Jogja Pada Suatu Masa

Jogja Pada Suatu Masa

1. Jogja 1990

Si Denok melewati jalan Gejayan, ... menelusup santai masuk gang kecil di depan IKIP Sanata Dharma Jogja, lalu berhenti di salah satu rumah kost sederhana setelah memasuki kampung Samirono.

Kebanyakan rumah kost di kampung itu masih berupa bangunan semi permanen, menyesuaikan kemampuan sewa penghuninya.

Sebagian besar kamar yang ada berisi mahasiswa menengah ke bawah kampus IKIP Karangmalang dan Sanata Dharma yang mengapit kampung itu.

Salah satu rumah berdinding separuh bata separuh gedheg itu terlihat sepi saat Seti mematikan si Denok dan memarkir di sudut halamannya.

Di rumah itulah Seti kost ....

Ada tiga kamar di rumah kost itu yang juga tidak terlalu jauh dari kampus fakultas teknik Seti.

Kamarnya ada di deret paling ujung Selatan, berdekatan dengan warung makan pemilik kost.

Kamar yang teduh ternaungi pohon sawo besar, mengingatkan keteduhan rumah joglo yang sudah sebulan ini ditinggalkan Seti.

...***...

Jogja jadi pilihan kuliah Seti setelah kelulusan SMA-nya bersama Joe, dan Asri ....

Hening berpisah dengan tiga karibnya itu, memilih petualangan barunya di Jakarta.

Lalu Bening dan Joko menikah. Sementara Seto masih setia menikmati dengan pelayarannya.

Seperti roda pedati, lintasan persinggungan cerita hidup terus berputar dan terpahat di benak Seti.

Waktu terus berlalu, mengikut kedekatan Seti dengan Joe, Asri, dan Hening.

Bersama mereka, cerita menjadi dewasa itu terus melaju ....

...***...

Percikan air sumur yang ditimbanya di belakang kamar menyegarkan wajah lelah Seti.

Kepenatan setelah seharian mengikuti Ospek dan penataran P4 di kampus terobati.

Menyeka sisa air yang menempel di wajahnya dengan handuk, Seti beringsut masuk ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas tikar pandan yang digelar di dekat pintu.

Aliran udara segar dari pintu yang terbuka lebar, membuatnya merasa betah untuk berlama-lama di sudut itu. Sudut yang paling memberinya kemewahan sepulang dari kampus untuk melepas lelah.

Sambil berbaring, surat Hening yang baru diterimanya mulai dibaca perlahan.

Memelototi baris demi baris tulisan tangan yang mengusik lagi ingatan masa lalunya.

Harum wangi tubuh dan nafas kedekatan Hening seperti muncul di sudut kamar lewat aroma kertas surat yang ada di tangannya.

Untaian tulisan tentang keadaannya yang baik-baik saja di sela kesibukan persiapan kuliah mengungkapkan keseriusan Hening dengan petualangannya di Jakarta.

Berdesak desakan naik mikrolet dari kost-nya ke kampus. Makan di warteg bareng teman kost-nya sampai kenalan baru runtut diceritakan dalam surat itu.

Tentu saja pertanyaan Seti yang sedang ngapain saat menerima suratnya juga ditanyakan Hening .... Tentang Joe dan Asri tak lupa disinggungnya di baris akhir suratnya.

Menanyakan apakah mereka sudah saling bertemu di Jogja.

Seperempat jam membaca lima lembar kertas tulisan Hening menambal ruang rindu Seti.

Nanti malam dirinya berencana membalas surat itu, ... tak sabar menceritakan kampus dan kost-nya di Jogja, dan tentu saja tentang kabar Joe serta Asri yang sampai sekarang belum sempat dikunjunginya.

...***...

Kost Joe sebenarnya tak terlalu jauh. Tetapi jadual padat Ospek dan penataran P4 menyita waktu Seti untuk menemui Joe.

Sedangkan tentang kost Asri juga belum sempat dicarinya selama di Jogja.

Gemerlap malam Jogja saat pertama kali makan malam di angkringan bersama teman baru di kost sebenarnya sudah mengusik hati Seti untuk mengajak si Denok berkeliling menjelajah pelosok-pelosoknya.

Tentu saja juga secepatnya melampiaskan keinginan hatinya untuk mencari kost Asri dan menemuinya.

Sayangnya minggu-minggu ini waktu Seti habis di kost dan kampusnya saja. Bahkan pakaian kotornya yang belum sempat dicuci masih bertumpuk di ember sudut kamar.

Semua keinginan hatinya masih terpendam.

...***...

Makan di Jogja tidak terlalu menguras bekal Seti.

Nasi dengan sayur lima puluh rupiah. Tambah tempe goreng dan tahu lima puluh rupiah. Masih ada sisa dua puluh lima ribu sampai sampai akhir bulan jika Seti berhemat dengan pengeluarannya.

Masih jelas pesan Ibu saat memberikan uang bekal satu bulan menjelang keberangkatannya ke Jogja.

"Ini empat puluh ribu dari mas-mu Set. Dicukup-cukupkan sampai kiriman berikutnya,"

"Terimakasih bu, itu sudah lebih dari cukup buat makan satu bulan,"

"Kalau kurang jangan berhutang. Langsung pulang saja,"

Tak mau membantah pesan itu, kebutuhan setiap bulan di Jogja sudah dihitung Seti dengan cermat.

Dari biaya makan, beli sabun, bensin si Denok, sampai bayar listrik disampaikan kepada Seto kakaknya, diluar uang kost satu tahun dan belanja buku.

Kost Seti yang sebesar seratus dua puluh ribu setahun sudah dibayar kakaknya di awal. Jadi Seti tinggal mengatur pengeluaran bulanannya.

Seto mulai mengajarkan adiknya untuk menghargai uang dan tentu saja waktu.

Untungnya Seti tidak terlalu suka merokok dan jajan yang tidak perlu. Main billiard, nongkrong di warung kopi seperti masa SMA-nya bersama Joe dibuangnya dari daftar pengeluaran bulanan.

...***...

Setelah mandi sore yang kini benar-benar menghilangkan lelahnya, Seti berganti baju sambil memandang cermin di depannya.

Rambut kucirnya sudah hilang berganti potongan cepak satu senti sesuai aturan sekolah teknik kedinasannya.

Tertawa sendiri memandang wajah lucunya. Seti membayangkan apa kata-kata Asri dan Hening jika foto-fotonya selama Ospek dan Penataran P4 dilihat mereka. Sudah direncanakan-nya untuk mengirimkan foto-foto itu secepatnya kepada mereka.

Puas bercermin dan merasa lapar. Seti bergegas menuju warung makan mbah Jum, yang juga pemilik rumah kost itu.

Mbah Jum janda tak punya anak sepantaran Nenek. Suaminya meninggal 10 tahun lalu.

Harga murah meriah kelas mahasiswa IKIP di warung makan mbah Jum membuat warung itu tak pernah sepi.

Dari situlah selain dari uang sewa kost, mbah Jum mendapatkan hasil untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri.

Apalagi mbah Jum terkenal sangat ramah dan dekat dengan semua anak kost yang ada di sekitaran kampung Samirono atau pelanggan warungnya.

Seti sudah merasa betah kost itu, kripik dan gethuk goreng oleh-oleh pemberian Ibu kepada mbah Jum yang dibawanya ketika awal kedatangannya membuatnya paling dekat dan dikenali mbah Jum.

"Sini cah bagus, ... ambil sendiri makan-0mu," ujar mbah Jum melihat kedatangan Seti.

"Ya mbah, ... aku mau buat kopi dulu. Kayaknya belum seger kalau seharian belum nyicipin kopi tubruk si-mbah."

Mbah Jum tertawa keras. Sirih yang dikunyahnya hampir terlompat di antara gigi ompongnya menanggapi kata-kata Seti.

"Kamu itu kayak mbah lanang saja Set... kalau belum ngopi lemes," masih terkekeh mbah Jum menyinggung mendiang suaminya dulu.

Kedekatan keduanya mengakrabkan obrolan mereka setiap hari jika Seti sudah datang ke warung.

Biasanya sampai jam delapan malam Seti menemani mbah Jum. Membantunya menutup warung makan setelah warung mulai sepi. Lalu mengumpulkan sampah sisa makanan ke dalam kresek yang setiap pagi dipakai buat pakan ayam-ayam peliharaan mbah Jum setelah semuanya dirasakan beres.

Walau mbah Jum bersikeras tak mau menerima pembayaran makan-nya, Seti tetap saja meninggalkannya di meja sesudah selesai menutup warung.

Kehangatan rumah Nenek kini tergantikan di rumah kost mbah Jum.

...***...

"Sesuk kuliah pagi le ?" Mbah Jum bertanya kepada Seti yang sedang mengumpulkan sisa-sisa makanan dari piring yang bertumpuk seperti kebiasaannya.

Malam ini warung mbah Jum sangat ramai. Anak-anak baru rupanya sudah mulai betah makan di warung itu.

"Sore mbah, kuliah pertama,"

"Hati-hati motormu, jangan parkir sembarangan," mbah Jum mengingatkan Seti untuk menjaga si Denok hati-hati.

"Iya mbah ... di kampus juga pakai karcis,"

"Dulu yang kost di kamarmu hilang motornya waktu di kampus... mesakke,"

"Ketemu nggak mbah ?"

"Nggak sampai dia lulus," kata mbah Jum, ... "Eh yang kost di kamarmu itu selalu waskita loh le," sambung mbah Jum lagi.

"Apa itu mbah ?"

"Ditajamkan penglihatannya, ... dimudahkan segala urusannya kemudian .... Semuanya lulus dan sudah pada kerja loh Set. Ada yang jadi guru dan insinyur ...." Kata mbah Jum lagi di sela melayani pelanggan terakhirnya.

Setiap cerita baru di rumah kost mbah Jum selalu menyenangkan Seti dan membuatnya semakin merasa nyaman tinggal di situ.

Keinginan memasang lukisan Mercu Suar di anyaman gedheg dindingnya yang sempat terbersit, membuat Seti teringat surat Hening yang harus dibalasnya.

Dirinya bergegas pamit kepada mbah Jum setelah menutup pintu warung dan meninggalkan uang makannya di meja.

 -------------------------

*Gedheg : anyaman dari bambu

*Kripik : panganan dari tempe tipis yang digoreng kering.

*le : panggilan akrab kepada anak laki-laki yang masih muda dalam bahasa Jawa.

Terpopuler

Comments

sweet❤️

sweet❤️

Semangka
Ceritanya bagus

2023-09-30

1

Setia R

Setia R

haha, zaman 90an!🤓🤓🤓🤓

2023-09-23

1

Maria_dwi90

Maria_dwi90

keren kk,

2023-07-24

1

lihat semua
Episodes
1 1. Jogja 1990
2 2. Cerita Baru Di Jogja
3 3. Teman Baru Jogja
4 4. Kedekatan di Jogja
5 5. Hangat Di Jogja
6 6. Lapak Malioboro
7 7. Perempuan Mantrijeron
8 8. Dari Tepus ke Banjarejo Tanjungsari
9 9. Dari Banjarejo ke Drini
10 10. Malioboro
11 11. Menunggu Saat Yang Tepat
12 12. Ungkapan Rasa
13 13. Jakarta
14 14. Kesulitan Pertama
15 15. Pulang
16 16. Kesulitan Kedua
17 17. Lawan
18 18. Konsekuensi
19 19. Keluar Dari Kesulitan Pertama
20 20. Dari Jakarta Sampai Ke Jogja
21 21. Rumah Wirobrajan
22 22. Tentang Kejujuran
23 23. Tentang Cinta dan Kebencian
24 24. Persinggungan Lapak Malioboro dan Sanggar Seni Ancol
25 25. Tentang Kejujuran dan Kepercayaan
26 26. Sesuatu Yang Seharusnya Tak Perlu Diceritakan
27 27. Tentang Keterbukaan Hati
28 28. Kerinduan
29 29. Sebuah Lorong Waktu
30 30. Isi Hati
31 31. Kembali Ke Banjarejo
32 32. Dari Beringharjo Ke Pulau Drini
33 33. Jalinan Cerita Baru
34 34. Sanggar Taji
35 35. Februari 1995
36 36. Rangkaian Pertanda
37 37. Tentang Niatan
38 38. Tentang Cinta
39 39. Noda Di Hari Minggu
40 40. Tentang Ruang Dan Waktu
41 41. Awal Sebuah Dendam
42 42. Naluri Dan Insting
43 43. Pelajaran Hidup Menjadi Dewasa
44 44. Jangan Mundur !
45 45. Perjalanan Selanjutnya
46 46. Awal Hari Baru
47 47. Kegundahan
48 48. Kegundahan
49 49. Membuka Diri
50 50. Kembali Ke Wonosari
51 51. Tekad Perlawanan
52 52. Singgah Di Rumah Banjarejo
53 53. Terima Kasih
54 54. Tentang Hati Yang Bersyukur
55 55. Waktu Tak Pernah Kembali
56 56. Persinggungan Sisi Gelap Di Jogja
57 57. Dilema
58 58. Rencana Pembalasan
59 59. Menjelang Pelepasan
60 60. Strategi Kawan dan Lawan
61 61. Tentang Cinta Dan Rencana Sesudahnya
62 62. Cerita Senja
63 63. Tentang Adab Dan Keberuntungan Pekerjaan
64 64. Kelegaan Perpisahan
65 65. Dunia Baru
66 66. Dari Kokap Ke Panjatan Kulon Progo
67 67. Penghujung 1998
68 68. Tanah Panjatan
69 69. Tentang Keinginan
70 70. Kedekatan Dan Perpisahan
71 71. Dari Wates Ke Petanahan
72 72. Permainan Baru
73 73. Ambal
74 74. Kerumitan Di Petanahan
75 75. Sebab Pertarungan Di Ambal
76 76. Akhir Pertarungan
77 77. Menanti 1999
78 78. 1 Januari 1999 Di Tanah Panjatan
Episodes

Updated 78 Episodes

1
1. Jogja 1990
2
2. Cerita Baru Di Jogja
3
3. Teman Baru Jogja
4
4. Kedekatan di Jogja
5
5. Hangat Di Jogja
6
6. Lapak Malioboro
7
7. Perempuan Mantrijeron
8
8. Dari Tepus ke Banjarejo Tanjungsari
9
9. Dari Banjarejo ke Drini
10
10. Malioboro
11
11. Menunggu Saat Yang Tepat
12
12. Ungkapan Rasa
13
13. Jakarta
14
14. Kesulitan Pertama
15
15. Pulang
16
16. Kesulitan Kedua
17
17. Lawan
18
18. Konsekuensi
19
19. Keluar Dari Kesulitan Pertama
20
20. Dari Jakarta Sampai Ke Jogja
21
21. Rumah Wirobrajan
22
22. Tentang Kejujuran
23
23. Tentang Cinta dan Kebencian
24
24. Persinggungan Lapak Malioboro dan Sanggar Seni Ancol
25
25. Tentang Kejujuran dan Kepercayaan
26
26. Sesuatu Yang Seharusnya Tak Perlu Diceritakan
27
27. Tentang Keterbukaan Hati
28
28. Kerinduan
29
29. Sebuah Lorong Waktu
30
30. Isi Hati
31
31. Kembali Ke Banjarejo
32
32. Dari Beringharjo Ke Pulau Drini
33
33. Jalinan Cerita Baru
34
34. Sanggar Taji
35
35. Februari 1995
36
36. Rangkaian Pertanda
37
37. Tentang Niatan
38
38. Tentang Cinta
39
39. Noda Di Hari Minggu
40
40. Tentang Ruang Dan Waktu
41
41. Awal Sebuah Dendam
42
42. Naluri Dan Insting
43
43. Pelajaran Hidup Menjadi Dewasa
44
44. Jangan Mundur !
45
45. Perjalanan Selanjutnya
46
46. Awal Hari Baru
47
47. Kegundahan
48
48. Kegundahan
49
49. Membuka Diri
50
50. Kembali Ke Wonosari
51
51. Tekad Perlawanan
52
52. Singgah Di Rumah Banjarejo
53
53. Terima Kasih
54
54. Tentang Hati Yang Bersyukur
55
55. Waktu Tak Pernah Kembali
56
56. Persinggungan Sisi Gelap Di Jogja
57
57. Dilema
58
58. Rencana Pembalasan
59
59. Menjelang Pelepasan
60
60. Strategi Kawan dan Lawan
61
61. Tentang Cinta Dan Rencana Sesudahnya
62
62. Cerita Senja
63
63. Tentang Adab Dan Keberuntungan Pekerjaan
64
64. Kelegaan Perpisahan
65
65. Dunia Baru
66
66. Dari Kokap Ke Panjatan Kulon Progo
67
67. Penghujung 1998
68
68. Tanah Panjatan
69
69. Tentang Keinginan
70
70. Kedekatan Dan Perpisahan
71
71. Dari Wates Ke Petanahan
72
72. Permainan Baru
73
73. Ambal
74
74. Kerumitan Di Petanahan
75
75. Sebab Pertarungan Di Ambal
76
76. Akhir Pertarungan
77
77. Menanti 1999
78
78. 1 Januari 1999 Di Tanah Panjatan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!