Sorot matahari membuat Emily terbangun dari tidurnya, dia melenguh membuka matanya perlahan. Ketika ingin duduk, pangkal pahanya terasa perih sekali "Aaaww...sakit." Emily memegangnya dan meringis.
Calvin ternyata sudah bangun sedari tadi dia menunggu Emily bangun, dia masih berte******g dada, hanya memakai celana panjang saja "Masih sakit?" Tanya Calvin.
"Ja-jangan dibuka...perih!"
Calvin tak mendengarkannya dia membuka selimut itu dan mengecek lembah nirwana itu. Memang sedikit bengkak akibat ulahnya.
"Nanti kita periksa ke dokter yah, ayo mandi, Jay sudah membawakan baju ganti untukmu!" Calvin menggendong Emily dalam keadaan polos ke kamar mandi.
Didalam sana, Emily duduk dipangkuan Calvin. Dengan telaten Calvin menyabuni wanita itu "Eum, mas makasih udah mau bantu aku!" Ucap Emily dengan pelan "Tidak ada yang gratis di dunia ini nona!" Jawab Calvin.
"Iya mas aku ngerti. Nanti mas bisa potong gaji aku."
Calvin tak menjawab dia malah men ji lat leher mulus Emily dengan lembut, kedua tangannya meremas gunung kembar yang kini jadi favoritnya.
"Kau canduku sayang..."
"Ahh mas...!" Tangan Emily reflek memegang kepala Calvin dan terjadilah pertempuran pagi itu. Di dalam bathub Emily mendesah dan melebarkan pahanya, supaya Calvin dapat mengaksesnya.
Calvin menggendong Emily ala koala ke tempat shower, dia langsung menyandarkan wanitanya ke tembok, dan mengangkat satu kaki Emily lalu memasukan juniornya "Ssshhh mas...pelan-pelan sakit punggung aku!"
Calvin mulai pelan-pelan dia terus memompa lembah kenikmatan itu dibawah guyuran shower. "Kamu sempit sekali babe...ahhhh shit....!" Tangan Calvin tak bisa diam, sembari memompanya dia juga memainkan lembah itu.
-
-
Selesai pergulatan panas itu keduanya kini sudah berganti baju, Calvin jg sudah mengganti spreinya. Keduanya sekarang sarapan di kamar. "Sini." Calvin menarik Emily ke pangkuannya.
"Aku makan di_"
"Diam, suapin aku cepat!" Calvin menyodorkan sendoknya ke Emily. Dan mereka pun makan satu piring bersama. "Maaf apa mas enggak jijik makan bekas aku?" Tanya Emily.
"Kenapa harus jijik? Kita bahkan sudah melakukan lebih."
"Ingat apa yang sudah aku keluarkan sangat banyak nona. Bukan uang sedikit tapi ratusan juta. Jadi jangan membantah."
Emily mengangguk patuh, mau bagaimana lagi sudah jalannya seperti ini. Selesai sarapan kini keduanya menuju rumah sakit.
-
-
-
"Ibu...!" Emily memeluk ibunya yang baru bangun. "Kamu kemana semalam nak? Ibu khawatir, maafin ibu ya nak sudah menyusahkan kamu." Lirih bu Asih.
"Maaf bu, semalam ada acara kantor, terus pulangnya tengah malam, El langsung pulang ke kontrakan enggak kuat di jalan ngantuk!" Emily terpaksa berbohong agar ibunya tak khawatir.
Bu Asih menoleh ke belakang Emily, ternyata ada seorang pria berdiri di dekat pintu. "Dia siapa nak?"
Emily memperkenalkan Calvin ke ibunya "Beliau pak Calvin, bossnya El, bu. Pak Calvin juga yang sudah mengurus pengobatan ibu.
"Alhamdulillah, terima kasih banyak pak. Nanti ibu dan El akan menyicilnya setelah ibu keluar dari rumah sakit." Ucap bu Asih.
"Tidak perlu bu, nanti perusahaan akan memotong gaji Emily setiap bulannya." Kata Calvin dengan lembut.
"Maafin ibu nak, selalu menyusahkan mu. Ibu janji nak, nanti ibu akan mencuci baju-baju tetangga lagi untuk membantu kebutuhan kita sehari-hari." Lirih bu Asih sambil memeluk anak perempuan satu-satunya itu.
Emily tak menjawab dia merasa bersalah pada ibunya karena sudah menyerahkan kehormatannya pada Calvin demi ibunya. Dia hanya menangis tanpa bicara lagi.
Calvin merasa tersentuh atas apa yang di lihatnya sekarang. Dia merasa sedikit keterlaluan pada Emily. Calvin berjanji dalam hatinya, akan memperlakukan wanitanya ini dengan baik dan tak akan menyakitinya.
Dokter Alan masuk ke dalam dan memberikan hasil rontgen terakhir bu Asih. "Operasi akan di lakukan besok malam, jadwalnya lebih cepat. Para dokter sudah siap. Gimana ibu sekarang?" Tanya dokter Alan dengan ramah.
"Alhamdulillah badan ibu terasa jauh lebih sehat, terima kasih dok."
"Sama-sama bu, ini tanda tangan dulu bu Emily."
Calvin sedikit tak suka ketika dokter Alan tersenyum pada Emily. "Ehm...ayo cepat, El. Kita ada meeting hari ini."
Emily cepat-cepat dan pamit pada ibunya. "Sampai ketemu besok bu Emily." Ucap dokter tampan itu.
Setelah pamitan pada ibunya, Calvin dan Emily pergi kerumah sakit lain untuk memeriksakan lembah Emily yang bengkak.
-
-
-
"Gimana Kay?" Tanya Calvin pada dokter cantik itu yang ternyata teman kuliahnya dulu semasa di Inggris.
"Sudah aku kasih salep, kalau bisa jangan berhubungan dulu supaya bengkaknya kempes." Ucap dokter Kayla.
"Te-terima kasih dok." Emily sangat malu sekali, pasalnya dia adalah teman Calvin. Sudah pasti akan menilai buruk dirinya.
"Oh iya, kamu belum cerita, Cal."
"Emily istriku, kami sudah menikah secara Agama. Memang belum kami rayakan, karena ibunya Emily sedang sakit." Ucap Calvin.
Emily menoleh ke Calvin dan menunduk lagi. "Dasar mulut lelaki, pintar banget bohongnya!"
"Oh begitu pantas saja kamu tidak ada kabarnya tahu-tahu sudah menikah. Selamat ya pak Calvin dan bu emily."
Keduanya pamit dari sana. Kini Calvin membawa Emily ke suatu tempat. Rupanya, Calvin sudah membelikan apartment untuk Emily.
-
-
-
CEKLEK
"Ayo masuk!"
Emily mengikuti Calvin dari belakang. Dia melihat lihat isi apartment bintang 5 itu. "Ini fasilitas yang kamu dapatkan, dan besok Jay akan menyiapkan mobil juga supir yang akan mengantar kamu." Kata Calvin.
"Apa? Maaf mas, kalau apartment mungkin aku masih bisa menerimanya, tapi kalau mobil? Maaf mas, aku enggak bisa terima. Posisi aku di kantor cuma seketaris biasa. Aku enggak mau ada orang yang berpikiran buruk mas." Ucap Emily sambil menunduk dan meremas ujung bajunya.
Calvin menaikan dagu Emily dan menatapnya, omongan Emily sebetulnya ada benarnya juga. "Hmm oke! Mobil hanya kamu pakai kalau bertemu dengan ku saja, fair kan? Dan, jangan pernah dekat dengan pria lain."
"Iya mas."
Calvin menghempaskan dagu Emily, dia menarik wanita itu ke kamar. Dan melakukan aksinya lagi. Emily sudah pasrah. Karena perjanjian sinting itu. Tapi kali ini tatapan Emily kosong ketika bercinta dengan bossnya.
Dia malah meneteskan air matanya. Untung saja Calvin sudah mengeluarkan pelepasannya. "Kenapa kamu nangis?"
"Enggak apa-apa mas." Ucap Emily, dia berdiri dan memunguti semua pakaiannya. Dia berjalan gontay ke kamar mandi.
Di dalam sana Emily meringkuk di dalam bathub, hancur sudah segalanya. "Aku kotor...aku benci diriku."
-
-
-
Ternyata di luar kamar mandi, Calvin menempelkan kupingnya ke pintu. Dia mendengar isak tangis Emily yang begitu menyayat hati. Dia menghela nafasnya dan membereskan kasur itu.
CEKLEK
Emily sudah selesai dengan mandinya, dia memakai baju di dalam kamar mandi. Terlihat mata Emily bengkak. Calvin melewati Emily dan masuk ke kamar mandi seolah tak memperdulikan wanitanya. Padahal dalam hatinya, ingin sekali dia memeluk Emily.
Emily membuka pintu balkon apartment itu, dia menghirup udara siang itu. "Seandainya ayah masih hidup, mungkin sekarang hidup aku sama ibu baik baik saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments