Kepanikan Arra

Arra dan Leo telah tiba di kampus. Hari ini adalah hari terakhir mereka menjalani ospek. Banyak hal menyenangkan yang Arra lewati, terutama karena kini ia semakin akrab dengan Gladys.

"Arra..."

Arra menoleh saat mendengar namanya dipanggil.

"Hai," sapa Arra sambil tersenyum kecil.

"Lo baru dateng?"

"Iya. Ayo kita langsung ke auditorium," ajak Arra pada Gladys.

Keduanya pun segera melangkah masuk ke dalam auditorium. Sementara itu, Leo sudah lebih dulu masuk beberapa saat sebelum Gladys menyapa Arra.

"Nggak kerasa ya, hari ini ospek terakhir," celetuk Gladys saat mereka duduk di barisan maba.

Arra mengangguk. "Iya. Dan nanti malam ada konser mini buat penyambutan. Seru banget pasti."

"Lo dateng kan?"

"Pasti dong. Rugi kalau aku nggak dateng."

Percakapan mereka terhenti saat suara Renald terdengar dari pengeras suara.

"Semua berbaris!" serunya tegas.

Arra dan Gladys buru-buru bergabung dalam barisan maba perempuan. Hari itu mereka masih mengenakan atasan putih dan bawahan hitam.

"Hari ini kita akan berkeliling ke seluruh fakultas agar kalian mengenal lingkungan kampus dengan lebih baik. Saya harap kalian tetap di barisan masing-masing. Paham?"

"Mengerti, Kak!" jawab seluruh maba serempak.

"Barisan perempuan akan dipimpin Monica. Yang laki-laki ikut saya."

Monica segera melangkah ke depan dan berteriak, "Yang perempuan, ayo ikut saya!"

Barisan pun mulai bergerak.

Arra dan Gladys berjalan berdampingan. Sesekali mereka mengobrol pelan sambil memperhatikan sekeliling.

"Selanjutnya kita akan masuk ke Fakultas Kedokteran. Bagi yang mengambil jurusan ini, kalian akan belajar di gedung ini," jelas Monica dengan pengeras suara.

Arra dan Gladys yang berada di barisan paling belakang sibuk mengamati detail arsitektur dan suasana sekitar gedung tersebut. Setelah beberapa fakultas terlewati, tibalah mereka di Fakultas Psikologi—jurusan yang dipilih Arra dan Gladys. Keduanya tampak antusias.

"Ini fakultas terakhir. Sekarang kalian boleh istirahat satu jam dan kembali ke auditorium untuk pengarahan terakhir. Paham?"

"Mengerti, Kak!"

Setelah diberi izin, para maba langsung bubar. Gladys mengajak Arra ke kantin, tapi Arra menggeleng.

"Aku ke toilet dulu. Dari tadi nahan pipis."

"Mau gue temenin?"

"Nggak usah. Kamu duluan aja, ya? Tolong pesenin aku roti isi sama jus stroberi."

"Siap, bos!"

Gladys pun pergi, sementara Arra berjalan cepat ke arah toilet fakultas. Lorong menuju toilet terasa sunyi. Ketika sampai, hanya dia seorang yang ada di sana. Arra masuk ke salah satu bilik yang pintunya terbuka. Ia menutup pintu dengan agak kasar karena terburu-buru.

Setelah selesai, ia hendak keluar. Tapi—

Klak.

Pintu tak mau terbuka.

Arra mencoba lagi. Lebih keras. Tapi tetap tak bergerak.

Deg.

Panik mulai merambat di dadanya.

"Hallo? Ada orang?" teriak Arra. Tak ada jawaban.

Dia menggedor pintu, suaranya mulai meninggi. Tapi toilet itu berada di ujung lorong, terlalu sepi, dan tak ada satu pun yang mendengar.

Napas Arra mulai berat. Tangan gemetaran. Ia terus menggedor dan meneriakkan minta tolong, tapi hasilnya nihil. Beberapa menit berlalu. Lemas. Panik. Nafas memburu. Ia terduduk, wajahnya tertutup kedua telapak tangan.

"Leo..." lirihnya. Suara hampir tak terdengar.

---

Sementara itu, di kantin, Leo berdiri menatap sekeliling. Wajahnya cemas.

Ia melangkah cepat ke arah stand jus dan mendapati Gladys sedang antre.

"Arra mana?" tanyanya tanpa basa-basi.

Gladys terkejut, "Ya Tuhan! Ngagetin aja lo!"

Leo hanya menatapnya datar.

"Dia ke toilet fakultas psikolog. Tapi udah lama banget sih. Gue juga ngerasa aneh, harusnya dia udah balik dari tadi."

Belum sempat Gladys lanjut bicara, Leo langsung lari meninggalkannya.

---

Dengan langkah lebar, Leo melewati lorong-lorong gedung. Wajahnya tegang. Napasnya berat. Setelah sampai, ia langsung menuju toilet yang ia ingat letaknya.

Sementara itu, Arra masih terkunci. Tubuhnya gemetaran. Air mata mulai membasahi pipi. Ia menggedor pelan, suaranya melemah.

"Tolong..."

"Hei! Ada orang?"

Arra membuka mata lebar-lebar. Suara itu!

"Tolong! Saya di dalam!" teriak Arra sekuat tenaga yang tersisa.

Langkah kaki mendekat.

"Menjauh dari pintu, ya. Saya dobrak!" ujar suara itu lagi, seorang laki-laki.

Arra bergeser, bersandar lemah di dinding.

Braak!

Pintu didobrak beberapa kali. Jantung Arra berpacu. Hingga akhirnya pintu terbuka.

"Arra?" suara itu mengenalnya.

"Kak Bian?" lirih Arra.

"Ya Tuhan, kamu! Kamu nggak apa-apa?"

"Iya, Kak. Cuma... lemas."

"Pegangan. Biar aku bantu."

Baru Arra hendak meraih tangan Biantara, suara berat yang sangat ia kenal terdengar.

"Arra."

Leo muncul di ambang pintu. Wajahnya gelap, rahangnya mengeras.

"Lo bikin kesalahan fatal hari ini," ucap Leo dingin.

Arra menatapnya nanar. Ia masih belum pulih dari ketakutannya.

"Eh, lo nggak liat Arra lemas? Kalau lo nggak mau bantuin, gue aja—"

Leo menatap Biantara tajam, lalu tiba-tiba mengangkat Arra ke gendongannya.

"Gue nggak akan biarin cowok lain nyentuh pacar gue," ucapnya tajam sebelum berbalik dan pergi tanpa menunggu tanggapan.

"Leo..." Arra memanggil lirih.

"Diam. Gue nggak mau dengar penjelasan apa pun."

Arra terdiam. Dia tahu Leo sedang marah.

Leo membawanya ke ruang kesehatan. Dengan hati-hati, ia membaringkan Arra di atas bed.

Leo mengambilkan segelas air, lalu mencari obat di kotak plastik.

"Ini," katanya, menyerahkan obat.

"Aku nggak demam..."

"Lo hangat. Minum."

Arra patuh. Ia meneguk air dan menelan obat itu.

Setelah selesai, Leo berkata, "Tidur. Lo butuh istirahat."

Arra hanya menatapnya. "Kamu nggak mau nanya apa yang terjadi?"

"Gue akan cari tahu sendiri. Sekarang lo tidur."

Arra pun berbaring. Tapi hatinya masih gelisah.

"Tapi kita disuruh kumpul di auditorium..."

"Nggak usah mikirin itu."

"Tapi—"

"Arrabella," potong Leo, tatapannya dingin. "Apa perlu gue bantu lo buat tidur, hm?"

Langsung, Arra memejamkan mata.

Leo menarik kursi dan duduk di sampingnya. Ia akan tetap di situ. Menjaga gadis yang diam-diam sudah menjadi pusat dunianya.

Terpopuler

Comments

vj'z tri

vj'z tri

oooo siapa yang bakal Leo amuk ini 😤😤😤😤

2024-10-20

1

Za-aja

Za-aja

Siap2 saja monoca loe d depak dr kampus itu krna kampus itu milik keluarga Leo🤣🤣

2024-10-20

2

sushan hobbs

sushan hobbs

pasti ulah si monic atau gak si renald🤮

2024-10-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!