Sesampainya di kediaman Count Etienne, Grace segera turun dari kereta kuda. Wajahnya tegas namun cemas.
“Sir Leon, segera panggilkan dokter terbaik. Ia membutuhkan perawatan,” perintahnya cepat.
Ia lalu menoleh ke kesatria lain yang setia mendampinginya.
“Sir Rocco, bawa pria ini ke kamar tamu. Perlakukan ia dengan hati-hati.”
“Tapi, Nona... siapakah dia? Mengapa Anda membawanya ke sini? Jika Tuan mengetahui hal ini, beliau pasti murka,” ucap Sir Rocco, ragu dan penuh kekhawatiran.
“Biarkan urusan paman menjadi tanggung jawabku. Kalian tak perlu cemas.” Grace menatap keduanya. “Aku tahu apa yang kalian takutkan. Tapi aku takkan membiarkan kalian jadi sasaran amuk pamanku,” ujarnya dengan nada tenang namun tegas. Ia melirik ke arah Sir Leon. “Lagipula... aku tak sekejam itu untuk menebas kepala seseorang hanya karena rasa takut.”
“Nona... apakah Anda bisa membaca pikiran?” tanya Sir Leon, sedikit gugup.
“Kurang lebih begitu. Tapi kita tak punya waktu untuk basa-basi. Cepat panggil dokternya.”
“Baik, Nona,” balas Sir Leon, segera melangkah pergi.
---
Eryk Cyrilo Etienne, Count dari wilayah Etienne, adalah salah satu bangsawan paling berpengaruh di Kekaisaran Verhant. Dalam bidang pertahanan maupun perdagangan, namanya dihormati. Ia selalu mengirimkan pasukan terbaik ke medan perang, dan jasanya dalam bidang ekonomi sangat membantu kestabilan negara.
Sementara itu, Grace Ilona Xavier adalah putri ketiga dari Marquess Isak Louis Xavier, seorang bangsawan besar Kekaisaran. Namun, tidak seperti kedua kakaknya yang memiliki kemampuan luar biasa—kakak perempuannya mampu memanggil spirit sejak usia lima tahun, dan kakak laki-lakinya mengendalikan mana dengan sempurna—Grace dianggap tak memiliki bakat istimewa. Itulah
sebabnya ia sering diabaikan oleh orang tuanya.
Count Etienne, yang merupakan adik tiri Marquess Xavier dari istri kedua, merasa iba kepada Grace. Sepuluh tahun lalu, di taman belakang kastel Xavier, ia pernah berkata:
“Kakak, izinkan aku membawa Grace ke wilayahku.”
“Ambil saja anak tak berguna itu,” jawab sang kakak tanpa peduli.
“Bagaimana bisa kau berkata begitu? Ia putrimu,” ucap Etienne geram.
“Ia bukan bagian dari keluarga ini. Kau pun tahu, dia tidak memiliki kemampuan darah Xavier.”
“Masih terlalu dini untuk menyimpulkan itu,” balas Etienne dengan nada dingin. “Jika benar ia tak berguna, coret saja namanya dari keluarga. Aku akan mengangkatnya sebagai putriku sendiri.”
“Kau bicara begitu karena istrimu tak bisa memberimu keturunan? Terserah kau. Tapi jangan berharap aku mengizinkanmu menyematkan nama keluarga padanya.”
Etienne menahan amarahnya. Ia bangkit berdiri.
“Baiklah. Tapi kelak, jika dia menjadi seseorang yang penting, jangan katakan aku tak pernah mengingatkannya.”
Sejak saat itu, Count Etienne membawa Grace keluar dari kastel yang selama ini
bagai neraka baginya.
---
Di kamar tamu, dokter sedang memeriksa luka-luka pria misterius yang diselamatkan Grace. Sementara itu, Grace menuju ruang kerja pamannya, Count Etienne, untuk memberikan penjelasan.
Sesampainya di sana, Grace masuk dengan senyum hangat.
“Paman, bagaimana kabar paman hari ini?”
“Sudah datang rupanya. Duduklah, aku sudah siapkan teh.”
Mereka duduk saling berhadapan. Setelah menyeruput teh, Count Etienne membuka
percakapan.
“Grace, kenapa kau membawa orang asing ke sini? Kau tahu aku tak suka orang luar menginjakkan kaki ke kediaman ini.”
“Maaf, Paman. Tapi... apakah aku harus menutup mata ketika melihat seseorang sekarat di depan mataku?” jawab Grace pelan, namun mantap. “Lagipula, dari penampilannya, dia tak tampak seperti rakyat biasa. Ia tampak seperti bangsawan.”
“Justru karena itu. Kita tak tahu siapa dia dan apa tujuannya.”
“Jika ia berbahaya, aku akan bertanggung jawab.”
“Bertanggung jawab? Dengan cara apa?”
“Aku akan menyuruhnya pergi. Dan... jika Paman masih merasa keberatan, aku akan meninggalkan kediaman ini dan kembali ke Kastel Xavier. Aku takkan menginjakkan kaki ke sini lagi.”
Count Etienne terdiam sejenak. Kata-kata itu mengejutkannya.
“Jangan kira ancaman seperti itu akan melunakkan hatiku,” tegasnya.
“Aku tidak mengancam. Aku hanya berkata jujur. Lagipula, aku berada di sini karena Paman yang membawaku keluar dari kegelapan masa kecilku.”
Grace kemudian mengeluarkan topeng pria misterius itu dan meletakkannya di meja.
“Ini... topeng yang menutupi wajahnya. Ada
ukiran aneh yang tak kupahami. Mungkin Paman bisa.”
Count Etienne tertegun. Ia menatap topeng itu lama, lalu menatap Grace yang telah berdiri.
“Jika tak ada hal lain, saya mohon pamit.”
Ia membungkuk sopan dan meninggalkan ruangan. Etienne hanya memandangi kepergiannya, sambil tersenyum kecil.
“Rasanya baru kemarin kau berlari kecil di halaman... Sekarang kau telah tumbuh menjadi gadis yang berani mengambil keputusan.”
---
Di kamar, Grace duduk di sisi tempat tidur pria itu. Ia memandangi wajahnya yang tenang, lalu mengelus rambutnya.
“Setelah kupandangi berkali-kali... kau memang tampan. Apa yang kau alami hingga tubuhmu terluka seperti ini?” bisiknya lirih.
“Ayo bangun... dan jadi temanku. Aku ingin tahu siapa dirimu sebenarnya... dan siapa yang melukaimu.”
Tak lama, ia tertidur dalam posisi duduk, dengan kepala bersandar di sisi ranjang.
---
Sementara itu, pria bertopeng itu mulai membuka mata.
‘Dimana aku…?’
Kepalanya terasa berat. Ia menoleh dan melihat seorang gadis tertidur di sampingnya. Rambut biru langitnya menyebar indah di atas bantal.
‘Siapa dia...? Apa dia yang menyelamatkanku?’
Ia menatap keluar jendela.
‘Aku... siapa aku sebenarnya...?’
Kepalanya berdenyut hebat. Ia kembali memejamkan mata, tenggelam dalam gelombang rasa sakit.
---
Malam itu, Grace dibangunkan oleh Sir Leon.
“Nona... mohon bangun.”
Grace menggeliat dan membuka mata, “Hmm... Sir Leon? Ada apa?”
“Count ingin makan malam bersama Anda. Beliau bilang ada hal penting yang ingin dibicarakan.”
“Baiklah... sampaikan aku akan bersiap.”
Ia menoleh sebentar pada pria yang masih tertidur, lalu menutup pintu dengan perlahan dan meninggalkan kamar.
---
Di ruang makan, hanya ada Count Etienne dan Grace.
“Grace, kau boleh merawat pria itu hingga ia sembuh,” ucap Count sambil menaruh garpu.
Grace menatapnya penuh harap. “Paman serius?”
“Ya. Dugaanmu benar, dia seorang bangsawan. Selama masa pemulihan, aku akan menyelidiki identitas aslinya.”
“Paman sudah tahu siapa dia?”
“Kurang lebih. Aku ingin memastikan sebelum bertindak lebih jauh.”
“Terima kasih banyak, Paman! Paman
memang yang terbaik!” seru Grace, senang bukan main.
“Sekarang makanlah. Jangan pikirkan yang lain dulu.”
Malam itu, makan malam berjalan damai dan penuh harapan. Tak ada yang tahu... bahwa awal dari takdir besar baru saja dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments