Bab 4

Sejak hari itu, Grace lebih sering mengunjungi kamar Ethan. Mereka biasa duduk bersama, menikmati teh hangat sembari membicarakan banyak hal. Namun, Ethan sendiri masih enggan keluar dari kamarnya. Ia menghabiskan hari-harinya hanya dengan membaca buku, tenggelam dalam keheningan dan pikirannya sendiri.

Suatu siang, para pelayan datang membawakan setumpuk pakaian mewah ke kamarnya.

"Ada apa ini?" tanya Ethan, terkejut melihat banyaknya pakaian yang dibawa masuk.

"Tuan Count membelikan semua ini untuk

Anda," jawab kepala pelayan dengan hormat.

"Untukku? Sebanyak ini?"

"Iya, Tuan."

"Memangnya ini tidak berlebihan?"

"Terimalah saja. Tuan menyuruh Anda untuk bersiap menghadiri makan malam." Pelayan itu menunduk hormat.

"Aku?" Ethan masih bingung dengan situasi yang tiba-tiba ini.

"Baiklah," ucapnya pasrah.

"Kalau begitu, segeralah bersiap, Tuan," ujar sang pelayan sebelum meninggalkan ruangan.

Ethan pun bersiap dibantu para pelayan. Setelah penampilannya rapi dan pakaian bangsawan melekat di tubuhnya, ia berdiri di depan cermin besar, memandangi bayangannya. Penampilannya kini tak ubahnya seorang bangsawan muda yang tampan dan berwibawa. Anehnya, ia merasa tak asing dengan dirinya yang seperti ini.

Didampingi pelayan, Ethan berjalan menuju ruang makan. Di sana, Count Etienne dan Grace telah menunggu.

"Kamu sudah datang, Ethan," sapa Count ramah.

"Iya, Tuan."

"Kamu tak perlu memanggilku 'Tuan',"

ucap Count sembari tersenyum.

"Bagaimana bisa aku lancang memanggil Anda tanpa sebutan kehormatan?"

"Tak apa. Panggil saja aku 'Paman', seperti Grace memanggilku."

"Apakah itu diperbolehkan?"

"Tentu saja. Sekarang, ayo kita makan."

Makan malam berlangsung hangat. Meski Ethan masih merasa asing, ia mencoba membaur. Ia tetap memanggil Count dengan sebutan 'Tuan' sebagai bentuk rasa hormat, walau telah diizinkan sebaliknya.

---

Sore itu, Ethan dan Grace berjalan santai mengelilingi kastel. Grace mengenalkan berbagai sudut dan ruangan di dalamnya. Langkah mereka terhenti di sebuah taman bunga.

"Ethan," ucap Grace, menatap mawar putih di hadapannya.

"Ya?"

"Tahukah kamu? Paman membangun taman ini untuk Bibi. Beliau sangat mencintai bunga. Mereka sering duduk di sini, minum teh bersama, dan terlihat bahagia… hingga akhirnya Bibi meninggal."

"Meninggal? Karena apa?"

"Racun," jawab Grace pelan.

"Racun? Bagaimana bisa?"

"Aku tidak tahu pasti. Paman tak pernah menceritakan detailnya. Yang jelas, racun itu dikonsumsi dalam jangka panjang."

"Jadi, bukan racun yang membunuh seketika. Tapi racun yang perlahan menyiksa dan membunuh..." gumam Ethan. "Seseorang pasti sengaja melakukannya."

"Benar. Pelayan yang meracuninya ditemukan, tapi ia memilih bungkam dan akhirnya bunuh diri. Sejak saat itu, Paman tak pernah berhenti menyalahkan dirinya."

Grace tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kesedihannya. "Maaf kalau aku banyak bicara."

Ethan hanya tersenyum, lalu memetik setangkai mawar putih dan menyematkannya di telinga Grace. "Tidak apa-apa. Kamu pasti sedih melihat Count selalu menyalahkan dirinya. Itu karena kamu sangat menyayanginya."

Grace tersipu. Tak ada yang pernah mendengarkan ceritanya seperti Ethan. Ia merasa nyaman. "Terima kasih."

"Ayo, aku akan mengajakmu ke tempat latihan para kesatria," sambung Grace.

Mereka melangkah menuju tempat latihan. Di sana, para kesatria sedang berlatih dengan semangat. Suara pedang beradu menggema.

"Ini tempat latihan para kesatria. Mereka menghormati Paman sepenuh hati. Meski

tegas, Paman sangat menghargai mereka," jelas Grace.

Tiba-tiba, kepala Ethan terasa nyeri hebat. Suara dengungan memenuhi telinganya. Ia menggenggam kepalanya, dan seketika itu, ingatan masa lalu muncul bagai kilatan petir.

"Hei! Lihat, itu komandan!" ujar seorang kesatria dalam ingatan itu.

"Abel, jaga sopanmu. Sekarang dia adalah Grand Duke," tegur rekannya.

"Sudahlah, itu hanya gelar," ucap Ethan dalam ingatan, dengan suara rendah namun penuh wibawa.

"Dia adalah penguasa wilayah Utara Kekaisaran Verhant!" seru Alex, kesatria

lainnya.Kemudian para kesatria membentuk barisan, Alex memimpin dan menunduk hormat. "Hormat kami pada Yang Mulia Grand Duke Dawson, Perisai dan Pedang Kekaisaran Verhant, Pelindung wilayah Utara. Semoga keselamatan dan kejayaan menyertai Anda!"

Ethan dalam ingatan itu pun menghunus pedangnya, menyentuh pundak Alex. "Aku, Ethan Clark Dawson, menerima hormat kalian. Bersumpahlah untuk melindungi wilayah Utara dengan jiwa dan raga kalian!"

Para kesatria menjawab serempak, "Kami bersumpah!"

Namun suara itu segera menghilang,

digantikan kembali oleh dengungan menyakitkan di telinga Ethan.

"Argh!" teriaknya, jatuh tersungkur.

"Ethan!" Grace panik, mencoba menahannya. "Apa yang terjadi?!"

Ia segera memanggil Sir Leon yang sedang berlatih. "Tolong aku!"

Sir Leon datang dan membawa Ethan ke kamar. Ethan ditempatkan di atas kasur, dan Grace segera menyelimutinya.

"Napasnya terengah-engah... aku harus panggil dokter," ucap Grace.

Namun, tangan Ethan menggenggamnya lemah. "Maaf… merepotkanmu lagi."

Grace membalas genggaman itu. "Aku tidak pernah merasa direpotkan." Ia menatap wajah Ethan yang pucat, lalu berbisik, "Sekarang istirahatlah. Aku akan panggil dokter."

---

Setelah diberi obat penenang, Ethan tidur cukup lama. Ia terbangun tengah malam. Kamarnya gelap, dan Grace yang tadi menemaninya sudah tak terlihat.

Kepalanya sudah tak terlalu sakit, tapi pikirannya kacau. Ingatan yang kembali itu terasa terlalu nyata.

"Aku harus tahu kebenarannya."

Dengan langkah goyah, ia berjalan

menyusuri lorong kastel yang sepi. Di tengah jalan, seorang kesatria menghadangnya.

"And—Anda mau ke mana malam-malam begini?"

"Aku ingin bertemu Count Etienne."

"Untuk apa?"

"Bukan urusanmu. Kalau tak ingin menunjukkan jalan, menyingkirlah."

Kesatria itu diam sejenak, lalu membalik badan. "Ikuti aku."

Mereka sampai di ruang kerja Count. Setelah membuka pintu dan memberi hormat, kesatria itu berkata, "Tuan, ada seseorang yang ingin bertemu Anda."

"Siapa tengah malam begini?"

"Beliau ingin bicara langsung."

Count terdiam. Kata "beliau" sudah cukup menjelaskan siapa yang datang. "Suruh masuk."

Ethan melangkah masuk.

"Kau datang malam-malam begini, ada apa?" tanya Count tenang.

"Tuan, apakah Anda tahu siapa aku sebenarnya?"

"Ya."

"Aku ingin memastikannya."

"Kalau begitu, siapa kau menurutmu?"

Ethan menatap lurus. "Aku adalah Grand Duke Ethan Clark Dawson. Penguasa wilayah Utara Kekaisaran Verhant."

Count mengangguk. "Benar. Salam hormat saya pada Perisai dan Pedang Kekaisaran Verhant."

Ethan tertawa pelan, getir. "Hah... tidak mungkin. Ini semua... tidak masuk akal."

Kakinya goyah. Count hendak membantunya berdiri, tapi Ethan menepisnya.

"Aku baik-baik saja. Kita lanjutkan pembicaraan ini besok. Terima kasih, Tuan."

Ethan pergi, meninggalkan Count yang kini

dihantui rasa bersalah.

---

"Sial. Semua ini... ini dunia novel," pikir Ethan. "Novel yang pernah kubaca waktu SMA. Judulnya... Lady, Please Don’t Leave Me."

Ethan tak habis pikir. "Kenapa harus aku? Apa karena namaku sama? Atau ada alasan lain?"

Tanpa sadar, kakinya membawanya ke tempat latihan. Saat ia hendak kembali, suara langkah mencurigakan terdengar. Ia menggenggam pedang tergeletak dan bersiaga.

"Siapa di sana?!"

Tiba-tiba, serangan datang dari belakang. Ethan membalik dan menangkis pedang penyerang itu, lalu menodongkan pedangnya ke leher musuh.

"Berani sekali menyusup ke kediaman bangsawan."

"Sudah tentu. Aku datang untuk membunuhmu!" sahut pria itu dengan senyuman bengis.

Ethan menebasnya tanpa ragu.

"Sialan! Ternyata kau memang Grand Duke yang kejam itu!"

"Apa salahnya kejam untuk melindungi diri sendiri?"

Satu per satu musuh datang. Ethan terus melawan tanpa ampun.

"Benar-benar memuakkan. Sudah seperti adegan di novel!" geramnya.

Aura merah kebiruan muncul dari tubuhnya. Sorotan matanya berubah tajam, membara.

"Jika kalian ingin mati, datanglah. Tapi bersiaplah untuk tidak kembali!"

Terpopuler

Comments

@$$@$!π

@$$@$!π

kopi biar semangat

2022-12-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!