NovelToon NovelToon
Isekai To Zombie Game?!

Isekai To Zombie Game?!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Zombie / Fantasi Isekai / Game
Popularitas:717
Nilai: 5
Nama Author: Jaehan

Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berdua Saja?

Part 10

Terkejut takjub, kedua mata Mirai jadi melebar. "Wooow, kamu udah mikir sejauh dan serinci itu."

"Iyalah. Aku kan Vincent. Dapat skill otak ilmuwan jenius. Kamu juga seharusnya punya skill dokter."

"Eh?" Tetiba Mirai teringat sesuatu. "Wah! Pantesan aku bisa tahu fungsi obat di rumah sakit itu buat apa aja."

"Nah!"

"Tapi guna gak sih skill kita ini? Kenapa gak dapat skill tempur aja gitu, kayak kemampuannya Kirito atau Asuna. Kita kan ngadepin zombie, bukan game simulasi kayak bangun kota."

Nero berdiri sambil merapikan map. "Itu dia pertanyaannya. Kenapa begitu? Itu yang perlu kita cari tahu."

"Weh, semoga gak makan waktu sampai puluhan tahun buat nemu jawabannya."

Nero tertawa kecil. "Bertahan satu hari aja kayaknya sulit, ya? Apalagi puluhan tahun! Pertanyaan lagi! Berapa lama nyawa kita tetap ada di dalam tubuh? Apakah kalau kita mati bisa hidup lagi seperti dalam game? Bagaimana kalau kita sampai tergigit zombie? Apa kita juga bakalan jadi zombie dan terjebak di dunia ini?"

Mendengarnya kedua mata Mirai bergetar sesaat. "Bener juga. Aku gak mikir sejauh itu. Ternyata kita beneran terjebak dalam situasi ekstrem yang sangat … mengerikan. Jawabannya masih gantung." Bibirnya tergigit kecil menandakan kecemasan.

"Jangan putus asa duluan. Kita dipanggil masuk kemari pasti ada tujuannya. Kalau bisa masuk, berarti bisa keluar. Yang terpenting kita harus bisa bertahan hidup." Nero selesai bersiap. "Oke, kita berangkat," katanya sambil memanggul tas ransel.

Ya, memang itu satu-satunya jalan yang ada, meski bukan yang terbaik. Kini lebih baik ia memikirkan hal lain yang lebih ringan. Mirai pun balik mengamati wajah Nero yang di atas rata-rata. "Kamu juga anak artis, ya?"

Sempat terhenyak, Nero maju mendekati Mirai hingga menghimpitnya ke dinding. Sebelah telapak tangannya melekat ke dinding menutup jalur lari. Dilihatnya Mirai yang hanya terpaku menahan napas menatap kedua matanya. Tampak gugup dan bingung. Ia suka reaksinya. "Kenapa? Aku ganteng, ya? Sayangnya aku bukan anak artis."

Dahi Mirai berkerut seolah bertanya mengapa ia bisa begitu percaya diri. Anjir, ni bocah emang pedenya di atas rata-rata!

Dan Nero paham raut wajahnya. Seulas senyum terbingkai penuh arti. "Lebih baik kita fokus pada kelebihan sendiri dari pada sibuk uring-uringan sama kekurangan kita."

"Nyindir?"

Kali ini Nero terkekeh pendek. "Kamu cantik. Kalau bukan karena kewarasan dan moralitasku yang tinggi, pasti sudah terjadi sesuatu semalam." Seketika raut muka Mirai merah padam. Bibirnya agak gemetar dan Nero merasakan gadis itu ketakutan. Ia pun mundur selangkah. "Eri, boleh aku panggil gitu aja? Biar lebih gampang maksudnya." Mirai mengangguk cepat menandakan ketegangannya masih tertinggal. "Oke. Aku harap kamu lebih awas. Hari ini kamu ketemu aku, yang mungkin orang baik, tapi lain hari mungkin ada orang lain lagi. Kita hidup di dunia yang kejam sekarang. Apa pun bisa menjadi pemicu untuk menyakiti lainnya, termasuk kamu."

Mirai tertunduk. "Iya. Aku paham. Artinya aku harus waspada meski itu sama kamu sekalipun."

Sesaat mata Nero melebar, lalu tersenyum sendiri. "Bener." Langkahnya mundur lebih jauh memberi Mirai ruang. "Aku bilang gini, karena menurutku ini penting. Setelah kita keluar dari pintu itu. Gak ada lagi jaminan kita bakalan aman."

Mirai menarik napas dalam, paham maksud Nero sebenarnya. "Oke."

"Bagus kalo kamu ngerti. Sekarang aku harap kamu siap menghadapi jalan yang panjang karena ini beneran bukan mimpi."

Kata-katanya menggugah jiwa Mirai hingga terasa sesak seolah dipaksa menerima kenyataan. Tangannya gemetaran sebab kilasan bayangan akan hal kedepannya pasti tidak akan mudah. Lebih berat dari pada hidupnya di real world.

Nero melihat getaran itu, dan diraihnya tangan hangat tersebut, sambil tersenyum Nero berkata, "aku cowok. Udah jadi tugasku buat ngelindungin kamu."

Mirai balas meremas jari Nero seolah mengukuhkan kalimat itu sebagai sebuah perjanjian. "Okey. For some reason, I believe in you."

"Good."

Geteran di tangan Mirai mereda dan jadi lebih tenang. Tanpa membuang waktu, mereka bergegas menuju pintu belakang tempat kemarin masuk.

Saat pintu terbuka, keadaan jauh lebih baik. Cahaya matahari memberi penerangan di gang sempit dan menunjukkan pemandangan yang sebenarnya kini. Alasan bau tidak sedap yang mereka cium semalam terhampar di jalan. Keduanya terhenyak menelan liur menatap tumpukan bagian tubuh manusia yang membusuk bergelimpangan sepanjang gang.

Mirai hampir muntah, namun lekas menutup mulut dan hidungnya. Matanya berair seolah ingin cepat pergi dari sini. Untungnya tidak ada zombie sejauh mata memandang.

Nero tidak bicara, hanya memberi isyarat untuk cepat berjalan mengikutinya. Beringsut menyusuri gang dengan sangat berhati-hati. Akhirnya mereka sampai di ujung percabangan. Mengintip, mengamati situasi, dan menemukan beberapa zombie yang berjalan perlahan tanpa arah tujuan.

Mereka berbalik mencari jalan lain, beberapa kali berputar, hingga akhirnya sampai di sebuah bangunan yang dibutuhkan. Sebuah toserba yang cukup besar. Sudah pasti mereka dapat menemukan semua kebutuhan. Setelah diperiksa melalui jendela, anehnya tidak ada zombie di dalam sana. Kondisi market besar itu masih cukup baik walau minim penerangan. Hanya beberapa barang yang berserakan menandakan tanda pencurian. Sepertinya toserba ini sedang tutup ketika serangan zombie terjadi.

Benar saja, salah satu pagar slide dalam keadaan setengah terbuka karena gemboknya lepas. Berarti sebelumnya ada seseorang yang pernah kemari, pikir Nero.

Tanpa kesulitan mereka masuk. Bangunan ini terdiri dari dua lantai. Lantai dasar adalah bagian supermarket bahan pangan, sedangkan di lantai atas merupakan keperluan sandang.

Hal pertama yang dilakukan adalah mencari pakaian ganti untuk Mirai. Melangkah berhati-hati mereka menaiki tangga eskalator yang sudah tidak berfungsi.

Demi menghemat waktu, mereka berpencar mencari barang yang dibutuhkan. Hampir tiga puluh menit mereka telah kembali ke tempat bertemu. Nero melihat Mirai sudah membawa tas ransel di punggung, serta pakaiannya juga sudah berganti. Hanya saja Nero agak terganggu dengan kaus tipis berwarna putih yang menggantung ketat di atas perut ratanya. Kedua buah dadanya jadi tampak sangat menonjol. Bahkan celana jeans hitam yang mengikuti bentuk kakinya memberi kesan seksi.

"Kamu suka bajunya?" tanya Nero.

"Ya. Nyaman."

"Hm." Secara umum, pakaiannya cukup fleksibel. "Aku rasa masih ada yang kurang. Tunggu bentar." Ia pergi ke lantai atas cukup lama. Sekembalinya, Nero menyerahkan jaket parka berhodie yang cukup tebal dengan ukuran terlalu besar. "Pakai."

Alis Mirai berkerut. "Tapi di luar panas." Nero hanya diam sambil memasang tampang serius. Mirai pun mendesah pendek. "Haaah, iya."

Tetap saja Nero merasa tidak puas karena Mirai tidak menyatukan resletingnya. Kali ini malah dirinya yang mendesah pendek sambil mengusap belakang kepala. "Okelah." Yang perlu dilakukannya hanyalah mengendalikan diri.

Selanjutnya adalah supermarket. Kali ini mereka tetap bersama. "Cari makanan yang siap makan aja. Jangan terlalu berat, itu bikin kita susah lari nanti. Yah, kalo habis kita cari lagi nanti. Atau gak ya balik lagi ke sini."

"Oke."

Mereka berjalan menyusuri rak berbagai macam kudapan sambil memilah meski terheran sebab tidak menemukan tanggal kadaluarsa.

"Sukur deh gak ada zombie di sekitaran sini," komentar Mirai sambil memasukkan beberapa bungkus biskuit.

"Itu kan berkat teriakan kamu." Nero memasukkan beberapa bungkus cokelat ke dalam tas.

"Yah, gimana lagi. Aku dalam kondisi di antara hidup dan mati. Eh, kita butuh sabun sama odol gak sih?"

Nero terkikik. "Yah, berkat itu juga aku jadi tau kalo gak sendirian." Sejenak ia menimbang. “Kayaknya butuh juga. Tapi mandi di mana?”

"Bener juga. Sejauh ini kita gak ketemu siapapun." Mirai mendesah pendek. “Ya kali kagak mandi. Apa gak ada rumah yang kamar mandinya masih fungsi?”

"Itu yang aku pikirin dari tadi. Apa cuma ada kita berdua di kota ini?" Nero mengambil bungkusan permen. “Yah kita coba cari nanti. Emang gak enak banget kalo badan lengket gak mandi berhari-hari.”

"Jadi kita cuma berdua aja?" Mirai jadi ternganga sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!