NovelToon NovelToon
Land Of Eldoria

Land Of Eldoria

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Akademi Sihir / Perperangan / Fantasi Wanita
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: AzaleaHazel

Eldoria, yang berarti negeri kuno yang penuh berkah. Negeri yang dulunya selalu di sinari cahaya matahari, kini berubah menjadi negeri yang suram.



Ratusan tahun telah berlalu sejak peperangan besar yang menghancurkan hampir seluruh negeri Eldoria, membuat rakyat harus hidup menderita di bawah kemiskinan dan kesengsaraan selama puluhan tahun sampai mereka bisa membangun kembali Negeri Eldoria. Meskipun begitu bayang-bayang peperangan masih melekat pada seluruh rakyat Eldoria.



Suatu hari, dimana matahari bersinar kembali walau hanya untuk beberapa saat, turunlah sebuah ramalan yang membuat rakyat Eldoria kembali memiliki sebuah harapan.




"Akan terlahir 7 orang dengan kekuatan dahsyat yang dapat mengalahkan kegelapan yang baisa di sebut Devil, di antara 7 orang itu salah satu dari mereka adalah pemilik elemen es yang konon katanya ada beberapa orang istimewa yang bisa menguasai hampir semua elemen dari klan Es"


Siapakah ketujuh orang yang akan menyelamatkan negeri Eldoria?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AzaleaHazel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10

Setelah mendapat izin dari Gilbert, Liz turun dari kursinya dan melangkah mendekati tungku pemanas. Alisnya berkerut memperhatikan tungku itu, tapi tidak ada yang salah, Liz mendekatkan tangannya kearah tungku, hanya saja masalahnya mungkin ada di batu pemanasnya yang tidak terlalu bagus.

Liz berbalik menatap Gilbert. "Apa Paman masih memiliki batu yang tersisa?" Tanyanya. Dia ingin memeriksa baru sihir yang di gunakan Gilbert, jika tebakannya benar maka hanya batunya saja yang bermasalah karena tungku pemanas Gilbert baik-baik saja.

"Ya, sepertinya masih ada, sebentar aku akan mengambilnya." Balas Gilbert, dia segera bangkit dari kursinya untuk mengambil batunya. Karena waktu itu dia membeli cukup banyak batu sihir, kemungkinan masih tersisa beberapa kotak.

"Terimakasih." Ucap Liz, kakinya kembali melangkah ke tempatnya semula lalu duduk di samping Evans.

Biasanya tungku pemanas selalu menggunakan batu bara, tapi itu sangat tidak memungkinkan di tempat mereka. Walaupun bisa membawa batu bara ke sini, pasti suhunya akan langsung berubah karena tempat mereka tinggal adalah dataran bersalju dan udaranya sangat dingin. Karena itu setiap toko pengrajin yang ada di kerajaan ini memanfaatkan batu sihir berelemen Api.

Liz mengayunkan kakinya dan kembali memasukkan roti ke dalam mulutnya selagi dia menunggu Gilbert kembali. Sedangkan Evans hanya memperhatikan gadis kecil itu, sesekali dia akan terkekeh melihat tingkah menggemaskan Liz.

Gilbert kembali dengan membawa sebuah kotak lalu meletakkannya di atas meja. "Ini batunya, memangnya apa yang mau kau lakukan dengan batu ini?" Tanyanya, dia sangat penasaran dengan apa yang akan di lakukan Liz.

"Sebentar, biar aku lihat dulu." Balas Liz, dia tidak bisa memastikannya langsung karena belum melihat apa masalah batu itu.

Liz mengambil salah satu batu sihir itu dan memeriksanya dengan hati-hati, sesekali alisnya berkerut, akhirnya helaan nafas berat keluar dari mulutnya.

"Ada apa dengan helaan nafas mu itu?" Celetuk Evans, dia menatap heran kearah Liz.

"Pantas saja tidak berfungsi dengan baik, batu ini tidak cukup sihir." Setelah memastikan apa masalahnya, Liz memberitahu mereka berdua.

Masalahnya hanya pada sihir yang ada di batu itu tidak cukup, dimanapun pasti ada orang yang menjual barang berkualitas rendah dengan harga tinggi. Biasanya Gilbert sangat hati-hati saat membeli barang, dan mungkin ini adalah kesalahan pertamanya saat membeli sesuatu.

"Apa ini Gil, bagaimana kau bisa tertipu dan membeli barang seperti itu?" Ejek Evans, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menjahili sahabatnya.

Untungnya Gilbert adalah orang yang sangat kebal menghadapi sifat Evans, dia hanya menghela nafasnya. "Waktu itu aku sedang buru-buru, jadi tidak sempat melihat kualitasnya." Balasnya. Memang benar apa yang dia katakan, saat itu situasinya memang sedang terburu-buru, jadi tidak sempat memeriksa barangnya lebih dulu.

"Paman Evans, kenapa Paman terus mengejek Paman Gil." Sahut Liz dengan pipi yang menggembung, malah dia yang kesal saat Evans mengejek Gilbert.

"Baiklah, Paman tidak akan mengejeknya lagi." Balas Evans, dia mengusak rambut Liz agar gadis itu tidak merasa kesal lagi.

"Paman, boleh ku coba memperbaiki batu ini?" Tanya Liz pada Gilbert. Tentu saja dia harus meminta izin pada pemilik batunya sebelum melakukan apa yang ingin dia lakukan.

"Ya, tentu saja." Balas Gilbert, meskipun dia tidak yakin apa yang akan di lakukan Liz.

Perhatian Liz kembali tertuju pada batu yang ada di tangannya, perlahan api mulai muncul dan menyelimuti batu itu. Lagi-lagi mata Gilbert dan Evans membelalak saat melihat api yang di keluarkan Liz, api itu berwarna ungu, dimana itu adalah api tingkat atas.

Jenis api memang miliki 3 tingkatan, tingkat paling bawah berwarna merah, tengah berwarna biru dan tingkat paling atas adalah warna ungu. Tingkatkan itu tidak bisa di kuasai walaupun dengan latihan, itu memang murni atau bakat alami beberapa orang.

Gilbert dan Evans saling bertatapan, seolah sedang memikirkan hal yang sama, lalu tatapan mereka kembali pada Liz yang tampaknya masih belum selesai memperbaiki batu sihir itu.

Beberapa saat kemudian api yang menyelimuti batu di tangan Liz mulai menghilang. "Sudah selesai." Ucap Liz, dia mendorong beberapa batu sihir itu ke depan Gilbert. "Paman bisa mencobanya sekarang." Sambungnya, dia menyuruh Gilbert mencoba batu itu. Hanya dalam waktu singkat dia bisa memperbaiki sekotak batu sihir milik Gilbert.

"Baiklah, Paman akan mencobanya dulu." Balas Gilbert, dia segera bangkit dari duduknya dan berjalan kearah tungku pemanas. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, batu ini jauh lebih ringan dari sebelumnya, saat Liz belum menambahkan sihir ke dalamnya. Apakah ini akan berfungsi dengan baik? Itulah yang ada di pikirannya, karena itu Gilbert memilih untuk membuktikannya sendiri.

Belum sempat Liz membuka mulutnya, Gilbert langsung memasukkan semua batu yang dia berikan dalam tungku pemanas. Hal itu tidak bisa di cegah, akibatnya tungku itu di selimuti api yang berkobar-kobar.

"Ya ampun kenapa jadi seperti ini!?" Karena panik, Gilbert sampai terjungkal ke belakang, untungnya api itu tidak sampai membakarnya.

"Kenapa Paman memasukkannya sekaligus!" Liz tidak habis pikir dengan Gilbert, bagaimana bisa pria itu langsung memasukkan semua batu itu.

Karena apinya semakin membesar, Liz segera mendekat untuk memadamkan apinya. Bola-bola air mulai keluar dan menyelimuti tangannya, hanya butuh waktu sekitar dua detik sampai dia bisa membuat bola air yang besar, tanpa menunggu lebih lama lagi, Liz segera melempar bola air itu ke tungku yang di selimuti api untuk memadamkannya.

Mereka bertiga akhirnya menghela nafas lega setelah api itu padam. Liz langsung menjatuhkan tubuhnya di sebelah Gilbert yang masih terduduk di lantai. Evans segera mendekati mereka berdua. "Apa kalian baik-baik saja?" Tanyanya khawatir.

"Ya, aku baik-baik saja." Balas Liz.

"Hampir saja tokoku terbakar." Sepertinya Gilbert masih linglung karena tokonya hampir terbakar.

Liz mengalihkan pandangannya kearah Gilbert, lalu menatap pria itu dengan tatapan kesal. "Kenapa juga Paman langsung memasukkan batunya sekaligus?" Tanyanya jengah.

"Biasanya juga seperti itu, tapi ini baru pertama kalinya terjadi." Memang benar jika selama ini Gilbert selalu memasukkan banyak batu sihir ke dalam tungku pemanas, tapi ini baru pertama kalinya terjadi, bahkan batu yang dia beli dengan kualitas bagus tidak akan sampai seperti batu yang baru saja di tambahkan sihir oleh Liz.

"Hey bodoh! Apa kau lupa jika batu itu baru saja di tambahkan sihir? Tentu saja daya sihirnya lebih besar dari sebelumnya!" Omel Evans, dia sampai mengetuk-ngetuk kepala sahabatnya itu dengan jari telunjuknya karena sangking kesalnya.

"Aku tidak menyangka akan sebesar itu." Balas Gilbert, dia benar-benar masih sangat terkejut karena sihir di batu tadi benar-benar meningkat sejauh itu karena Liz.

"Maaf Paman, karena aku toko Paman hampir terbakar." Walaupun tadi Liz sempat kesal karena Gilbert langsung memasukkan batunya sekaligus, tapi dia juga merasa bersalah karena tidak memperingatkan Gilbert terlebih dahulu. Liz memejamkan matanya bersiap untuk mendengarkan kemarahan Gilbert.

Gilbert menggeleng, lalu mengusap puncak kepala Liz. "Tidak, ini bukan salahmu Liz, harusnya Paman bertanya lebih dulu padamu." Balasnya berusaha menenangkan bocah itu yang tampak murung.

"Tapi–"

"Yang di katakan si bodoh ini benar, Liz. Sudah tidak usah di pikirkan, lagipula kita bertiga juga tidak terluka." Sela Evans, dia mengusak rambut Liz agar anak itu tidak menyalahkan dirinya lagi.

Melihat kedua orang dewasa itu tidak memarahinya membuat Liz bingung, biasanya saat dia membuat kesalahan, Acrus dan Acresia pasti akan memarahinya, karena itu tadi dia reflek memejamkan matanya saat meminta maaf pada Gilbert, tapi lihatlah, kadua orang ini malah tersenyum padanya dan mengusap kepalanya. Walaupun masih bingung, tapi Liz ikut tersenyum melihat wajah mereka berdua. Ternyata ada banyak reaksi berbeda dari semua orang, mungkin rasa takutnya karena takut di marahi di sebabkan oleh Acrus dan Acresia, itu membuatnya jadi takut pada semua orang saat dia berbuat kesalahan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!