NovelToon NovelToon
Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Raja Tentara/Dewa Perang / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa Fantasi / Time Travel / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:642
Nilai: 5
Nama Author: Wira Yudha Cs

Di kehidupan sebelumnya, Max dan ibunya dihukum pancung karena terjebak sekema jahat yang telah direncanakan oleh Putra Mahkota. Setelah kelahiran kembalinya di masa lalu, Max berencana untuk membalaskan dendam kepada Putra Mahkota sekaligus menjungkirbalikkan Kekaisaran Zenos yang telah membunuhnya.
Dihadapkan dengan probelema serta konflik baru dari kehidupan sebelumnya, mampukah Max mengubah masa depan kelam yang menunggunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wira Yudha Cs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10 PUTRA DUKE FROGER

Wajah Ansel muram. Dia menatap anak laki-laki yang duduk di depannya dengan bibir manyun. Tatapan bocah itu menunjukkan rasa ketidaksukaan yang begitu kentara. Anak laki-laki berusia 10 tahunan di depan Ansel mengerutkan dahi sembari mengunyah. Entah mengapa dia tiba-tiba merasa terintimidasi oleh tatapan bocah kecil itu.

"Ayah! Dari mana kamu mendapatkan anak ini? Dia menghabiskan semua roti kukus yang kusimpan! Wajahnya juga sangat menyebalkan!" Max yang berada di luar menjalankan kereta kudanya mendengkus samar kala mnendengar raungan itu. Ansel benar-benar tidak suka saat pertama kali melihat anak laki-laki yang Max duga sebagai

keluarga Duke Froger itu.

"Ansel, nanti Nenek akan membuatnya lebih banyak lagi. Kakak

ini sedang kelaparan. Apa kamu tega membiarkannya begitu saja?" Riana menenangkan bocah itu. Sementara Max pura-pura tidak mendengar keluhannya.

"Nenek, dia lebih rakus daripada aku! Lihat! Aku menyimpan empat roti kukus dan dia memakan semuanya! Mengapa dia masuk ke gerbong kita? Dia tampak kucel dan suram." Saat mendengarnya, Max lagi-lagi hampir tersedak. Bocah kecil itu dapat dengan fasih berbicara. Mungkin jika bocah itu benar-benar anak manusia biasa, dia dapat dikategorikan sebagai manusia langka karena bisa berbicara semahir itu dengan beragam kosa kata di usia yang begitu belia.

Anak laki-laki itu mengabaikan Ansel, lalu dia langsung membuka tirai pemisah gerbong dan tempat kusir untuk berkata sesuatu pada Max.

"Paman, aku akan mengganti roti kukus yang kumakan ketika kita tiba di Utara. Mohon maaf atas ketidaksopananku." Lalu dia duduk di samping Max dengan tenang. Ansel yang melihat anak laki-laki itu berusaha akrab dengan ayahnya semakin memanyunkan bibirnya.

"Ansel, kamu dengar apa yang Kakak itu katakan? Dia akan

menggantinya. Mungkin dia akan memberikanmu lebih banyak daripada yang dia makan," ujar Riana sembari mengusap kepala bocah itu.

"Benarkah? Tapi dia tampak tidak begitu meyakinkan." Ansel masih skeptis dengan ucapan anak laki-laki itu. Riana mengangguk kecil, berusaha meyakinkannya.

"Hemp! Kalau begitu, aku akan meminta sepuluh kali lipat dari yang dia makan." Riana menggeleng samar melihat tingkah lucu bocah itu. Ansel bersedekap dada bak orang dewasa, lalu

dia membaringkan diri dengan kepala di pangkuan sang nenek.

Sementara di tempat kusir, anak laki-laki itu terlihat ragu untuk

memulai pembicaraan. Max sendiri masih fokus dengan jalan seakan tidak ada siapa-siapa di sampingnya.

"Jika aku boleh tahu, mengapa Paman pergi ke wilayah Utara? Paman berasal dari kekaisaran Zenos, bukan?" Meski sedikit gugup, anak laki-laki yang tidak mengungkapkan namanya itu, memberanikan diri untuk bertanya.

Max menoleh dan menjawabnya dengan singkat, "Utara adalah tempat yang aman, kami akan migrasi ke sana." Anak laki-laki itu mengangguk kecil sebelum berkata, "Paman benar. Utara adalah wilayah yang aman dan nyaman. Taraf kemakmuran rakyat sangat terjamin karena hasil panen yang selalu berlimpah. Ngomong-ngomong, apa di Utara Paman memiliki

keluarga? Aku mengenal beberapa keluarga besar dan kecil di sana."

"Tidak," jawab Max singkat dan padat. Itu juga mengisyaratkan bahwa hanya mereka yang berada di dalam gerbong keluarganya.

"Oh begitu. Jika Paman ingin membeli rumah di sana, aku akan

mengenalkan Paman dengan seseorang yang berbisnis di bidang properti." Kali ini Max tergerak ketika mendengar kata-kata anak itu. Saat ini dia memang membutuh kah banyak koneksi untuk berbaur di wilayah Utara. Langkah awal Max di sana memanglah untuk mencari rumah di daerah ibu kota untuk di tempati. Akan lebih baik jika dia mengenal seseorang

yang bisa membantunya membeli rumah. Max berpikiran, mungkin tidak ada salahnya jika dia menerima tawaran anak ini.

"Kalau begitu, aku akan merepotkanmu ketika tiba di sana."

"Jangan sebutkan itu, Paman. Aku berhutang nyawa padamu. Aku berjanji akan membantu jika kamu membutuhkan sesuatu."

Max cukup terkesan dengan pola pikir anak ini. Anak laki-laki itu cukup berpikiran dewasa untuk anak seusianya. Tata Krama dan sopan santunnya memancarkan aura kebangsawanan yang tampak kentara. Dari ucapannya saja, Max dapat menilai

anak ini sangat sopan dan tidak sombong seperti anak-analk bangsawan lainnya.

"Oh, iya, Paman. Apakah kamu memiliki kertas, kuas, dan tinta? Aku ingin memberikan kabar kepada Ayahku tentang apa yang sudah terjadi." Anak laki-laki itu menatap Max dengan penuh harap. Sebenernya dia bukan hanya ingin mengatakan tentang insiden pengejaran beruang raksasa, terlebih dari itu, dia ingin

melaporkan sesuatu pada ayahnya. Setelah cukup tenang dan menerima situasi bahwa semua orang-orangnya terbunuh, dia merasa bahwa hal ini bukanlah suatu kebetulan. Dia curiga

bahwa prajurit Zenos yang berjaga di perbatasan sengaja memberikannya rute yang salah untuk membuatnya terluka.

"Ulurkan kedua tanganmu," ucap Max tanpa menoleh.

Anak laki-laki itu bingung, Max tidak memegang apa-apa. Mengapa dia memintanya untuk mengulurkan kedua tangan? Namun, anak laki-laki itu dengan patuh mengulurkan kedua

tangannya pada Max. Max dengan santai meletakkan satu tangannya di atas tangan anak itu. Dalam sekejap mata, kulit harimau kering berbentuk seperti kertas, kuas kecil, dan batu tinta muncul di kedua telapak tangan anak itu. Setelah mengeluarkan barang-barang itu dari cincin penyimpanan,

Max menarik tangannya. Mengabaikan ekspresi terkejut anak laki-laki itu.

"Wah! Paman! Apa kamu memiliki kemampuan sihir ruang? Sangat menakjubkan!" Anak itu berseru sambil menatap Max dengan penuh kekaguman.

Max sendiri tidak menjawab. Dia masih menduga-duga mengenai identitas anak ini. Jika anak ini mempunyai hubungan dengan keluarga Duke Froger, mungkin Max bisa sedikit memanfaatkannya untuk kelancaran rencananya di masa depan.

"Token vermilion itu, apa kau berasal dari keluarga Duke Froger?" Max langsung bertanya pada intinya. Max ingin segera memastikan identitas anak itu. Jika dia bukan berasal dari keluarga Duke Froger, Max harus melupakan pemikiran untuk memanfaatkan nya.

Sementara pihak yang ditanya cukup terkejut ketika mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut penyelamatnya. Anak laki-laki itu tanpa sadar meraba token emas dengan

motif vermilion yang tergantung di sisi kiri pinggangnya. Mendadak dia merasa agak takut dengan orang di sampingnya ini. Bagaimana jika penyelamat itu berubah menjadi sosok kriminal yang menculiknya. Anak itu memutar otak untuk

menjawab pertanyaan Max. Latar belakangnya memang cukup besar. Dia takut, jika penyelamatnya mengetahui hal ini, maka orang itu akan mengambil keuntungan darinya. Max yang tidak mendapatkan jawaban, menoleh singkat menatap anak itu. Wajah anak itu terlihat pucat dan raut ketakutan akan sesuatu

perlahan tampak semakin kentara. Max tahu, anak itu pasti takut untuk mengungkap identitasnya. Terlebih, jika anak itu benar-benar berasal dari keluarga Duke Froger, sudah sewajarnya dia bersikap waspada kepada siapa saja yang bertanya mengenai identitasnya. Duke Froger adalah keluarga bangsawan penguasa Wilayah Utara. Penculikan terhadap anggota keluarga Duke Froger sudah sering terjadi. Selain meminta tebusan, penculik sering menjadikan anggota keluarga bangsawan kelas atas itu sebagai tawanan ataupun sarana balas dendam. Anak itu sudah paham akan

hal ini. Maka dari itu dia memasang sikap waspada terhadap Max karena sang penyelamat menebak identitasnya dengan sangat tepat. itu.

"Masuk dan tulislah surat untuk Ayahmu." Max berkata dengan nada acuh. Dia tidak ingin mendesak anak Dari raut wajahnya saja Max sudah dapat menyimpulkan, bahwa apa yang dia pikirkan pastilah benar. Max hanya bisa memastikan keakuratan tebakannya ketika sudah sampai di wilayah Utara nanti. Mendengar Max mengalihkan topik, anak itu buru-buru berdehem singkat sebelum bergegas memasuki gerbong.

***

1
Dewiendahsetiowati
hadir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!