dapat menyelamatkan keduanya. Untuk mengobati rasa penyesalannya dan memperbaiki kesalahannya, Diva bertekad merawat dan menjaga Aleyna dengan baik.
Saat ini, Diva merasa bahwa dirinya aman dari kejaran musuh. Di desa Anagata, Diva dapat leluasa melatih Aleyna bela diri supaya dapat menjaga dirinya sendiri dari berbagai musuh yang menghadang.
Banyak penduduk desa yang terheran-heran dengan warna rambut Aleyna yang berwarna abu-abu, sangat berbeda dengan penduduk desa Anagata yang berwarna hitam atau coklat, sehingga Aleyna dijuluki sebagai Gadis Kelabu. Beberapa dari mereka meyakini bahwa Aleyna mempunyai genetik yang langka dan patut dilestarikan. Sebagian yang lain menduga bahwa Aleyna adalah seorang penyihir.
"Saya permisi dulu. Sepertinya, Aleyna sudah terlalu lama bermain," ucap Diva pada salah satu penduduk desa yang menegurnya.
"Baiklah, Nyonya Diva. Perlu Anda ketahui, untuk gadis seusia Aleyna pastinya masih ingin bermain dengan teman sebayanya. Yah, paling tidak sebelum masa-masa indah itu hilang karena dimakan usia," tanggap penduduk itu.
"Anda menyindir saya, ya??" Tanya Diva menelisik.
"Eh?? Tidak, Nyonya Diva. Ya ampun, maaf saya salah kata," jawabnya sambil menepuk-nepuk mulutnya. Diva hanya tersenyum saja lalu pergi ke sungai untuk memeriksa keadaan Aleyna.
Pastinya, dia bermain adu pedang kayu lagi dengan anak-anak itu, seperti biasa. Namanya juga desa ini diisi oleh penduduk yang sebagian besarnya adalah pendekar. Tentu saja, permainan mereka pasti itu.
-----
"Kau hebat, Aleyna!"
"Putri Pendekar Buta memang hebat!"
"Kenapa kalian menyebut ibuku seperti itu??"
"Karena ibumu selalu menutup matanya semasa hidupnya."
"Hmm..."
Di sebuah sungai yang mengalir dengan tenang, ada beberapa anak bermain-main di sekitar sungai tersebut. Ada yang memancing, bercanda dengan teman-temannya dan ada yang berlatih bela diri atau pedang.
Salah satunya adalah Aleyna yang sedang berlatih menggunakan pedang ditemani oleh ketiga temannya. Mereka bernama Geya, Indra dan Lastri. Aleyna dapat dibilang menonjol kemampuannya dibandingkan mereka bertiga. Hal ini tidak terlepas dari siapa yang mengajarinya, yaitu Diva Dinandra.
Diva dikenal sebagai salah satu pendekar wanita terbaik di desa tersebut. Sebenarnya, ada satu pendekar wanita lagi selain Diva. Namun karena suatu alasan, wanita tersebut menghilang tanpa jejak. Konon katanya, penyebab Diva menutup kedua matanya berhubungan dengan kejadian tersebut. Namun, hal itu hanyalah sebuah praduga saja. Tidak ada yang tahu pasti.
"Aleyna!! Aleyna!!"
"Sepertinya, ibumu mencarimu, Aleyna."
"Iya, Geya."
Terdengar Diva berseru memanggil Aleyna. Untuk mempermudahnya, Aleyna menghampiri Diva.
"Aku di sini, Bu," ucap Aleyna saat sudah dekat posisinya dengan Diva.
"Kamu sudah selesai??" Tanya Diva. Walau kedua matanya tidak dapat melihat, namun Diva dapat mengetahui dimana posisi Aleyna berada.
"Ya, Bu. Tadi hanya bermain-main saja."
"Dimana pedangmu??" Tangan Diva meraba-raba punggung Aleyna. Tidak dirasakannya ada wujud pedang di sana. Aleyna menepuk dahinya lalu kembali kepada teman-temannya untuk mengambil pedang miliknya.
"Kau meninggalkan pedangmu di sini," kata Indra sambil memakan buah apel dan menyerahkan pedang Aleyna.
"Terimakasih, Indra," ucap Aleyna.
"Ya, sama-sama."
Aleyna dan Diva memutuskan untuk pulang.
Selama perjalanan pulang, Aleyna menanyakan perihal warna rambutnya yang berbeda dengan penduduk desa, bahkan dengan ibunya sendiri. Diva hanya menjawab bahwa warna rambut seseorang tidak dapat dilihat hanya dari seorang ibu saja. Bisa saja dari anggota keluarga yang lain.
Diva juga menjelaskan bahwa berbeda dari kebanyakan orang bukanlah sesuatu yang buruk. Bisa saja membawa keberkahan bagi dirinya sendiri dan orang sekitarnya. Diva selalu menanamkan rasa percaya diri pada Aleyna.
"Bu, bolehkah aku bertanya??" Diva berhenti sejenak untuk mendengarkan pertanyaan Aleyna dengan seksama.
"Apa itu, Nak???"
"Kenapa ibu disebut sebagai Pendekar Buta?? Padahal, aku yakin ibu tidak buta."
"Hmm, ibu memang tidak bisa melihat, Nak."
"Tetapi, bagaimana caranya ibu merawatku dengan mata tertutup seperti itu??"
"Insting seorang ibu itu kuat. Walaupun kondisinya tidak sempurna, jika sudah berurusan dengan anak, kondisi yang tidak sempurna tadi menjadi sempurna. Hal inilah yang ibu rasakan."
Tiba-tiba, Diva merasakan dirinya dipeluk oleh Aleyna dengan erat. Salah satu tangannya mencari-cari kepala Aleyna, ingin mengelus-elus kepalanya.
"Ibu benar-benar hebat. Terimakasih Ibu sudah merawatku dengan baik sampai sebesar ini," kata Aleyna masih memeluk Diva. Diva tersenyum haru mendengarnya.
"Iya, Nak. Ayo kita pulang. Besok bisa temani ibu berbelanja di pasar??" Tanya Diva.
"Ya, tentu saja, Bu," ucap Aleyna dengan riang.
----
"Ibu... Ibu... Bangun. Sudah pagi..."
Tidak ada suara. Mungkin, ibu tidur terlalu pulas.
"Aleyna! Bangun, Nak!!"
Lho?? Aku membangunkan ibu, ibu membangunkan aku. Jadi, bagaimana itu??
Seperti itulah kira-kira kejadiannya. Aleyna berinisiatif untuk membangunkan ibunya. Maka dari itu, ia sudah bangun dari pagi. Tanpa diduga, Diva juga memiliki inisiatif yang sama dengan Aleyna. Karena mereka berdua tidak saling bertemu, terjadilah peristiwa tersebut.
Aleyna langsung menghampiri ibunya, berjalan dengan perlahan-lahan tanpa menimbulkan suara dan berpura-pura bahwa ia baru saja bangun.
"Ibu... Hmmhh.... Aku baru bangun, Bu," ucap Aleyna sambil meregangkan tubuhnya.
"Ya sudah. Ayo, ibu sudah menyiapkan sarapan," ucap Diva sambil berjalan menuju ruang makan. Aleyna menyusul Diva dengan riang gembira.
Oh, ibu belum menjemur.
Melihat Diva sedang menyiapkan sarapan, Aleyna bergegas menjemur pakaian. Dengan cepat Aleyna membawa keranjang berisi pakaian yang siap dijemur.
Kemana anak itu?? Menjemur pakaian, ya??
Di luar rumah, beberapa penduduk desa yang melihat aktivitas Aleyna, menegurnya dan sedikit mengajaknya berbicara. Ada beberapa penduduk desa yang menyapanya dengan julukannya, yaitu Gadis Kelabu. Entah mengapa, nama julukannya itu begitu melekat di benak penduduk desa daripada nama aslinya.
"Bu, aku sudah selesai," ucap Aleyna.
"Sudah menjemurnya?? Mari kita makan."
"Apa kita akan ke pasar biasa itu, Bu??" Tanya Aleyna sambil menyantap makanannya.
"Ya, kita akan ke sana. Hanya itu saja pasar yang lengkap menjajakan dagangan," jawab Diva.
"Dan itu letaknya dekat dengan kerajaan ya, Bu??"
"Iya, Nak."
"Belanja sambil melihat anggota kerajaan, sepertinya seru. Apa ada tetangga kita yang menjadi prajurit kerajaan??"
"Hampir sebagian besar, Aleyna."
"Aku juga mau, Bu. Aku akan berlatih sampai jago bela diri seperti ibu."
"Jangan terlalu dipaksakan latihannya. Takutnya, itu akan berdampak ke tubuhmu."
"Iya, Bu."
Selesai makan, Aleyna pergi ke kandang kuda ingin mengeluarkan kuda miliknya dan Diva. Karena letaknya jauh, mereka harus menunggang kuda untuk sampai ke lokasi tujuan. Dengan hati riang gembira, Aleyna memasuki kandang kuda yang dapat dibilang cukup besar. Walau begitu, hanya ada dua kuda saja di dalamnya.
Amerta adalah nama kuda milik Diva. Berwarna putih dari surai hingga ekornya, tinggi dan kekar. Rouge adalah nama kuda milik Aleyna. Berwarna merah tembaga di seluruh tubuhnya, bahkan surai dan ekornya pun juga berwarna merah tembaga dan mengkilap.
Aleyna dilatih menunggang kuda oleh Diva saat berusia 7 tahun. Tidak membutuhkan waktu lama, Aleyna sudah pandai menunggang kuda dalam kurun waktu satu tahun. Bahkan, Aleyna dapat memanah serta mengayunkan pedangnya ketika sedang menunggang kuda.
Sambil menunggu Diva selesai bersiap-siap, Aleyna mencoba berkomunikasi dengan Rouge. Walau sepertinya hal itu mustahil, namun tetap dilakukannya juga. Aleyna tidak peduli Rouge mengerti bahasanya atau tidak yang ia lihat Rouge mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
"Ibu, kudanya sudah siap."
"Bagus. Mari kita berangkat."
"Ayo, Bu."
"Kita sudah sampai ya, Bu??"
"Iya, Aleyna."
Padahal, ibu menutup matanya, tetapi tahu bahwa sebentar lagi kita sampai di pasar. Aku mau coba ah.
Duggghhh!!
"Aduh!!"
"Aleyna! Kamu tidak apa-apa?? Kamu melakukan apa??"
Karena penasaran dengan kemampuan Diva yang dapat mengetahui segala hal disekitarnya walau dengan mata tertutup, Aleyna mempraktekkannya pada dirinya sendiri.
Logika Aleyna mengatakan, jika Diva yang tidak dapat melihat dari dulu, kemungkinan dari lahir, dapat mengetahui ada apa saja disekitarnya, ia yang dengan sengaja menutup kedua matanya pasti dapat melihat juga. Didukung dengan ia sudah sering melalui jalan tersebut.
Namun, kenyataan berkata lain. Baru beberapa detik saja Aleyna menutup kedua matanya, ia sudah mendapat sambutan yang meriah. Kepalanya membentur dahan pohon. Tidak terlalu keras, namun lumayan sakit juga.
"Apa yang kamu lakukan, Aleyna?? Bagaimana mungkin kamu bisa menabrak dahan itu??" Tanya Diva.
Bahkan, ibu saja bisa tahu aku menabrak apa.
"Aku melamun, Bu," jawab Aleyna sambil tersenyum.
"Jangan diulangi lagi, Aleyna."
"Iya, Bu."
Beberapa meter dari lokasi terbenturnya kepala Aleyna dengan dahan pohon, ada sebuah pasar yang besar dan luas serta cukup ramai. Pasar tersebut dekat dengan sebuah kerajaan besar, bernama Asmaraloka. Karena lokasinya dekat istana, pasar tersebut juga dinamai Pasar Asmaraloka.
Aleyna mengikatkan kuda Diva dan miliknya pada sebuah pohon besar lalu membiarkan keduanya menyantap rerumputan sesuka hati.
"Apa yang harus kita beli, Bu??" Tanya Aleyna sambil mengamati sekitar.
"Kita akan membeli daging dan beberapa bumbu," jawab Diva.
"Hmm, aku membayangkan sepertinya ibu akan memasak sup. Benar??"
"Seperti biasanya."
Aleyna membantu Diva membeli beberapa belanjaan yang dibutuhkan. Sebelum masuk ke dalam pasar, Diva mengingatkan Aleyna untuk mengenakan tudung kepalanya. Alasannya masuk akal, supaya Aleyna tidak kepanasan.
Akan tetapi, bukan itu maksud dan tujuan sebenarnya. Diva takut penduduk Asmaraloka melaporkan warna rambut Aleyna yang berbeda kepada pihak kerajaan. Bukan tanpa alasan, banyak penduduk desa yang menganggap bahwa anak yang memiliki kelainan, entah pada warna rambutnya atau yang lainnya, sudah dipastikan mereka keturunan penyihir.
Oleh karena itu, Diva hanya berani membiarkan Aleyna tampil apa adanya di lingkungan desa Anagata saja. Di luar itu, Aleyna diwajibkan untuk menyembunyikan warna rambutnya. Hanya penduduk desa Anagata saja yang tidak berani menyentuh atau berbuat macam-macam terhadap Aleyna. Hal ini tidak lepas dari penduduk desa Anagata yang menganggap Aleyna adalah putri Diva, salah satu pendekar yang dihormati.
"Bu, kapan aku bisa masuk ke dalam sana??" Tanya Aleyna sambil menunjuk pada sebuah bangunan megah di ujung sana.
"Pada waktunya. Oh iya, sebentar lagi kamu akan menimba ilmu. Ibu sudah mendaftarkan namamu di Akademi Asmaraloka," jawab Diva. Aleyna sangat senang mendengarnya.
Sepengetahuannya, beberapa penduduk desa Anagata lulusan Akademi Asmaraloka, menjadi pengawal atau anggota pasukan elit kerajaan. Aleyna ingin sekali menjadi pengawal kerajaan.
"Baiklah, Bu." Diva tersenyum mendengarnya.
Selama Diva melakukan transaksi jual-beli, Aleyna membahas mengenai akademi tersebut. Sepengetahuan Diva, Akademi Asmaraloka adalah salah satu akademi bela diri terbaik. Banyak muda-mudi yang mendaftar ke akademi tersebut dari berbagai desa. Anagata adalah desa yang selalu melahirkan satu atau dua lulusan terbaik.
Mendengar hal itu, Aleyna semakin bersemangat berlatih. Ia juga meminta kepada Diva untuk melatihnya ketika libur dan Diva menyetujuinya.
"Bu, boleh aku lihat istananya??" Tanya Aleyna ketika Diva sudah selesai berbelanja.
"Tentu. Tetapi, sekarang ini sepertinya kita hanya dapat melihatnya dari luar saja," jawab Diva.
"Tidak masalah, Bu." Diva mengangguk lalu mengajak Aleyna melihat Istana Asmaraloka.
-----
"Wah! Megahnya!"
"Ya, ini adalah pertama kalinya kamu melihat istana Asmaraloka, bukan??"
Aleyna tak henti-hentinya berdecak kagum dengan megahnya istana Asmaraloka. Istana besar, didominasi warna merah dan dihiasi dengan berbagai ukiran-ukiran yang indah, menambah keindahannya.
Walaupun Aleyna tidak dapat masuk ke dalam istana, ia cukup senang memandanginya dari luar.
Keadaan di dalam istana sedikit ramai. Biasanya, ada pertemuan dengan kerajaan lain. Aleyna sempat melihat beberapa kereta kuda yang datang dari luar kerajaan Asmaraloka masuk ke dalam istana.
"Ramai sekali, Bu," ucap Aleyna.
"Biasanya, ada pertemuan. Mungkin, ada yang ingin mengajak kerja sama," kata Diva.
"Semakin besar saja kerajaan ini, Bu."
Asmaraloka adalah kerajaan besar dan terkenal dengan kekuatan prajuritnya. Wilayah kekuasaannya mencakup desa-desa besar, seperti Anagata, Anka, Tirta dan Basu. Asmaraloka juga mempunyai akademi bela diri. Murid-muridnya tidak hanya dari desa wilayah kerajaan tersebut. Ada juga yang berasal dari luar kerajaan. Namun, selama berpuluh-puluh tahun akademi dibangun, desa Anagata yang selalu melahirkan satu pendekar terbaik dan diangkat menjadi pengawal atau pasukan elit kerajaan.
Asmaraloka dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana dan pemberani, bernama Raja Arya. Dibawah kepemimpinannya, beliau banyak menciptakan perdamaian dan menjalin kerjasama dengan kerajaan lain. Hal itulah yang membuat Asmaraloka menjadi luas wilayah kekuasaannya.
Namun, luas, kuat dan sering menciptakan perdamaian, bukan berarti Asmaraloka tidak mempunyai musuh. Banyak kerajaan besar lainnya di luar sana tidak senang dengan perdamaian yang diusungnya. Asmaraloka sering diserang oleh kerajaan lain, walau pada akhirnya Asmaraloka berhasil mempertahankan kerajaannya.
"Apa kamu lapar, Aleyna??" Tanya Diva.
"Iya, Bu. Kita pulang saja, ya?? Lebih enak makan di rumah," jawab Aleyna.
"Ibu pikir, akan lebih baik jika kita mengisi perut dulu sebelum pulang. Ibu kuatir kamu menabrak pohon lagi." Aleyna hanya menyeringai saja mendengar Diva mengungkit kekonyolannya tadi.
"Baik, Bu. Mari kita makan!"
-----
"Master Diva. Bagaimana kabar Anda??"
"Baik-baik saja."
"Syukurlah. Ah... Lihatlah putri Anda, sudah tumbuh dewasa. Terakhir Anda membawanya kemari ketika ia masih bayi."
"Benarkah, Bu?? Aku tidak mengingatnya."
"Karena kamu masih bayi. Manusia mana yang mengingat peristiwa ketika ia masih bayi??"
"Iya juga, Bu."
Saat ini, Diva dan Aleyna sedang menyantap hidangan di sebuah kedai sederhana, tak jauh dari Pasar Asmaraloka. Menurut penjelasan Diva, kedai tersebut menghidangkan makanan spesial dan diminati oleh sebagian orang.
"Silakan pesanannya."
Yang awalnya Aleyna sangat tertarik dan penasaran dengan hidangan spesial itu, mendadak berubah wajahnya ketika melihat hidangan yang dimaksud.
"Mie?? Bukankah ibu sering membuatnya di rumah??" Gumam Aleyna.
"Ini mie, bukan sembarang mie. Coba saja terlebih dahulu. Kamu akan ketagihan nantinya. Seperti ibu, contohnya," jelas Diva.
"Benarkah?? Aku tidak yakin ini enak. Lebih enak masakan ibu," kata Aleyna sambil menyantap suapan pertama. Diva yang mendengarnya hanya bisa tersenyum saja.
"Bagaimana??" Tanya Diva ketika tidak mendengar tanggapan apapun tentang hidangan spesial.
"Hehe. Iya, ini enak. Tetapi, lebih enak masakan ibu, selalu," jawab Aleyna yang ternyata sudah menghabiskan hidangannya.
Kemudian, pandangannya beralih ke penjual mie tersebut. Terlihat, beliau sedang melakukan berbagai atraksi saat membuat dan menghidangkan mie.
Aleyna begitu takjub, sampai-sampai mulutnya terbuka cukup lama.
"Jangan terheran-heran, Aleyna. Perlu kamu ketahui, beliau adalah salah satu mantan pengawal istana. Beliau mengundurkan diri karena usianya tak muda lagi. Untuk mengisi hari tuanya, beliau menjajakan mie. Dan kamu tahu, apa julukannya??"
"Apa itu, Bu??"
"Pendekar Mie. Mengapa begitu?? Karena dalam setiap aksinya, beliau selalu menggunakan mie buatannya untuk dijadikan senjata."
Aleyna yang mendengarnya, seketika berpikir, berputar-putar otaknya dan membayangkan bahwa mie yang dimakannya ternyata dapat dijadikan senjata.
Berarti, tadi aku makan senjata ya?? Kok bisa??!!
"Kami sudah selesai," ucap Diva sambil berdiri hendak membayar.
Namun ketika hendak membayar, ada seorang pria tak dikenal mencuri kantong miliknya yang berisi uang. Hal tersebut dilihat oleh Aleyna.
"Pencuri!! Ibu!! Dia mencuri uang milik ibu!!!" Seketika, Aleyna langsung mengejar pria tersebut.
"Aleyna! Biarkan saja!" Terlambat untuk Diva mencegahnya karena Aleyna sudah tidak ada disampingnya.
Ketika hendak menyusulnya, Diva merasakan sesuatu. Entah perasaan apa itu, Diva hanya merasakan seperti ada sesuatu yang membahayakan Aleyna.
Aleyna!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!