WARNING❗
Cerita ini, buat yang mau-mau saja, TAK WAJIB BACA JUGA
Mengandung banyak Flashback
Banyak nama tokoh dari novel-novel pendahulu mereka
Slow update
Alur lambat
So, yang gak suka silahkan cabut, dan berhenti sampai di sini ❗
⚠️⚠️⚠️
Kenzo akhirnya menerima permintaan sang bunda untuk menikahi putri sahabatnya semasa SMA.
Tapi ternyata gadis itu adalah adik tiri Claudia mantan kekasihnya. Dulu Claudia mencampakkan Kenzo setelah pria itu mengalami kecelakaan hingga lumpuh untuk sementara waktu.
Bagaimana lika-liku perjalanan pernikahan Kenzo dengan Nada? (yang selisih usianya 10 tahun lebih muda).
Di sisi lain, Nada masih terbelenggu dengan potongan ingatan masa kecil yang mengatakan bahwa ibunya meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri.
Apakah itu benar? Atau hanya dugaan semata? Lantas jika tidak benar siapa gerangan yang telah menghilangkan nyawa ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ehm!
#13
“Aku, hamil, Tante. Ini anak Kanaka.”
Claudia sedang menjatuhkan bom di tempat yang tepat, tapi tetap saja Nyonya Kalina tak bisa menghilangkan rasa terkejutnya.
Wajah wanita itu nampak pucat seperti kehilangan banyak darah, tubuhnya bersandar lemas ke sandaran sofa. “Tidak mungkin,” gumam Nyonya Kalina.
“Ini benar, Tante. Saya tak mungkin membohongi Tante.” Claudia kembali mencoba meyakinkan Nyonya Kalina.
“Iya, Jeng. Aku lihat sendiri testpack-nya tadi pagi.” Mama Laura menambahkan.
Sejujurnya Claudia mengumpat dalam hati, bagaimana bisa sang Mama berkata demikian, bagaimana kalau Nyonya Kalina ingin melihat testpack-nya?
Claudia meremas tangannya, walau demikian ia tetap memasang wajah sendu, dan ekspresi yang sangat meyakinkan.
Nyonya Kalina memijat pelipisnya, “Nyonya— Anda baik-baik saja?”
“Aku tidak apa-apa, Tolong bangunkan Kanaka, dan suruh dia turun ke bawah,” perintah Nyonya Kalina.
Asisten pribadi Nyonya Kalina itu segera melaksanakan perintah atasannya, ia naik ke lantai dua tempat kamar Kanaka berada.
Tok!
Tok!
“Tuan Muda, Nyonya Kalina sedang menunggu Anda.”
Tak ada sahutan, hingga wanita berpakaian formal tersebut, membuka pintu kamar. Udara di dalam ruangan sangat pengap, bercampur dengan aroma alkohol yang dikonsumsi Kanaka. Benar-benar bau yang membuat perut menjadi mual.
Wanita bernama Asti, itu pun membuka gorden dan jendela kamar Kanaka, agar sinar matahari dan udara segar masuk ke dalam ruangan.
“Sial! Siapa berani membuka jendela dan gorden!” teriak Kanaka.
“Nyonya menunggu Anda di bawah, Tuan.”
“Ngantuk.” Kanakan kembali terpejam usai mengomel.
“Ada Nona Claudia dan Nyonya Laura juga.”
Kedua mata Kanaka seketika terbuka lebar, ngantuk dan juga efek alkohol seolah sirna begitu saja. Kanaka pun bangun, memegangi keningnya yang berputar, karena efek samping alkohol yang ia konsumsi. “Auchh!” desis Kanaka dengan wajah meringis.
“Bisakah kamu ambilkan obat sakit kepala untukku?”
“Obat sakit kepala ada di laci meja Anda, dan airnya ada di atas meja. Silahkan mandi lalu segera turun untuk menemui kekasih dan calon mertua Anda.”
Asti menjawab seperti robot yang menyimpan rekaman suara, bahasanya formal karena itu adalah bagian dari pekerjaannya mendampingi salah satu ibu pejabat.
“Ckckck, dasar robot!” gerutu Kanaka.
“Claudia sialan, mau apa pagi-pagi datang? Menggangguku saja.” Kanaka kembali menggerutu, marah karena acara tidurnya
terganggu, padahal saat ini sudah hampir jam 12 siang.
Dengan langkah tertatih goyang kanan kiri, Kanaka menghampiri meja, membuka lacinya lalu mengeluarkan 1 tablet pereda nyeri kemudian menelannya bersama segelas air putih.
Setidaknya Kanaka ingat untuk mandi terlebih dahulu sebelum turun.
•••
“Duduk!” perintah Nyonya Kalina.
“Apa, sih, Ma?” jawabnya acuh, padahal ada Mama Laura, setidaknya pada mama dari tunangannya, Kanaka bisa sedikit lebih hormat.
“Sampaikan langsung pada tunanganmu.” Nyonya Kalina meminta pada Claudia agar ia menyampaikannya secara langsung pada Kanaka.
“Apaan, sih? Jangan norak gini, deh. Biasa juga kita ketemu di luar, kan?”
“Kanaka! Jaga ucapanmu!” tegur Nyonya Kalina.
“Ka— a-aku ha-mil,” kata Claudia terbata.
Kanaka tertawa renyah, “Kamu pasti bergurau.”
“Tidak.” Claudia menjawab penuh keyakinan.
“Kanaka berdiri, ie menarik lengan Claudia, “Ayo kita bicara berdua.”
“Tidak, Ka. Apapun yang ingin kamu katakan, Mama aku dan juga Mama kamu harus mendengarnya.”
“Sshhh—” Kanaka hendak mengumpat kasar, namun ia ingat ada mamanya dan juga mamanya Claudia di sana. Jadi ia hanya bisa mengumpat dan memaki dalam hati. “Cepatlah, apa yang ingin kamu katakan?!”
“Ka, aku hamil anak kamu.”
“Apa?! Itu tidak mungkin! Kamu pasti bohong!” tuding Kanaka, tiba-tiba ia marah, sekaligus geram pada kekasihnya.
Kanaka ingat dengan benar, ia tak pernah lupa menyuruh Claudia minum pil pencegah kehamilan setelah mereka berhubungan, tapi kenapa masih juga kecolongan?
“Aku tak bohong, dan aku juga selalu meminum pilnya sesuai permintaanmu, tapi anak ini tetap hadir juga, kan?!” jawab Claudia tak kalah keras kepala. Ia tak bisa menyerah kalah begitu saja dengan mantan kekasihnya yang kini terlihat bahagia menyanding sang adik tiri.
Kanaka bersandar dengan gelisah, mendadak pandangannya suram, membayangkan terikat dengan Claudia dari hari ke hari.
“Secepatnya, kalian harus menikah!” ultimatum Nyonya Kalina.
“Ma?!” protes Kanaka.
“Apa?! Mau protes, sudah sangat lama Mama dan Papa memintamu memperjelas hubungan kalian. Biar kalian tidak kebablasan, dan sekarang benar-benar terjadi, kan?”
Kanaka Bungkam tak bisa menjawab perkataan Nyonya Kalina. “Apa kata orang-orang, putra tunggal sekretaris gubernur, menghamili kekasihnya, tapi menolak bertanggung jawab. Mau ditaruh mana wajah Mama dan Papa?!”
Claudia menunduk dalam, namun, diam-diam ia tersenyum senang. Begitu pula Mama Laura yang menyembunyikan senyum samarnya, dari balik cangkir teh yang sedang ia minum. “Jika tahu akan semudah ini, seharusnya sejak dulu kulakukan,” monolognya.
•••
Siang menjelang sore, Kenz sudah tiba di pelataran parkir kampus Nada. Pria berkacamata minus dan berwajah manis ini melihat sekeliling kampus, tiba-tiba ingat masa-masa menjadi mahasiswa. Belajar mati-matian, demi membuktikan bahwa di tengah keterbatasannya kala itu, ia masih mampu menaklukkan rintangan.
Kenzo berjalan masuk ke area mahasiswa, tentu saja pria setampan dirinya langsung menjadi pusat perhatian para gadis. Salah seorang yang terkenal sebagai bunga kampus, berjalan mendekati Kenz.
“Masnya lagi cari siapa?” tanyanya sambil memilin rambut panjangnya.
“Nada.” Kenz melihat sekeliling, tapi sang istri tetap tak terlihat di manapun.
Si bunga kampus langsung cemberut, diantara begitu banyak gadis cantik, kenapa Nada yang pendiam yang di cari si pria tampan. Benar-benar menyebalkan.
“Woy, lihat Nada, nggak?”
“Tadi lagi jajan siomay di dekat pohon tuh.” Salah seorang menimpali ucapan si bunga kampus.
“Oke, terima kasih.” Dengan gayanya yang cool Kenzo berterima kasih.
“Eh, tunggu!”
Kenzo pun berhenti, “Kenalan, boleh?”
“Tidak.”
Si bunga kampus kembali dibuat tercengang. “Apa istimewanya si Nada, aku cantik, seksi, juga—”
“Aku tak peduli,” jawab Kenzo, kali ini sukses membuat si bunga kampus menjadi bahan tertawaan teman-teman satu gengnya.
“Memang situ siapanya si Nada?!” Kepalang malu, bunga kampus kembali bertanya.
“Suaminya.”
Gadis pendiam, tak punya banyak teman, dan juga antik seperti Nada, ternyata mampu memikat pria setampan itu. Mungkin sebentar lagi pesonanya akan luntur.
Kenzo kembali melanjutkan langkahnya, menghampiri pohon besar yang menjadi petunjuk arahnya menemukan sang istri.
Dan Kenz tersenyum ketika melihat keberadaan istrinya di sana, tapi senyum itu sirna ketika di bangku dan meja panjang itu, istrinya sedang terlibat pembicaraan asik dengan seorang laki-laki.
Tanpa banyak bicara Kenzo mendekat, ia berdiri di dekat meja dan bangku panjang tersebut, mendengarkan sang istri muda dan laki-laki asing itu bicara dengan akrab dengan diselingi canda tawa.
“Ehm!”
hmmm siapa kah lelaki yang nabrak pagar? apakah orang suruhan Kanaka itu??
next Thor..