Jatah Gagal

"Bajingan! Sakit banget!" Batinku.

Biasanya jika aku benar2 kesal, aku pasti menggertakkan gigi.

Tapi kali ini nggak bisa!

Behel sialan ini begitu menyiksa!

Aku bahkan susah makan!

Masa makan bubur terus tiap hari?

Enak sih rasa masakan emak gw, tapi kan warnanya itu loh!

Masa kayak tai begini?

Gw yang ngeliat pun mau muntah jadinya!

Terus gw makan apa?

Gw nggak bisa makan apa2 selain bubur!

Hiks!

Se-menyedihkan inikah hidup gw?

Liat aja!

Aku pasti makan enak2 begitu rasa sakit ini benar2 hilang!

Selama itulah aku harus pikirin gimana caranya bisa bener2 hasilin cuan!

Soalnya kalo ngandelin nabung doang, itu bakal membutuhkan waktu yang tak sedikit!

Aku butuh uang banyak dan wujudin targetku sebelum hari kematianku!

Jangan nyampe pas mati masih gembel begini tanpa ninggalin warisan apa2!

Aku masih bersikukuh gimana caranya ngehasilin cuan meski masih pelajar.

Meski begitu, hari ujian kenaikan sabuk semakin dekat.

Ya mau nggak mau aku harus menunda rencana itu dan fokus pada ujian bukan?

Jangan nyampe udah susah payah latihan gila2an berbulan2 malah harus ngulang lagi di tahun depan!

Hamparan rumput membentang luas.

Banyak jajanan di tepi lapangan.

Pagi2 aku datang saja sudah berharap bisa makan sebungkus nasi uduk.

Andai saja aku bawa uang lebih di kondisi ini!

Pasti aku tak akan gigit jari bukan?

"Oi! Liat geh kakek tua itu! Keliatannya killer tau! Gw berharap nggak diawasi dia!" Ucapku.

"Mana? Yang mana?" Tanya si kacamata.

"Ih! Itu loh! Yang pake baju nyentrik itu! Vibes nya serem sih! Jadi gw mikir kalo dia tuh pengawas killer." Ucapku.

"Aih! Ada2 aja Lo ini! Doa yok! Semoga kita berenam bisa lulus bareng2 biar bisa foto jedag-jedug!" Ucap si kacamata.

"Banyak bener mau Lo!" Ucapku.

"Yodah. Berarti Lo gak diajak foto ya?" Tanya si kacamata.

"Serah Lo dah." Ucapku.

Padahal kami udah siap dari pagi2 buta.

Yeah meski ada yang ngaret juga datengnya, tapi kami bisa ngumpul bareng.

Itu aja udah membuatku senangnya minta ampun!

Bagian paling seru tuh pas ngambil nomor ujian!

Haha!

Kayak bagi2 sembako tau!

"Sumpah dah! Panjang banget bacotannya? Panas pula lagi lah! Tau gitu gw bawa payung!" Ucapku.

"Lo gila ya? Disita ntar payung Lo!" Ucap si jangkung.

"Bodo amat. Coba Lo hadap sana! Gw mau nyender sekalian tidur juga." Ucapku.

Ya.

Aku memang benci jadi cewe yang menye2, makanya aku cuma bisa pinjam punggung temanku ini.

Mumpung sama2 cewe, nggak ada masalah kan?

Toh dia cuma beda setahun lebih tua doang kok!

"Gw khawatir sun screen gw luntur. Udah item nambah item pula!" Ucapku.

"Ya gpp lah. Yang penting kita lulus, dapet sertifikat, terus pake sabuk baru kan?" Tanya si bibir jontor.

"Iya sih..."

Kalo dipikir2...

Katanya teman tuh menentukan siapa diri kita.

Makin kesini, entah kenapa aku jadi lebih sering ngeluh ya?

Apa aku yang terlalu sensi ya?

Kayaknya nggak separah itu deh?

Tau ah!

Aku pusing memikirkannya!

"Eh? Dia nggak ngeliat gw tidur kan?" Batinku.

Aku deg2an.

Pengawas sepertinya melihatku memejamkan mata saat di sela2 sesi sit-up.

Nggak masalah kan?

Soalnya pengawasnya cuma ngeliat bentar langsung pergi entah kemana.

Aku ragu kalo dia pengawas bagian kami.

"476!"

"Kamu nomor berapa?" Tanya pengawas.

"452."

Hiks!

Dia manggil anak itu buat apaan?

Dia catet nomor2 peserta, bukan untuk kandidat yang pantas disingkirin kan?

Kenapa vibes pengawasnya pada serem2 sih?

Mana ini pertama kalinya ujian di luar kota lagi lah!

Aku takut!

"Kalian boleh istirahat!" Ucap pengawas.

Horey!

Bisa makan, bisa minum, bisa jajan.

Senangnya aku~

Oiya!

Aku kan harus pake balsem habis makan kan?

Ntar kalo pingsan gawat juga gw!

Aku melihat senior2 sibuk jualan sabuk baru.

Padahal sekolah nggak begitu ngasah keterampilan segitunya.

Gara2 event beginian, mereka bisa manfaatin kesempatan buat ngembangin diri, dapetin cuan, dan tuntasin misi ya?

Harus kuakui, keren juga mereka!

"Drone! Oi sumpit! Drone tuh! Ayok gaya dulu kita!" Ucap si bocil.

"Ogah."

"Kyaaa! Drone!" Teriak si gembul.

"Napa teriak2 di kuping gw sih?" Tanyaku.

Jika bisa jujur pada perasaanku, aku juga kagum ngeliat drone canggih begitu.

Bisa memantau keadaan dari jauh tanpa harus turun tangan.

Andai aku bisa punya uang banyak!

Mungkin suatu hari aku bisa beli drone dengan uangku sendiri!

Ya siapa tau?

Nungguin pengumuman tuh lama banget!

Untung aja kamu berenam lulus semua!

Hiks!

Ini benar2 mengharukan!

Gimana nggak mengharukan coba?

Kami berenam tumbuh besar dan berjuang bareng selama ini.

Persaingan?

Apa2an persaingan itu?

Sekalipun ada persaingan di antara kami, aku nggak masalah kalo harus mengalah sesekali.

Ngalah untuk beginian sih nggak apa lah ya?

Yang penting kan kasusnya bukan ngewujudin target gw.

"Rekor! Kita lulus!" Teriak si kacamata.

Iya.

Memang benar kami semua lulusnya berbarengan.

Tapi ini masih belum cukup.

Masih ada yang lebih besar dari sebatas ujian begini doang!

Aku harus ngelamar kerjaan secepatnya!

Sebelum benar2 terjun, aku membaca begitu banyak tips & trick dari platform2 medsos yang bertebaran.

Percobaan 1-9: Gagal

Percobaan 10: Gak dikasih kepastian

Percobaan 11-21: Gagal

Percobaan 22-25: Dipanggil wawancara, eh ditolak semua

Percobaan 26-42: Gagal

Percobaan 43-49: Dipanggil wawancara, dapet 4 doang

Terkadang semua ini begitu miris bagiku.

Aku susah payah rela ngelamar kerjaan, ditolak, gak memenuhi syarat, skill nggak mumpuni, pengalaman masih cetek, di-ghosting saat temen2 sepantaranku masih asyik dengan masa mudanya.

Tapi aku sadar.

Aku tidaklah sendirian.

Masih ada anak2 seumuran denganku yang memilih kerja meski hanya sampingan.

"Nak, kamu jadi lebih sering keluar rumah dan pulang kesorean." Ucap papa.

"Nih."

Aku menyodorkan hasil kinerjaku.

Semua riset yang aku temukan di lapangan dan segala target yang berhasil aku capai sejauh ini.

Kutunjukkan pada papa sejelas2nya.

"Kamu diterima kerja?" Tanya papa.

"Ya."

"Di 4 tempat?" Tanya papa.

"Ya."

"Baguslah karena kamu nggak nongkrong2 sana-sini!" Ucap papa.

"Ya iyalah. Masa anak papa temenan sama anak yang nggak bener? Ntar ketularan, susah perbaikinya!" Ucapku.

"Nah itu tau." Ucap papa.

"Mba nggak peduli. Cepat atau lambat, mama bakal tau kalo mba udah kerja. Dia pasti akan mulai berharap dapet uang bulanan dari anaknya. Mama lah ditanya! Bener kata papa. Dia mah orangnya nggak mau rugi sedikitpun!" Ucapku.

"Betul tuh!"

"Mba nggak janji, tapi mba bakal usahain kalo dapet gaji, mba sisihin sebagian terus ditransfer ke papa. Terserah mau dipake mama apa adek!" Ucapku.

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!