Besoknya Emily kerja seperti biasa, dia nampak pucat setelah seharian kemarin dia harus melayani Calvin di apartment. "El, kamu sakit?" Tanya mbak Anna.
"Enggak enak badan aja mbak, biasa nungguin ibu." Kata Emily sambil melahap makanannya. Mbak Anna memesan lagi makanan untuk sahabatnya itu.
"Kebanyakan mbak hehehe."
"Makan yang banyak, mbak enggak mau kamu sakit. Kalau ada apa-apa bilang ya, El. Oh iya nanti mbak sama suami mau lihat ibu." Ucap mbak Anna.
Emily mengangguk dan memeluk mbak Anna yang sudah seperti kakaknya. Dia dan mbak Anna sedang makan siang di cafe itu. Ternyata tak berselang lama, ada Calvin bersama asistennya datang ke cafe itu.
Calvin dan Emily seperti orang asing yang tak saling kenal. Emily hanya menunduk ketika Calvin menatapnya dari meja sebrang. Calvin sendiri akan bertemu kliennya di cafe itu.
"Yuk, El ini bawa. Mbak bawa yang ini yah." Mbak Anna mengajak Emily pergi dari sana. Keduanya pun keluar dari cafe. Namun mata Calvin terus menatap Emily.
-
-
Jam pulang sudah tiba, Emily dan mbak Anna tengah bersiap pulang. Namun Emily tiba tiba mendapat pesan dari Calvin.
"Ke lantai 20 sekarang. Tunggu aku di toilet."
"Kenapa, El?" Tanya mbak Anna. "Mbak duluan aja, aku kok sakit perut yah mau ke kamar mandi dulu." Ucap Emily berbohong.
"Ya ampun ya udah mbak tunggu aja. Di kantor juga udah sepi." Kata mbak Anna "Ja-jangan mbak, aku enggak masalah kok. Tenang aja. Mbak hati hati yah."
Mbak Anna akhirnya pamit, dia sudah keluar dari gedung perusahaan itu. Emily dengan mengendap ngendap ke lantai 20, dimana lantai itu adalah ruangan Calvin.
Dia menunggu di toilet dekat ruangan Calvin "Aarrrgh." Emily kaget ada tangan yang membekapnya ternyata itu Calvin. "Ssssstttt jangan berisik." Kata Calvin.
Dia menelusupkan tangannya ke celana dalam Emily dan mengelusnya. "Ahh pak..." Calvin menaikan rok itu sebentar dan men ji lat lembah nirwana itu.
Lalu Calvin membawa Emily ke ruangannya "Masuk sini." Keduanya kini ada di kamar pribadi Calvin. Tanpa basa basi, Calvin membuka rok kerja Emily, dia memasukan tangannya ke lembah itu.
"Ahhhh pak...pelan pelan sakit!" Emily sontak saja kaget dia reflek memegang bahu Calvin dan merintih diatasnya.
"Kenapa kamu cuekin saya tadi hah?" Calvin sedikit menjambak rambut Emily.
"Ma-maaf pak, tadi kan ada mbak Anna...ahhhh!"
Calvin tak menjawab dia terus memompa Emily diatas kasur. Sambil menyesap gunung kembar itu. "Oh shit... Kamu nikmat sekali ahhh...!"
Emily terus meracau dibawah kukungan Calvin. "Aaarghhh!" Calvin sudah memuntahkan lahar panasnya ke dalam inti Emily. "Cepat pakai baju, aku antar pulang."
Sesudah penyatuan itu, keduanya pulang. Untung saja Jay sudah mematikan CCTV di kantor itu. Mereka kini dalam perjalanan pulang.
Selama di jalan tangan Calvin terus mengelus paha s*xy itu. Tangannya semakin ke atas. "Mm-mas fokus. Kita di jalan."
"Diam! Jangan mengaturku!"
Calvin memberhentikan mobilnya di tempat yang agak gelap. Dia melanjutkan lagi penyatuannya dengan Emily. Padahal Emily sudah sangat lelah sekali, dan dia pun pingsan di dalam mobil.
"El, bangun El...!" Calvin terus menepuk pipi Emily, namun Emily sama sekali tak ada pergerakan. "El, kamu jangan main main, ayo bangun."
Emily sama sekali tak bergerak "Oh shit, El." Calvin segera memakai kan baju Emily lagi. Dia segera melajukan mobilnya ke rumah sakit.
-
-
-
Setelah diperiksa oleh dokter, ternyata Emily memiliki penyakit maag. Dokter juga menyarankan supaya Emily tak telat makan lagi dan menghindari makanan pedas.
Calvin pun masuk ke dalam dia menatap lekat wajah Emily yang masih pulas. Ada perasaan bersalah dalam dirinya. Tapi Calvin juga tak bisa pungkiri, bahwa ada getaran yang berbeda ketika bersama Emily.
Mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Namun Calvin sepertinya masih gengsi. Dia mengelus kepala Emily dengan lembut dan mencium keningnya.
Calvin mengeluarkan kota kecil berisikan cincin. Dia memakaikannya ke jari manis Emily. "Aku tahu ini terlalu cepat, tapi aku tidak ingin kehilanganmu Emily. Maafkan aku."
Jay datang membawa makanan dan beberapa baju untuk Emily juga bossnya. Karena kata dokter Emily harus di rawat untuk sementara waktu. Jay membereskan pakaian mereka ke lemari. Dia pun pamit menunggu di luar.
Dua jam lamanya Emily tidur, dan akhirnya dia bangun lalu membuka matanya perlahan melihat sekelilingnya. Dia juga melihat ada seseorang yang meringkuk di sofa.
"Kepala aku pusing banget." Ucap Emily sambil memegang kepalanya. "Ya ampun kenapa aku disini? Aku harus pulang, ibu pasti cariin aku." Namun ketika Emily ingin berdiri, badannya hampir terhunyung.
Calvin dengan sigap menolong wanitanya itu, dia menahan badan Emily. Tatapan keduanya bertemu, tangan Calvin membelai wajah cantik Emily. "Ayo tidur lagi, kamu masih harus istirahat." Kata Calvin.
Sedari tadi Calvin tidak tidur, dia hanya merebahkan tubuhnya saja di sofa. Dia mendengar suara Emily, dan ketika balik badan, dia melihat Emily hampir jatuh.
"Aku mau pulang pak, ibu pasti cariin aku." Lirih Emily.
"Nanti Jay bawa ibu kamu kesini. Sekarang kamu istirahat dulu." Kata Calvin.
"Astaga! Mas kan malam ini ibu mau operasi. Aku harus temani ibu mas." Emily terus merengek meminta pulang. Dan Calvin pun mengijinkannya. Namun Emily masih tetap harus menjalani perawatan setelah menjenguk ibunya.
Sebetulnya Calvin sendiri lupa jika ibunya Emily akan operasi hari ini. "Iya mas aku mau, yang penting aku temani ibu dulu." Ucap Emily yang meyakinkan Calvin.
Kini keduanya pergi menuju rumah sakit yang berbeda. Jay menyusul di belakang mobil bossnya. Dia sudah memindahkan Emily ke rumah sakit yang sama dengan ibunya.
-
-
-
Emily, Calvin dan Jay menunggu jalannya operasi di luar. Tak henti hentinya Emily berdoa dan berdzikir untuk keselamatan ibunya.
"Ya Allah, hamba tahu hamba ini manusia kotor dan menjijikan, tapi hamba mohon padaMu ya Allah, tolong selamatkan ibu. Cukup hamba yang Engkau hukum."
Emily bergumam dalam hatinya dia terus menangis sambil berdoa. Calvin sedari tadi hanya diam melihat Emily. Dia ingat ketika dulu orang tuanya sekarat dirumah sakit dan harus meregang nyawa karena kecelakaan mobil.
Calvin menyandarkan kepala Emily ke dadanya. "Ibumu akan sembuh, beliau ditangani dokter dokter yang terbaik."
Sedari tadi Emily belum sadar kalau di jari manisnya sudah terpasang cincin. Dia lebih fokus ke operasi ibunya saat ini.
TING
Pintu ruangan operasi itu terbuka dan dokter pun keluar. "Dok, ibu saya gimana?" Tanya Emily lirihnya.
"Alhamdulillah, pasien selamat. Setelah ini pasien akan segera dipindahkan ke ruang perawatan dan akan menjalani terapi untuk pemulihan." Ucap dokter Aland.
Emily akhirnya bisa bernafas lega dia tersenyum hangat. "Terima kasih banyak dok, sudah membantu ibu saya dari awal sampai sekarang." Katanya, dengan lembut.
Dokter Aland sedikit tersipu malu. "Ahh sama sama bu Emily, saya senang bisa membantu."
"EHM."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments