Arya Satria (30), seorang pecundang yang hidup dalam penyesalan, mendapati dirinya didorong jatuh dari atap oleh anggota sindikat kriminal brutal bernama Naga Hitam (NH). Saat kematian di depan mata, ia justru "melompat waktu" kembali ke tubuh remajanya, 12 tahun yang lalu. Arya kembali ke titik waktu genting: enam bulan sebelum Maya, cinta pertamanya, tewas dalam insiden kebakaran yang ternyata adalah pembunuhan terencana NH. Demi mengubah takdir tragis itu, Arya harus berjuang sebagai Reinkarnasi Berandalan. Ia harus menggunakan pengetahuan dewasanya untuk naik ke puncak geng SMA lokal, Garis Depan, menghadapi pertarungan brutal, pengkhianatan dari dalam, dan memutus rantai kekuasaan Naga Hitam di masa lalu. Ini adalah kesempatan kedua Arya. Mampukah ia, sang pengecut di masa depan, menjadi pahlawan di masa lalu, dan menyelamatkan Maya sebelum detik terakhirnya tiba?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andremnm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10. jebakan gema...
Langkah kaki Bargas dan Riko menggema keras di dalam terowongan R-9 Kota Cakra Manggala. Suara mereka memperkuat ketegangan di antara Arya dan Maya yang bersembunyi di ceruk sempit.
Bargas: (Suara menggelegar, marah) "Sialan! Bocah itu berpikir dia bisa lolos di sini! Riko, periksa setiap ceruk! Mereka tidak mungkin jauh!"
Riko: "Bos, tempat ini menjijikkan. Kenapa dia datang ke sini?"
Bargas: "Karena dia ingin menghilang. Dia pasti berpikir kita bodoh. Bocah itu dan gadisnya... aku akan mematahkan lehernya perlahan di depan gadisnya sebelum aku kembali ke Komandan Jaya."
Langkah kaki mereka semakin dekat. Cahaya senter mereka menembus kelembapan terowongan, menari-nari di dinding beton.
Tepat saat mereka berjarak sepuluh meter dari ceruk tempat Arya bersembunyi...
BZZZZTTT! KLAK! WUUUUUU!
Seluruh terowongan tiba-tiba disinari oleh lampu neon pemeliharaan tua yang berkedip-kedip, menciptakan bayangan aneh dan bergerak. Alarm listrik tua mulai meraung-raung dengan suara yang memekakkan telinga.
Bargas: (Mengumpat keras) "Apa-apaan ini?! Matikan lampu sialan ini!"
Dion telah berhasil.
Riko: "Bos! Lampunya! Dan alarmnya! Mereka ingin menarik perhatian!"
Bargas: "Ini jebakan! Bocah itu mencoba mengalihkan perhatian kita! Cari mereka! Mereka pasti ada di antara saklar itu dan pintu keluar!"
Bargas dan Riko mulai bergerak lebih cepat, fokus mereka kini beralih ke Dion, sumber kekacauan suara itu. Mereka mengira Dion dan Arya berada di sana untuk memicu gangguan lebih lanjut.
Arya: (Berbisik kepada Maya, wajahnya berkeringat) "Sekarang. Kita bergerak ke kanan. Ke arah ceruk yang ditinggalkan Bargas. Senter itu ada di tangan Maya. Ambil pipa besi dan bersiaplah."
Maya mengambil alih pipa besi itu. Mereka keluar dari ceruk dan mulai berjalan pincang di belakang Bargas dan Riko. Mereka sekarang menjadi pemburu, bukan mangsa.
Riko: "Bos, aku melihat bayangan di sana! Dekat saklar!"
Bargas: "Serang dia! Aku akan lindungi dari belakang!"
Bargas dan Riko mempercepat langkah. Mereka berjalan melewati ceruk tempat Arya dan Maya bersembunyi tanpa menyadari.
Arya: "Dion berhasil membeli kita waktu. Sekarang, waktunya kita menghilang melalui jalur bawah tanah sesungguhnya."
Mereka bergerak cepat menuju area tengah terowongan, di mana terowongan itu bercabang menuju jalur air dan terowongan pemeliharaan yang lebih kecil—jalur tikus yang sebenarnya.
Bargas dan Riko bergegas menuju sumber alarm dan cahaya yang dibuat oleh Dion. Mereka mengira Arya dan Maya bersembunyi di dekat sana.
Bargas: (Suara berderak dalam kebisingan alarm) "RIKO, KITA BERPISAH! KAU AMBIL KORIDOR KIRI! BOCAH SIALAN ITU TIDAK AKAN LOLOS!"
Riko: (Berteriak kembali) "SIAP, BOS! AKU YAKIN DIA DI SINI!"
Mereka bergerak menjauh. Arya dan Maya memanfaatkan momen itu. Dengan cepat, Arya yang ditopang Maya, berjalan ke samping, menuju celah di dinding yang mengarah ke jalur pemeliharaan yang lebih sempit—jalur air dan kabel.
Arya: (Berbisik, napas tersengal) "Maya, cepat! Jalur di sebelah kiri! Hanya cukup untuk satu orang!"
Maya: "Bagaimana dengan Dion? Dia ada di ujung sana!"
Arya: "Dia akan tahu. Begitu alarm mati, dia akan mundur. Dia akan mencari kita di jalur air. Masuk sekarang!"
Maya menyelinap masuk ke dalam terowongan kecil yang sempit dan licin. Arya mencoba mengikuti, tetapi luka di kakinya dan ruang yang sempit membuatnya kesulitan.
Arya: (Menggeram kesakitan) "Sial! Aku tidak bisa!"
Maya: (Menarik tangan Arya dari dalam) "Ayolah, Arya! Kau harus bisa! Aku tidak akan meninggalkanmu!"
Tepat pada saat itu, Riko kembali. Ia menyadari tidak ada seorang pun di dekat saklar.
Riko: "Bos! Tidak ada! Itu jebakan bodoh! Mereka sudah tahu kau akan berpisah!"
Riko melihat ke belakang dan menemukan celah yang mengarah ke jalur pemeliharaan. Matanya menyipit curiga.
Riko: "Aku menemukannya!"
Riko: (Berteriak kepada Bargas) "BOS! JALUR PEMELIHARAAN! MEREKA ADA DI SINI!"
Riko berlari ke arah celah itu.
Arya: "Riko! Cepat, Maya, tarik aku!"
Maya menarik Arya dengan seluruh kekuatannya. Arya berhasil melewati celah, tubuhnya tersangkut di batu.
Riko: (Mencapai celah, melihat Arya dan Maya) "Hentikan! Mati kau!"
Riko mengeluarkan pisau lipatnya dan mencoba menusuk ke celah itu. Arya, yang baru saja berhasil berdiri, menggunakan pipa besi kecilnya untuk menahan pisau Riko.
KRING! KRING!
Suara logam beradu. Maya, melihat kesempatan, menendang keras ke arah wajah Riko yang mengintip dari celah.
BUK!
Riko menjerit dan mundur. Wajahnya terbentur keras ke dinding terowongan.
Arya: "Lari! Jalur ini bercabang!"
Mereka berlari tertatih-tatih di dalam terowongan sempit itu.
Arya dan Maya tiba di persimpangan. Terowongan pemeliharaan ini bercabang tiga: satu mengarah ke kiri yang terlihat seperti saluran pembuangan, satu ke kanan yang menanjak, dan satu lagi jalur kecil di tengah yang ditutup jeruji besi.
Maya: "Ke mana? Ini labirin!"
Arya: "Kiri. Itu mengarah ke bawah, ke pelabuhan lama. Tempat persembunyian yang sempurna."
Maya: "Tapi itu kotor dan licin!"
Arya: "Ini tentang bertahan hidup, Maya. Kita harus kotor agar tidak terlihat."
SRAK! SRAK!
Mereka mendengar suara lari di belakang mereka. Itu bukan lagi Riko. Itu adalah Bargas. Bargas lebih cepat dan lebih kuat.
Bargas: (Menggeram dari belakang) "KELUAR KALIAN, BOCAH-BOCAH SIALAN! AKU TAHU KAU ADA DI SINI!"
Tiba-tiba, dari jalur kanan yang menanjak, muncul Dion. Ia berhasil melarikan diri dari saklar alarm dan menggunakan jalur yang lain.
Dion: "Arya! Maya! Aku di sini! Apa yang terjadi?!"
Arya: "Dion! Bargas di belakang! Ambil jalur kanan! Itu mengarah ke permukaan! Pancing dia!"
Dion: "Pancing dia?! Dia akan membunuhku!"
Arya: "Dia tidak akan! Dia hanya butuh aku! Bawa dia ke atas! Aku akan mengambil jalur kiri!"
Ini adalah pilihan yang brutal: Mengorbankan Dion untuk menyelamatkan diri mereka dan Daftar Hitam.
Dion menatap Arya. Ia melihat tekad dingin di mata Arya, tekad untuk bertahan hidup dengan cara apapun. Dion menghela napas.
Dion: "Baik! Kau berutang nyawa padaku, Prajurit Waktu!"
Dion berbalik dan berlari secepat kilat menyusuri jalur kanan yang menanjak, menciptakan suara keras di kerikil.
Bargas: (Mendengar suara lari) "ADA DI SANA! RIKO, KAU KE KIRI! AKU IKUTI BOCAH ITU!"
Bargas mengejar Dion, yakin bahwa bocah itu adalah umpan yang akan membawanya kembali ke Arya.
Arya meraih tangan Maya. Arya: "Lanjutkan rencana! Kiri! Saluran pembuangan! Kita menghilang sekarang!"
Mereka melompat ke saluran pembuangan kotor, meninggalkan Bargas yang sibuk mengejar umpan yang tak tahu apa-apa. Mereka telah membagi Naga Hitam, tetapi dengan biaya yang mahal.