Seti dan Asri beranjak dari Alun-alun Selatan dengan kegembiraannya.
Keduanya entah kebetulan atau bagaimana bisa melewati sepasang beringin Kyai dan Nyai Daru dengan isi hati masing-masing.
Isi hati yang masih saling menunggu diungkapkan setelah melewati beberapa persangkaan.
Sebagian topan beliung rindu keduanya masih tertahan dalam ruang hatinya, masih bertahan membiarkan angin itu mereda terhempas kebersamaan di Jogja.
Tak mau terperangkap lagi dalam keterburuan tindakan, ada kehati-hatian melepaskan ruang yang penuh sesak kerinduan membuncah mengisi dada.
Melewati kemacetan kampung Langenastran si Denok melaju pelan ke arah Mantrijeron.
Berboncengan rapat , kepala Asri bersandar di bahu Seti. Ada kesenangan lain dalam hati keduanya.
Sepanjang kampung itu, Seti menengok kanan kiri.
"Mau kuajak ke warung angkringan As ?" Ajak Seti.
"Warung apa itu ?" Asri balik bertanya.
"Warung murah meriah, ... ahahaha .... Anak kost Jogja menyebutnya warung sego kucing. Kalau kamu mau kita pesan teh jahe di situ."
"Sego kucing ? .... Hiiiy .... pake daging kucing ?"
"Ahahaha, ... gaklah, ... ntar kan kamu tahu."
"Mauuuu .... Kayak apa sih warungnya." Ujar Asri yang ingin segera tahu tentang angkringan yang baru didengarnya.
...***...
Beberapa saat setelah menyusur jalan Langenastran, ... akhirnya Si Denok berhenti di depan sebuah trotoar.
Terlihat tenda berdiri di belakang trotoar yang mengatapi gerobag kayu jati beroda becak dengan lampu teplok dan dua bangku panjang yang saling berhadapan.
Dua ceret besar dengan tungku arang terlihat di atas gerobag itu. Di atasnya, tumpukan nasi berbungkus daun pisang, jejeran tahu dan tempe bacem, sate telur puyuh, sate usus, sate jeroan ayam, beberapa jajanan desa, dan ketan tersaji rapi.
Itulah warung angkringan yang dituju Seti.
Tentang warung angkringan, ... yang biasa ngangkring pasti paham keramahan pedagang warung angkringan Jogja yang kebanyakan berasal dari Bayat Klaten.
Ditambah harga jajanan dan minuman yang pas di kantong menengah ke bawah membuat pengangkring betah berlama-lama walaupun hanya sekedar melepas penat dengan memesan segelas teh panas.
Masing-masing tempat angkringan punya juragan sendiri-sendiri dan umumnya berkerabat dekat.
Seti menarik tangan Asri yang masih terheran-heran ke arah salah satu tikar kosong di atas trotoar, setelah keduanya turun dari si Denok di depan angkringan itu.
Tertawa kecil melihat kecanggungan Asri, ... Seti menyuruhnya duduk lesehan.
Ada meja kayu kecil yang pas untuk tempat jajanan dan minuman di saat duduk lesehan di masing-masing tikar itu.
"Mau minum apa As ?"
"Apa saja yang hangat Set. Terserah kamu." Jawab Asri yang masih memperhatikan sekitar angkringan itu.
Beberapa pengunjung yang sudah ada di angkringan itu sesekali menengok mencuri pandang ke arah Asri dengan sorot mata heran.
Biasanya angkringan di Jogja buat nongkrong laki-laki atau mahasiswa menengah ke bawah.
Melihat perempuan muda cantik yang tak biasa nongkrong di angkringan dengan dandanan sederhana tetapi tetap menarik, tentu saja menggoda mata laki-laki yang sudah ngangkring duluan untuk memperhatikan.
Seti tak terlalu mempersoalkan tatapan mereka .... Toh tak ada yang usil.
Menyapa akrab ke arah mereka saat memesan dua gelas teh jahe semakin menyenangkan suasana angkringan itu.
"Nuwun sewu mas," kata Seti saat mengambil ketan, tempe, tahu bacem dan dua bungkus nasi di hadapan beberapa pengunjungnya.
"Monggo," balasan hangat terdengar santun dari semua yang disapa Seti.
"Tolong dibakarkan mas." Seti menyerahkan piring berisi jajanan tadi ke arah penjualnya.
"Nggih .... Darimana saja tumben ada yang ngangkring bareng cah ayu," penjual itu ramah membalas Seti.
Beberapa laki-laki yang sedang ngangkring di situ tertawa mendengar kata-kata agak meledek itu.
"Masangin mas di Alun-alun, ... hehehe ..." jawab Seti sambil beranjak ke arah Asri .... Ada nada bangga mendengar pujian kecantikan Asri.
Seti lalu duduk menyebelahi Asri. Sambil menunggu jajanan yang sedang dibakar di atas arang, keduanya memperhatikan keramaian jalan yang melintas . Melirik arlojinya yang masih menunjukkan jam delapan malam melegakan hati Seti.
Masih cukup tersisa waktu untuk berdua dengan Asri menghabiskan malam panjangnya ....
...***...
Mas penjual angkringan tersenyum ramah saat mengantarkan dua gelas teh jahe panas dan sepiring jajanan yang mengepul panas dengan aroma bakar arang kelapa yang khas.
"Oh ini toh sego kucing yang kamu maksud ...." Gumam Asri tersenyum riang.
Rasa penasarannya terjawab sudah saat membuka bungkusan daun pisang di depannya.
"Pas buat kucing, ... hahaha .... " Seti terbahak mendengar gumaman Asri.
"Wah paling dua tiga sendok langsung habis nih, ... hihihi ...." Asri ikut tertawa kecil melihat sekepal nasi dan seiris kecil pindang tongkol dengan sejumput sambal terasi di daun pisang yang dibukanya barusan.
"Hahaha ... kamu suka gak ?"
Asri mengangguk .... Menatap Seti sebentar. "Enak Set tempe bakarnya." Ujarnya selesai mencicip tempe bacem bakar di sela suapan sego kucing.
Tak menyangka Asri menikmati suasana dan panganan di angkringan, Seti semakin dalam mengenal Asri.
Tadinya dia sempat berpikir Asri akan menolak ajakannya nongkrong di warung angkringan ....
...***...
Seti mengenal angkringan saat pertama kali berkenalan dengan Dibyo yang mengajaknya ngangkring saat malam pertamanya di kost Samirono.
Yang disukainya sejak itu adalah teh jahe, tempe bacem dan ketan yang dibakar.
Harum arang kelapa membuat sensasi yang menyenangkan ketika bercampur wangi teh jahe.
Asri seperti Seti di awal ngangkring, terlihat menikmati teh jahe dan ketan bakar yang baru pertama kali dicicipnya ....
...***...
"Tambah ketan atau tempe bakarnya As ?" Seti menawarkan jajanan lagi, melihat isi piring yang tak tersisa.
"Ketan-nya saja Set .... bakar lagi tapi jangan terlalu gosong ya."
Seti mengangguk. Mengambil piring dan memesan empat potong ketan lagi untuk dibakar.
"Sayangnya kalau dibungkus rasanya beda kalau sudah sampai rumah .... Mungkin aroma asap arang itu yang membuat siapa saja betah makan di sini sambil ngangkring." Seti menunjuk irisan ketan yang dibakar dan kipas bambu yang dikipaskan tangan penjualnya.
"Teh jahenya aku juga suka Set." Timpal Asri sambil menyeruput sendok teh di tangannya.
Kelihatannya dia tak mau cepat-cepat menghabiskan teh jahe itu. Memilih menikmatinya sedikit demi sedikit dengan sendok.
Seti memandang bibir basah Asri yang sedang memainkan sendok itu.
"Ah kenapa kamu memandangku seperti itu ?" Tanya Asri, menyadari Seti terus memperhatikan dirinya.
"Ehehehe ... kamu cantik sekali malam ini." Akhirnya Seti tak kuasa menahan perasaannya.
"Ah gombal ... Tapi terimakasih atas kegembiraan malam ini Set .... Aku senang sekali." Jawab Asri sambil berusaha menyembunyikan rasa melayangnya mendengar pujian Seti barusan.
"Sama-sama As, ... aku juga senang."
Keduanya lalu terdiam, hanya saling menatap dengan isi hati masing-masing.
Isi hati yang disuarakan saat melewati Kyai dan Nyai Daru tadi.
***
Jam sembilan tepat Seti sampai di kost Mantrijeron mengantarkan Asri. Lalu berpamitan setelah berjanji akan mengunjunginya dua minggu lagi.
Tak mau berlama-lama, Seti memacu si Denok di tengah jalan yang masih terlihat ramai dan macet dari Mantrijeron sampai mendekati jalan Solo.
***
Setengah sepuluh malam Seti sampai ke kost-nya.
Membasuh muka di kamar mandi setelah memasukkan si Denok ke dapur yang sekaligus menjadi tempat parkir saat malam.
Lampu kamar Muji masih menyala saat Seti melewatinya.
Suara siaran radio Geronimo dari radio kecil yang ada di kamar itu membuat Seti ingin singgah mengobrol dulu dengan yang punya kamar.
"Wah kayaknya kamu seneng banget Set," Muji menyapa Seti setelah membuka pintu.
"Ah kamu juga Ji." Jawab Seti sambil melepaskan sepatu.
"Hahaha, ... mosok disuruh mumet terus."
"Gimana filemnya tadi ? Merangsang tidak ?" Setelah masuk, Seti ingin tahu komentar Muji dengan filem yang tadi ditontonnya.
"Oh, ... top pokoknya. Telanjang tuh si Yeni. Susunya kelihatan ... hahahaha ...." Muji terbahak. "Nanti aku ajak kamu ke Royal jika ada filem yang merangsang lagi." lanjutnya lagi.
Seti ikut terbahak mendengar cerita Muji, ... lalu berbaring menyebelahinya. Keduanya mendengarkan lagu-lagu barat lawas yang disiarkan radio Geronimo.
Ada setengah jam Seti dan Muji asik mengobrol di temani lagu-lagu radio itu.
Ada cerita tentang masangin, angkringan, dan tentu saja malam minggu pertama bersama Asri di sela obrolan .... Kejora yang ingin dikenalkan Seti kelak ke kost Samirono ....
Merasa mulai mengantuk, Seti akhirnya berpamitan meninggalkan kamar Muji.
----------------------------
*Teplok : lampu pelita dengan minyak tanah.
*Ngangkring : nongkrong di warung angkringan.
*Sego kucing : nasi satu kepalan tangan dengan irisan pindang ikan tongkol kecil dan sambal.
*Ceret : tempat memasak air dari aluminium dengan corong di yang menempel.
*Nuwun Sewu : permisi dalam bahasa Jawa.
*Monggo : silahkan dalam bahasa Jawa.
*Cah ayu : perempuan cantik dalam bahasa Jawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments