More Than Words
---
Cahaya matahari pagi menyelinap lembut melalui celah tirai apartemen Acha, menciptakan gradasi keemasan di dinding kamar. Udara terasa hangat, nyaman, dan sedikit terlalu tenang—tanda pasti kalau hari ini adalah akhir pekan.
Acha menggeliat di tempat tidur, menarik selimut lebih erat, menikmati detik-detik kemalasan tanpa tekanan kuliah atau tugas.💬 𝙂𝙤𝙙, 𝙄 𝙡𝙤𝙫𝙚 𝙬𝙚𝙚𝙠𝙚𝙣𝙙𝙨.
Jam di nakas sudah melewati angka sebelas ketika akhirnya ia membuka mata sepenuhnya. Dengan enggan, ia menguap kecil sebelum menyeret diri ke kamar mandi. Begitu air dingin menyentuh kulitnya, rasa kantuk langsung menguap. Lebih efektif daripada alarm mana pun.
Mandi siang di akhir pekan—ritual wajibnya. Sebuah self-reward kecil setelah seminggu penuh dengan jadwal padat dan tugas yang nggak ada habisnya.
---
---
Selesai mandi, Acha melilitkan bathrobe ke tubuhnya dan berjalan santai ke ruang utama. Pandangannya langsung tertuju pada beberapa paket yang masih tertumpuk rapi di meja—kiriman dari kemarin yang belum sempat ia buka.
Dengan penuh antusias, ia mulai membongkar satu per satu. Senyumnya mengembang saat menemukan koleksi figure anime barunya. Finally! Tapi ketika ia membuka paket berikutnya, ekspresinya langsung berubah.
Di tangannya kini tergenggam sebuah buku tebal berjudul "𝙐𝙣𝙙𝙚𝙧𝙨𝙩𝙖𝙣𝙙𝙞𝙣𝙜 𝙎𝙚𝙭𝙪𝙖𝙡 𝙊𝙧𝙞𝙚𝙣𝙩𝙖𝙩𝙞𝙤𝙣."
Alisnya bertaut. 💬𝙎𝙞𝙣𝙘𝙚 𝙬𝙝𝙚𝙣 𝙙𝙞𝙙 𝙄 𝙤𝙧𝙙𝙚𝙧 𝙨𝙤𝙢𝙚𝙩𝙝𝙞𝙣𝙜 𝙡𝙞𝙠𝙚 𝙩𝙝𝙞𝙨? Dengan rasa penasaran yang semakin besar, ia memeriksa label pengirim. Matanya menyusuri detail alamat dan nama penerima, lalu sebuah kesadaran menghantamnya.
Paket ini bukan miliknya.
---
---
Nama penerima hanya tertulis inisial "𝙈" dan alamatnya menunjukkan unit 709—apartemen tepat di sebelahnya. Acha menghela napas panjang, merasa sedikit bersalah karena tanpa sengaja membuka paket orang lain. Mungkin kurirnya salah naruh karena kemarin gue terima banyak paket sekaligus.
Tanpa pikir panjang, ia membungkus kembali buku itu sebaik mungkin, lalu melangkah keluar untuk mengembalikannya. Tangannya sedikit ragu sebelum akhirnya menekan bel pintu unit 709.
𝘿𝙞𝙣𝙜-𝙙𝙤𝙣𝙜.
Suasana hening beberapa detik sebelum akhirnya pintu terbuka.
Dan saat itu juga, Acha langsung membeku di tempat.
---
---
Di hadapannya berdiri Maven Mysander—profesor tampan yang selama ini hanya ia lihat di kampus.
Dalam beberapa detik yang terasa seperti selamanya, keduanya hanya diam, saling menatap dengan ekspresi sama-sama terkejut.
Lalu, realisasi menghantam Acha seperti truk kontainer yang melaju kencang.
💬𝘼𝙨𝙩𝙖𝙜𝙖. 𝙂𝙪𝙚 𝙢𝙖𝙨𝙞𝙝 𝙥𝙖𝙠𝙚 𝙗𝙖𝙩𝙝𝙧𝙤𝙗𝙚.
Detik itu juga, darahnya seolah mengalir ke seluruh wajahnya. Panas. Malu.
Panik mulai merayapi tubuhnya, tapi sebelum ia sempat mencari alasan atau sekadar kabur, Maven sudah lebih dulu membuka suara.
---
Maven Mysander
💬:"Andromeda?"
---
Nada suaranya tetap datar, tapi ada sesuatu di sana—sedikit keterkejutan, atau mungkin keheranan?
Acha meneguk ludah.💬 𝙊𝙠𝙚. 𝘼𝙘𝙩 𝙘𝙤𝙤𝙡. 𝘼𝙘𝙩 𝙣𝙤𝙧𝙢𝙖𝙡. 𝙅𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙗𝙞𝙠𝙞𝙣 𝙨𝙪𝙖𝙨𝙖𝙣𝙖 𝙢𝙖𝙠𝙞𝙣 𝙖𝙬𝙠𝙬𝙖𝙧𝙙.
---
Raisya Andromeda (Acha)
(memasang senyum canggung dan berusaha mengalihkan suasana,)
💬;"Oh wow… ternyata kita tetangga, ya? What a small world, huh?"
---
Maven masih menatapnya, ekspresi wajahnya sulit ditebak. Tatapan hitam tajamnya menyapu dirinya dari kepala sampai kaki. Evaluatif. Seperti seorang profesor yang sedang menganalisis sebuah kasus aneh.
----
Maven Mysander
(dengan nada datar yang khas, ia berkata,) 💬; "Apa kau sering berkeliaran di luar hanya pakai bathrobe seperti ini?"
Raisya Andromeda (Acha)
(langsung merasakan panas di wajahnya meningkat drastis.)
💬;"Wha....!? Nggak! Tentu aja enggak!"
💬;"Saya..ini...saya...Bukan! Enggak!"
(suaranya nyaris melengking karena panik.)
---
Sebuah alis Maven terangkat. Oh, itu bukan pertanyaan serius. Itu sarkasme. Dan yang lebih buruk? Ekspresinya sama sekali nggak berubah, tapi ada sesuatu dalam matanya yang membuat Acha yakin—💬𝙙𝙞𝙖 𝙡𝙖𝙜𝙞 𝙣𝙜𝙚𝙡𝙚𝙙𝙚𝙠 𝙜𝙪𝙚.
---
Maven Mysander
💬;"Lalu kenapa kau berdiri di depan pintu saya seperti ini?" (tanyanya santai, tapi di balik ketenangan itu, ada sedikit nada mengolok yang sukses bikin Acha makin ingin tenggelam ke dalam bumi.)
💬"𝙊𝙝, 𝙞𝙣𝙞 𝙗𝙪𝙧𝙪𝙠. 𝙄𝙣𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙗𝙪𝙧𝙪𝙠.!"
---
Acha ingin bicara, ingin memberikan alasan logis yang masuk akal, ingin menjelaskan bahwa dia hanya ingin memberikan paket, tapi otaknya sedang korsleting total. Akhirnya, solusi paling masuk akal dalam situasi ini adalah—
𝙆𝙖𝙗𝙪𝙧!
Tanpa berkata apa-apa lagi, Acha langsung berbalik dan lari masuk ke apartemennya sendiri. Pintu tertutup dengan suara 𝘽𝙍𝘼𝙆! yang cukup keras.
---
Raisya Andromeda (Acha)
(Dengan napas terengah-engah, menjatuhkan diri ke lantai dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan.)
💬 ;"OH MY GOD! Gue barusan diliat dosen sendiri pake bathrobe!"
---
Ini mimpi buruk. Ini bencana. Ini katastrofi sosial yang nggak pernah ia duga bakal terjadi dalam hidupnya.
Maven pasti berpikir kalau dia orang aneh. Atau lebih buruk lagi—Maven pasti berpikir kalau dia mahasiswi desperate yang mau flirting pakai bathrobe di depan pintunya!
---
Raisya Andromeda (Acha)
💬:"Astaga, kenapa gue nggak bisa diem aja di kamar kayak manusia normal!?" (bergumam sambil menggulingkan tubuh ke lantai.)
---
Detik itu juga, otaknya memutar ulang kejadian tadi. Ekspresi Maven. Tatapan menilai itu. Cara dia mengangkat alisnya. Nada suaranya yang sarkastik.
𝙏𝙪𝙣𝙜𝙜𝙪
Maven nggak kelihatan terganggu. Dia nggak terlihat risih atau bahkan nggak peduli. Kalau ada yang bisa Acha tangkap dari ekspresinya tadi, itu adalah… amusement?
💬"Oh tidak. Jangan bilang—"
---
---
💬" Jangan bilang dia malah menemukan ini lucu!?"
Acha merintih pelan dan meremas rambutnya. Bisa-bisanya dosen paling cool dan misterius di kampus liat gue dalam keadaan memalukan seperti itu!
Dan di tengah rasa frustrasi itu, matanya melirik kemejanya.
𝙋𝙖𝙠𝙚𝙩!.
Buku tebal yang seharusnya ia serahkan masih ada di sana.
___
Raisya Andromeda (Acha)
💬 ; "Oh, great," (desisnya)
💬; "Jadi tadi gue kabur dengan sangat dramatis… padahal gue belum ngasih paketnya!?"
---
Kalau bisa, Acha ingin melakukan time travel dan menampar dirinya sendiri lima menit yang lalu.
---
---
Maven masih berdiri di depan pintunya, menatap pintu apartemen sebelah yang baru saja ditutup dengan kasar.
Ia menghela napas pelan, menggelengkan kepala kecil.
---
Maven Mysander
💬; "Gadis itu..." (gumamnya, hampir terdengar seperti tawa kecil yang ditahan.)
---
Apa yang baru saja terjadi?
Ia sama sekali tidak menyangka akan melihat salah satu mahasiswinya—dan lebih parahnya lagi, dalam keadaan seperti itu.
Tidak ada yang aneh dengan perempuan mengenakan bathrobe di apartemennya sendiri. Tapi berdiri di depan pintu tetangga dengan bathrobe? Itu cerita yang berbeda.
Dan reaksinya? Priceless.
Sejujurnya, Acha bisa saja memberikan alasan biasa. Dia bisa dengan mudah berkata ‘oh, maaf, saya cuma mau kasih paket ini’. Tapi tidak. Gadis itu justru panik, berdiri kaku, lalu kabur seolah baru saja ketahuan melakukan kejahatan besar.
---
---
Salah satu sudut bibir Maven sedikit terangkat. Nyaris membentuk senyuman.
Dunia ini ternyata lebih kecil dari yang ia kira.
Namun, sebelum ia bisa tenggelam lebih jauh dalam pikirannya, suara ponselnya berdering dari dalam ruangan.
Maven melirik ke meja kerjanya.
Di layar ponsel tertera panggilan masuk dari kontak bernama "𝙉".
Ia diam sejenak, menatap layar itu tanpa ekspresi.
Lalu, dengan gerakan santai, ia membiarkan panggilan itu terus berdering tanpa berniat mengangkatnya.
Fokusnya kini bukan pada panggilan itu.
Ia justru lebih tertarik dengan Kejadian aneh yang baru saja terjadi.
---
𝙉𝙖𝙧𝙖𝙨𝙞.
---
Langit siang semakin cerah, tapi hati Acha masih mendung. Sejak insiden bathrobe tadi, ia hanya mondar-mandir di dalam kamarnya dengan gelisah. Paket Maven masih tergeletak di meja, menatapnya seolah menuntut tanggung jawab.
---
Raisya Andromeda (Acha)
💬; "Aduh, gimana ini..." (menghela napas dan melirik paket itu dengan ekspresi penuh dilema.)
Raisya Andromeda (Acha)
💬 ; "Apa nunggu malam aja? Enggak, nanti malah
lebih canggung..." (gumamnya, sebelum akhirnya merosot ke lantai, menatap paket itu seperti bom waktu.)
Raisya Andromeda (Acha)
💬 ; ""Aku harus balikin, kan? Tapi kalau ketemu dia lagi... astaga, malu banget!"
---
Setelah beberapa menit berkubang dalam kekhawatiran, Acha bangkit dan berdiri di depan standing mirror. Matanya mengamati refleksinya dengan kritis.
---
Raisya Andromeda (Acha)
💬 ;"Oke, no more embarrassment. Kali ini harus kelihatan normal!" (mencoba meyakinkan diri.)
---
Ia menarik ujung kaosnya, memastikan tidak ada noda mencurigakan. Lalu, ia berlatih berbagai ekspresi wajah—ramah, santai, sedikit cool—sebelum akhirnya mengembuskan napas panjang dan keluar dari unitnya.
Jantungnya berdebar seperti roller coaster saat ia berdiri di depan pintu apartemen bernomor 709. Tangan gemetar saat menekan bel.
Tidak butuh waktu lama.
Pintu terbuka, dan Maven berdiri di sana.
Kemeja hitam yang lengannya digulung hingga siku, rambutnya sedikit berantakan tapi tetap terlihat effortless cool. Tatapannya langsung tertuju pada Acha, lalu ke paket di tangannya.
---
Maven Mysander
💬 ;“Kembali lagi?” (nada suaranya datar, tapi bibirnya sedikit menyeringai.)
Raisya Andromeda (Acha)
(menelan ludah. Dengan gerakan sedikit kaku, ia mengulurkan paket itu. ) 💬;"Ini... paket Anda, Profesor. Ternyata tercampur sama punyaku."
Maven Mysander
(menerima paket itu tanpa terburu-buru, sekilas memeriksa label sebelum mengangkat alis.)
💬; "Kamu buka?"
Raisya Andromeda (Acha)
(mata membelalak.) 💬;"Saya...nggak sengaja! saya pikir itu punya saya..."
---
Sejenak, Maven hanya diam, matanya meneliti wajah Acha yang penuh kepanikan. Kemudian, sudut bibirnya terangkat sedikit, seperti melihat sesuatu yang menarik.
---
Maven Mysander
💬 ;"Jadi, kamu sering buka paket tanpa cek nama dulu?"
Raisya Andromeda (Acha)
(terbatuk kecil, wajahnya memerah.)
💬; "I-itukan kesalahan teknis... Saya nggak sengaja!
Maven Mysander
(terkekeh pelan ,hampir tidak terdengar, tapi Acha menangkapnya." 💬;"Hati-hati lain kali. Siapa tahu paket selanjutnya lebih... pribadi."
Raisya Andromeda (Acha)
(Mata kembali membelalak.)
💬; "Eh?!"
---
Alih-alih menjelaskan, Maven malah mengalihkan pembicaraan. Ia menatap Acha dengan ekspresi meneliti.
---
Maven Mysander
💬;"Kamu tahu ini buku apa?"
( mengangkat paketnya.)
---
Acha seketika terdiam. Ia tahu persis buku itu. Tapi ragu untuk mengakuinya, jadi ia memilih jalan aman dengan menggeleng pelan.
---
Maven Mysander
(menyipitkan mata.) 💬;"Bohong."
Raisya Andromeda (Acha)
(tersentak.) 💬;"S-saya nggak bohong!"
Maven Mysander
💬;Kalau gitu, kenapa ragu jawabnya?"
Raisya Andromeda (Acha)
(menggigit bibir. Ia bisa merasakan tatapan Maven menekannya lebih dalam. Akhirnya, ia menyerah. ) 💬;"Saya... pernah baca di rumah Teman saya."
Maven Mysander
(diam sejenak. Matanya menelisik Acha dengan tatapan yang sulit diartikan. Lalu, dengan suara lebih tenang tapi tetap menusuk)
💬;"Temanmu punya masalah dengan orientasi seksualnya?"
---
Acha tertegun. Pertanyaan itu tidak diharapkannya. Tapi sebelum ia bisa merespons, Maven menghela napas dan mengalihkan pandangan.
---
Maven Mysander
💬; "Terima kasih sudah mengembalikan paketnya. Ini untuk materi kuliah nanti."
Raisya Andromeda (Acha)
(Mengembuskan napas panjang, merasa lega.) 💬; "O-oke... Kalau gitu, Saya balik dulu."
Maven Mysander
(hanya mengangguk, ekspresinya kembali netral.)
---
Setelah Acha pergi, Maven kembali ke ruang kerjanya. Dengan gerakan tenang, ia membuka paket dan mengeluarkan buku tebal berjudul "𝙐𝙣𝙙𝙚𝙧𝙨𝙩𝙖𝙣𝙙𝙞𝙣𝙜 𝙎𝙚𝙭𝙪𝙖𝙡 𝙊𝙧𝙞𝙚𝙣𝙩𝙖𝙩𝙞𝙤𝙣."
Ia menatap sampulnya cukup lama sebelum meletakkannya di atas meja.
Entah kenapa, dadanya terasa berat.
Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya, tapi percakapan tadi terus berputar di kepalanya.
---
Maven Mysander
💬 ; "Jadi Andromeda tahu buku ini."
( bergumam pelan ,menutup matanya.)
💬; "Apa dia akan menganggapku aneh ?"
(Pikiran itu muncul tanpa bisa dicegah.)
---
Ia bukan tipe orang yang peduli dengan penilaian orang lain. Selama ini, ia terbiasa menghadapi pandangan skeptis atau komentar tidak mengenakkan.
Tapi kali ini... ada sesuatu yang berbeda.
Sesuatu dalam tatapan Andromeda yang membuatnya tidak nyaman.
Bukan tatapan jijik. Bukan juga tatapan kasihan.
Tapi seolah... Acha penasaran.
---
Maven Mysander
(menghela napas panjang, lalu memijat pelipisnya.)
💬; "Bodoh. Kenapa aku terlalu memikirkan ini?"
Maven Mysander
---
Ia meraih ponselnya, menatap layar yang masih menampilkan panggilan tak terjawab dari kontak bernama "N."
Namun, tanpa berniat menghubungi balik, ia meletakkan ponselnya kembali dan membiarkan pikirannya tenggelam dalam kebingungan yang enggan ia akui.
---
---
Begitu sampai di apartemennya, Acha langsung menjatuhkan diri ke sofa.
---
Raisya Andromeda (Acha)
💬; “Haaah...”
(menatap langit-langit dengan ekspresi lelah..Jantungnya masih berdebar, meski pertemuannya dengan Maven sudah berlalu.)
Raisya Andromeda (Acha)
💬; "Astaga, matanya tajam bange..." (gumamnya, mengingat bagaimana Maven menekannya tadi.)
Raisya Andromeda (Acha)
(Tapi kemudian, menarik napas lega.) 💬; "Setidaknya, buku itu memang untuk materi kuliah."
---
Acha pernah membaca buku yang sama di rumah Noah—sahabatnya, yang seorang gay.
Ia menatap langit-langit, pikirannya melayang ke ekspresi Maven tadi.
Sekilas, ada sesuatu di matanya.
Sesuatu yang sulit dijelaskan.
Bukan sekadar sikap dingin atau sarkasme biasa.
Tapi seolah... ada sesuatu yang disembunyikannya.
Sebelum Acha bisa memikirkan lebih jauh, ponselnya berbunyi.
Dan seolah alam semesta mendengar pikirannya—
---
---
𝙋𝙚𝙨𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙉𝙤𝙖𝙝📱
Noah:💬 "Gue udah di jalan ke apartemen lo. Ada makanan nggak?"
Acha tersenyum kecil dan langsung membalas.
Acha:💬 "Datang aja. Gue mau pamer figur anime baru gue!"
Noah: 💬"Nggak heran. Weeb detected."
Acha tertawa membaca balasan itu. Percakapannya dengan Noah membuatnya lupa akan kejadian tadi bersama Maven.
Untuk sementara, setidaknya.
---
Unit 710
Acha sudah menunggu sekitar 30 menit ketika akhirnya—
TING-TONG.
Suara bel menggema di unit apartemennya. Dengan langkah cepat, ia segera membuka pintu.
Di depan sana, Noah berdiri dengan senyum khasnya, mengangkat sekotak pizza favorit Acha di satu tangan dan beberapa minuman dingin di tangan lainnya.
---
Noah Alexander (Noah)
💬; "Look what I got for you, bestie!" ( menggoyangkan kotak pizza seperti harta karun.)
Raisya Andromeda (Acha)
(Dengan Mata yang langsung berbinar. ) 💬; "Omg, you're the best!"
---
Tanpa menunggu, Noah masuk ke apartemen seperti rumah sendiri, menjatuhkan diri ke sofa dengan santai. Acha mengikutinya, duduk di sampingnya, lalu buru-buru membuka kotak pizza. Aroma keju dan topping favoritnya langsung menguar.
Noah hanya tersenyum, memperhatikannya dengan tatapan yang lebih dari sekadar hangat.
---
Noah Alexander (Noah)
💬;"Lo masih sama aja, Cha," (Ucapnya tiba-tiba.)
Raisya Andromeda (Acha)
(yang sedang menggigit potongan pertama melirik Noah)💬; "Hah? Maksudnya?"
Noah Alexander (Noah)
(mengangkat bahu, mengambil sekaleng minuman dan membukanya dengan klik pelan.)💬; "Nggak tahu. Just… kayaknya gue pernah mikir, setelah malam itu, lo bakal berubah."
---
Tangan Acha yang memegang pizza sedikit menegang.
Malam itu.
Malam Prom Night, ketika ia menyatakan perasaannya pada Noah.
Dan Noah—dengan ekspresi penuh rasa bersalah—menolaknya.
"Maaf, Cha. Aku nggak bisa. Aku… aku gay."
Saat itu, dunia Acha sempat berhenti sebentar, tapi hanya sebentar. Karena setelah air mata pertama jatuh, ia sadar—Noah tetaplah Noah. Sahabatnya.
---
Raisya Andromeda (Acha)
(menelan makanannya, lalu menyengir, berusaha mencairkan suasana.) 💬; "Ya kali gue berubah jadi villain gitu? Jadi kayak…'Huh! Dasar Noah, penghancur hati! Gue kutuk lo jadi batu!'”
Noah Alexander (Noah)
(Terkekeh, melempar bantal sofa ke Acha. ) 💬; "Drama banget, sumpah."
---
Acha tertawa, tapi saat melihat Noah tersenyum, ada sesuatu di matanya. Seperti... kelegaan.
Sama seperti malam itu.
Noah sebenarnya takut. Takut kehilangan Acha. Takut kalau setelah dia jujur, Acha akan menjauhinya. Tapi nyatanya? Mereka tetap di sini. Masih sama, meski dengan kisah yang sedikit berbeda.
—
Beberapa menit kemudian…
Ruangan itu sejuk meski di luar cukup terik. Noah berjalan mendekati rak tempat Acha menyimpan figur anime kesayangannya, menatap satu per satu dengan senyum geli.
---
Noah Alexander (Noah)
(Memegang salah satu figur Anime milik Acha yang terbaru) 💬; "Jadi One Piece lagi koleksi terbaru lo?"
Raisya Andromeda (Acha)
(dirinya yang sedang bersila di karpet, menyesap minumannya.) 💬 ; "Hell yeah! Keren, kan? Ini limited edition, lho! Mau gue jelasin sejarahnya yang di Egghead Arc?"
Noah Alexander (Noah)
(Noah mengangkat tangan. )💬 ;"Pass. Tapi lo tetep weeb ya, nggak berubah."
---
Acha mendengus, tapi perhatiannya justru tertuju pada Noah. Sorot matanya sedikit berbeda. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang Noah sembunyikan.
Dia pura-pura nggak sadar, tapi… penasaran.
Suasana mendadak hening. Mereka seperti terjebak di dalam pikiran masing-masing.
---
Raisya Andromeda (Acha)
(akhirnya memutuskan untuk membuka suara.)💬; "Eh, No. Lo masih punya buku itu, nggak?"
Noah Alexander (Noah)
(menoleh.) 💬; "Buku?"
Raisya Andromeda (Acha)
(Duduk di Sofa dengan santai) 💬; "Yang Understanding Sexual Orientation itu. Gue pernah liat di rumah lo."
Noah Alexander (Noah)
(Sejenak, hanya diam. Dia berjalan kembali ke sofa dan duduk bersandar di sisi Acha) 💬; "Kenapa nanya?"
Raisya Andromeda (Acha)
(mengangkat bahu.) 💬; "Nggak tahu. Random aja kepikiran. Kenapa lo beli buku itu?"
Noah Alexander (Noah)
(memutar kaleng minumannya di tangan, ekspresinya sedikit melunak.)
💬; "Awalnya, buat diri gue sendiri. Waktu gue masih bingung sama perasaan gue. Tapi makin gue baca, makin sadar kalau buku itu bukan cuma buat orang yang struggling kayak gue. Itu juga buat orang lain yang pengen ngerti."
---
Acha menatapnya.
Noah menunduk, jemarinya mengetuk-ngetuk kaleng minuman di tangannya.
---
Noah Alexander (Noah)
💬; "Dulu gue pernah sampai nggak bisa tidur semalaman, kepikiran... Kalau gue jujur ke orang-orang, mereka bakal ninggalin gue nggak, ya?"
Noah Alexander (Noah)
(menghela napas berat, meneguk minumannya pelan.)
💬; "Apalagi waktu lo bilang suka sama gue. Gue panik, Cha. Bukan karena lo, tapi karena gue sadar… gue nggak bisa bales perasaan itu. Dan gue nggak mau nyakitin lo."
Raisya Andromeda (Acha)
(menggenggam tangannya sendiri, mencoba meredam sesuatu di dadanya. Dulu, dia memang sempat sakit hati. Tapi sekarang? Dia lebih ngerti Noah daripada siapa pun.)
💬; "Lo nggak sendirian, No. Gue di sini. Always."
Noah Alexander (Noah)
(menoleh, lalu terkekeh kecil. ) 💬; "I know. That's why I'm still here."
---
Dan di sana, tanpa perlu kata-kata lebih banyak, Acha bisa merasakan betapa berat perjalanan Noah selama ini. Tapi dia bersyukur, sahabatnya masih bisa tersenyum seperti ini.
---
---
Tak terasa sore pun tiba.
Langit berubah menjadi jingga, cahaya matahari yang masuk lewat celah jendela terasa hangat. Hembusan angin pelan mengingatkan mereka bahwa waktu terus berjalan.
---
Noah Alexander (Noah)
(meregangkan tubuhnya dan bangkit dari sofa.) 💬; "Gue cabut dulu, Cha. Thanks for the pizza moment."
Raisya Andromeda (Acha)
(berdiri, mengantarnya sampai pintu.)
---
Begitu Noah melangkah pergi, Acha melihat punggungnya yang semakin menjauh. Saat pintu lift terbuka dan Noah masuk ke dalamnya, mereka bertukar pandang untuk sesaat. Hingga Pintu lift menutup, membawa Noah pergi.
Acha menghela napas, lalu kembali masuk ke apartemennya—unit 710.
---
—
Di lorong yang sama, pintu unit 709 terbuka.
Maven keluar dan bersandar di dinding koridor, satu tangan di saku, satu tangan lagi menempelkan ponsel di telinga.
Cahaya jingga dari jendela koridor menerpa wajahnya, tapi ekspresinya tetap dingin. Hampa.
---
---
Saat dia berkata, 💬; “Aku juga merindukanmu,” suaranya begitu datar, seolah kata-kata itu hanya sekadar formalitas.
Tapi matanya—
Sesaat, matanya tampak kosong.
---
---
𝙏𝙤 𝙗𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙞𝙣𝙪𝙚𝙙...
---
Comments