✍🏻 Sekuel dari novel Saoirse 📚
"Bahkan kau tidak akan menemukan cinta yang sama untuk kedua kalinya, pada orang yang sama. Dunia tidak sebaik itu padamu, Tuan. Meskipun kau punya segalanya." ucap Mighty penuh penekanan.
"Aku dan dia adalah dua orang yang berbeda, tanpa perlu kau banding-bandingkan. Dan tidak ada orang yang benar-benar sama, sekalipun mereka kembar identik!" Mighty menghentakkan kakinya, meluapkan emosi yang sudah lama memenuhi dada.
Mighty terjebak dalam permainan nya sendiri, melibatkan seorang duda berusia 35 tahun, Maximilian Gorevoy.
Ikuti kisah mereka yaaa😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Max terlihat frustasi, sesekali ia memijat pangkal hidungnya dan membuang napas kasar. Jake hanya bisa diam dan meliriknya melalui kaca spion, ia tahu jika tuannya itu sedang tidak baik-baik saja.
Kemarin malam, Max mengamuk dan mengatakan tidak akan pernah menikahi Mighty. Entah kenapa pagi ini Max tiba-tiba setuju menikah, meskipun tidak ada raut wajah ceria seperti pasangan pengantin baru lainya.
"Siapkan pesawat, aku akan pergi ke Galway." ucapnya, tanpa melihat Jake.
Jake terdiam, sebab beberapa hari belakangan ini, Max akan sibuk di kantor. Schedulenya padat sampai minggu depan, apalagi setengah hari ini ia habiskan di kantor pencatatan sipil.
"Jake," ujarnya karena tak kunjung mendapat jawaban dari sang asisten.
"Maaf, Tuan. Tapi schedule anda ...."
"Apakah tidak bisa menunggu?" potongnya, tahu arah pembicaraan Jake.
"Maaf, Tuan. Kita sudah menundanya sejak beberapa hari yang lalu." jawab Jake, membuat Max menghembus napas berat dan mengusap kasar wajahnya.
Status nya sebagai seorang CEO dari perusahaan yang multinasional, membuatnya punya banyak tanggung jawab dan tidak bisa berbuat semena-mena lagi seperti dulu. Apalagi sekarang Thor benar-benar lepas tangan dan tidak ingin ikut campur dalam urusan perusahaan.
Thor hanya akan datang ke perusahaan saat ada rapat dewan komisaris atau rapat tahunan saja. Selebihnya, Thor menikmati masa pensiunnya di usia yang terbilang muda. Ya, usia 62 tahun memang terlalu muda untuk pensiun, itulah yang Max katakan. Karena ia tidak siap memimpin perusahaan sebesar R&G Corporation.
Max memejamkan matanya wajahnya tampak lelah, karena banyaknya pikiran dan tekanan beberapa hari terakhir. "Minggu depan aku akan ke Galway." ujarnya, sambil menyandarkan kepalanya di kursi mobil.
"Baik, Tuan." sahut Jake. Kata-kata Max memang bukan sebuah perintah atau bernada tinggi, tapi Jake cukup paham jika kata-kata itu adalah sebuah keharusan, yang tidak bisa di tawar.
.....
Satu minggu berlalu, Max kini terlihat duduk bersimpuh dengan tangan menggenggam buket mawar merah. Salah satu bunga favorit mendiang istri tercinta, matanya menatap datar baru granit hitam yang dingin dan licin.
Kenangan Terindah Dari Istri Tercinta
Saoirse Brown Gorevoy
Meninggal di usia 22 tahun
'Merindukan lebih dari yang bisa di ungkapkan dengan kata-kata, semoga beristirahat dalam damai'
Deretan kata itu dibaca dalam hati oleh Max, membuat luka kehilangan nya kembali menyeruak. Mungkin sudah 6 tahun Saoirse meninggal, namun baginya, baru kemarin. Mungkin itulah salah satu penyebab Max belum bisa melupakan Saoirse sepenuhnya.
"Kau datang lagi?" tanya seorang wanita dari belakangnya.
Dia adalah Theresia, mantan mertua. Ibu kandung mendiang sang istri. There terlihat semakin sehat, mungkin karena ia berada ditanah kelahirannya, dan merasa dekat dengan mendiang ayah, ibu, dan anaknya.
"Aku merindukan nya." ucap Max meletakkan buket mawar merah itu diatas nisan Saoirse.
There tersenyum lembut dan menyentuh pundak lebar Max. "Terimakasih kau begitu mencintai putriku, tapi kau harus melanjutkan hidup mu, Max." ujar There tidak pernah bosan mengingatkan Max untuk melangkah maju.
"Itu yang sedang kulakukan." sahutnya, tanpa mengalihkan pandanganya dari ukiran nama sang istri diatas granit hitam itu.
"Melakukan apa? Kau masih meratapi kematian Saoirse, apa itu yang kau sebut melanjutkan hidup?" kata There melihat wajah datarnya.
"Kau tidak harus melupakan Saoirse, tapi kau harus melanjutkan hidupmu. Jangan buat Saoirse seperti kutukan, yang membuatmu tidak bisa melanjutkan hidup." There mengusap nama Saoirse yang terukir diatas batu granit, lalu menoleh ke makam yang ada disebelahnya.
"Putriku sudah bahagia, dia bersama nenek dan kakeknya. Jangan membuatnya bersedih, karena kau masih terpuruk akan kematian nya. Jangan jadikan alasan karena kau masih mencintainya, hingga kau lupa untuk hidup bahagia." There dengan tulus menasehatinya.
"Max, kau berhak bahagia, Tuan Thor, Nyonya Alla. Mereka berhak mempunyai cucu, penerus keluarga kalian. Jangan jadikan putriku sebagai penghalang kebahagiaan kalian." Max menatap sendu mantan mertuanya.
"Bangun dan temukan cinta yang baru. Saoirse juga pasti ingin kau melanjutkan hidup dengan bahagia, mempunyai banyak anak. Lanjutkan impian Saoirse yang tidak pernah bisa ia wujudkan. Carilah wanita yang kau cintai, dan wujudkan semua impianmu. Kau berhak bahagia." pungkasnya tersenyum, lalu meninggalkan Max seorang diri.
Max tercenung memikirkan kata-kata There, tidak ada yang salah memang, dari nasehat bijak itu. Tapi menjalani nya tidak semudah itu, apalagi dalam hati Max, Saoirse adalah wanita yang sempurna.
Jika saja penyakit itu tidak menggerogoti tubuh Saoirse, mungkin sekarang hidupnya sudah semakin lengkap dan sempurna. Namun takdir berkata lain, merenggut cinta yang sedang bermekaran secara paksa.
...
Di sisi lain, Mighty hanya bisa menghabiskan waktunya didalam kamar. Segala kebutuhannya memang tercukupi, namun kebebasannya terenggut. Sayang yang biasa ia gunakan terbang menikmati hidup, kini dipotong paksa oleh sebuah status sebagai menantu keluarga Gorevoy.
Sejak pulang dari kantor pencatatan sipil, ia tidak pernah lagi bertemu dengan Alla atau Thor. Hanya bibi Olga ya g sesekali menemuinya, memberikan makanan atau sekedar mengajaknya jalan-jalan di taman belakang, saat ia terlihat bosan.
"Bibi, apa orang-orang itu belum kembali?" tanyanya, sambil menikmati buah potong yang dibawakan oleh bibi Olga.
"Belum, biasanya Tuan dan Nyonya membutuhkan waktu yang lama, saat sedang pergi." sahut nya, Mighty hanya mengangguk.
Ia berhenti mengunyah saat mengingat suaminya, namun ada rasa takut untuk bertanya. "Lalu ...." ia tidak jadi meneruskan kata-katanya, dan malah menggigit bibirnya.
Bibi Olga tersenyum, ia tahu apa yang ingin ditanyakan Mighty. "Tuan Max sebenarnya tidak tinggal disini, dia tinggal di apartemen dan hanya sesekali saja datang ke mansion." katanya menjelaskan, Mighty hanya manggut-manggut saja.
Dalam hatinya ada rasa sedikit bersyukur, karena Max tidak ada di mansion. "Memang, kemana tuan dan nyonya pergi?" tanyanya penasaran, namun bibi Olga hanya menatapnya dengan wajah bingung.
"Tidak perlu dijawab jika pertanyaan ku terlalu lancang." ucapnya tersenyum miris. Statusnya memang menantu, namun posisinya sama seperti orang luar yang tidak tahu apa-apa.
"Bukan begitu, Nona. Tapi saya memang tidak tahu kemana mereka pergi." sahut bibi Olga. "Tapi, biasanya di bulan-bulan ini mereka pergi ke Afrika. Seperti sudah menjadi agenda rutin, sejak tuan Thor pensiun." sambungnya menjelaskan.
"Apa ada sesuatu yang nona butuhkan?" tanyanya memastikan jika Mighty tidak kekurangan apapun.
"Tidak ada, bibi bisa kembali bekerja." jawabnya, ia paham jika bibi Olga tidak hanya mengurus dirinya.
"Baiklah, panggil saja jika anda butuh sesuatu." katanya menunjuk sebuah HT yang berada diatas nakas, samping tempat tidur.
Mighty tersenyum dan mengangguk kecil, setidaknya ada seseorang yang mengajaknya bicara. Sehingga ia tidak terlalu kesepian, mengingat biasanya Mighty adalah wanita yang aktif bekerja. Entah sudah berapa lama ia tidak menyentuh peralatan dapur, yang biasa menjadi teman keseharian nya.
*
*
*
*
*
TBC