NovelToon NovelToon
Manuver Cinta

Manuver Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Balas Dendam / CEO / Dark Romance
Popularitas:572
Nilai: 5
Nama Author: _Luvv

Pernikahan tanpa Cinta?

Pernikahan hanyalah strategi, dendam menjadi alasan, cinta datang tanpa di undang. Dalam permainan yang rumit dan siapa yang sebenernya terjebak?

Cinta yang menyelinap di antara luka, apakah mereka masih bisa membedakan antara strategi, luka, dendam dan perasaan yang tulus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Luvv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10

"Diandra! Kakak sudah bilang, jangan gegabah!" suara Sandra meninggi, napasnya tersendat antara marah dan cemas.

"Memangnya Kakak nggak penasaran?" Diandra menatapnya tajam. "Kenapa keluarga kita bisa bermusuhan bertahun-tahun sama keluarga Adiwijaya?"

Sandra terdiam sejenak, sebelum akhirnya bergumam pelan, "Jangan bilang kalau—"

Diandra tersenyum tipis, penuh makna. "Selain untuk mencari tahu, kedekatanku sama Lingga… mungkin bisa aku manfaatkan."

"Manfaatkan?" Sandra mengerutkan kening, ekspresinya penuh ketidakpercayaan. "Kamu nggak mau pakai nama keluarga kita, tapi malah mau pakai nama keluarga Lingga?"

"Karena hampir semua mitra lama Papa sekarang berpindah ke perusahaan Wijaya. Mereka dulunya rekan setia Papa, Kak… dan tiba-tiba semua loyalitas itu hilang begitu saja. Aneh, kan?" ucap Diandra sambil menatap lurus, serius.

Sandra terdiam, lalu menghela napas berat. "Dan selain itu… tujuanmu apa?"

Tanpa menjawab, Diandra mengambil ponselnya, membuka sebuah video, dan menyerahkannya ke Sandra.

Begitu video itu diputar, mata Sandra membelalak. "Ini… dari mana kamu dapat ini?"

"Dari Mike. Dua minggu lalu." jawab Diandra cepat. "Dan setelah lihat ini, kamu masih bisa bilang kita harus diam?"

"Tapi ini… bukan urusan kita, Diandra. Bahaya kalau—"

"Lalu kita biarkan saja orang yang nggak bersalah dikorbankan?" potong Diandra. "Saudara kita sendiri dijadikan kambing hitam, Kak. Apa kamu bisa tenang lihat itu?"

Sandra menggigit bibirnya, wajahnya mulai goyah oleh emosi dan ketakutan.

"Apa Lingga tahu soal ini?"

"Aku nggak yakin. Tapi dari cara dia bertingkah beberapa hari ini, kayaknya dia sendiri nggak sepenuhnya percaya keluarganya."

"Dan rencanamu?"

"Aku manfaatkan ketertarikan dia ke aku. Buat dia jatuh cinta. Lalu aku minta dia jadi pewaris keluarga Wijaya."

Sandra terkejut. "Tapi bukannya dia sudah jadi pewaris?"

Diandra menggeleng pelan. "Menurut info dari Mike, Lingga menolak posisi itu. Dan jujur, itu yang bikin aku makin curiga. Seolah-olah dia sendiri ngerasa ada yang nggak beres."

"Kamu yakin bisa?" tanya Sandra dengan suara pelan, lebih pada dirinya sendiri.

"Aku nggak bisa jamin hasil, tapi aku bisa pastikan satu hal. Aku nggak akan mundur. Setidaknya, kalau aku jatuh, aku jatuh dalam keadaan melawan." jawab Diandra mantap.

Sandra terdiam. Ia tahu adiknya keras kepala, tapi kali ini dia seperti sedang menantang badai yang tidak bisa ditebak dari mana datangnya.

"Kamu nggak curiga Lingga juga punya motif?"

Diandra tersenyum penuh arti. "Tentu. Awalnya aku juga nggak mau terlibat sama keluarga mereka. Tapi melihat cara dia memperlakukanku, aku yakin… dia juga sedang memainkan sesuatu."

Lalu Diandra menatap Sandra tajam, dengan senyum tipis di bibirnya.

"Jadi, Kak…" katanya pelan. "Mari kita ikut main di permainan mereka."

____

"Siapa?” sahut Lingga saat mendengar suara ketukan pintu ruangannya.

“Rudi, Pak.” sahut orang itu di luar ruangan.

“Masuk.” suara Lingga terdengar datar. Pagi itu, ia berada di kantor pusat Adiwijaya, perusahaan megah yang menjadi kebanggaan keluarganya.

Jika bukan karena janjinya ia tidak mungkin berada di kantor ini, namun karena janji itu ia sekarang berada di ruangan ini.

Rudi masuk dengan ekspresi canggung, memegang sebuah tablet.

“Hari ini ada makan malam dengan keluarga Ferdinan, Pak,” lapornya hati-hati.

“Lagi?” desah Lingga malas, alisnya terangkat dingin.

Rudi mengangguk ragu. Tatapan tajam Lingga memang selalu membuat siapa pun ingin menunduk.

“Sampai kapan pria itu menjadikan saya alat untuk memperluas relasi bisnisnya, Rud…” gumam Lingga dengan nada muak.

Rudi menelan ludah, tak tahu harus menanggapi bagaimana. Dan setiapLingga bicara, Rudi hanya diam. Semua tahu, ketika Lingga bicara soal ayahnya, yang terbaik adalah tidak ikut campur.

Beberapa detik hening. Lalu Lingga berdiri, mengambil jas hitamnya dan memakainya dengan gerakan cepat.

“Saya akan datang nanti malam,” ucapnya akhirnya.

“Bapak mau ke mana sekarang?” tanya Rudi bingung. Ini masih pagi, dan jadwal kerja Lingga padat sampai siang.

“Ada urusan.” jawab Lingga singkat sambil melangkah menuju pintu. “Kalau Ayah mencari, bilang saja saya keluar sebentar.”

“Tapi, sore nanti Bapak ada meeting dengan tim ekspansi luar negeri—”

“Saya akan kembali sebelum itu.” potong Lingga tanpa menoleh. Ekspresinya tetap datar, sulit ditebak.

Rudi hanya bisa mengangguk patuh. Protes bukanlah pilihan bila berhadapan dengan Lingga.

“Yang penting Pak Lingga mau datang nanti malam,” gumamnya pelan, untuk urusan kantor hari ini masih bisa ia tangani sendiri.

_____

Langit pagi tampak cerah, tapi tidak bagi Lingga. Ia menyetir mobilnya menembus padatnya lalu lintas kota. Jendela sedikit terbuka, membiarkan angin masuk, seolah mencoba mengobati dadanya yang penuh sesak.

Hidupnya terlihat sempurna dari luar sudah terpola, tertata, penuh kehormatan. Tapi di balik itu semua, hidupnya adalah penjara berdinding nama besar dan ekspektasi yang menyiksa.

Mobilnya akhirnya berhenti di area parkir rumah sakit. Ia mematikan mesin, lalu menatap ke arah bangunan tinggi itu dari balik kaca depan.

Sudah seminggu sejak terakhir kali ia bertemu Diandra. Dan sejak saat itu… gadis itu menghilang tanpa kabar. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan. Seolah pertemuan terakhir mereka tak pernah terjadi.

Hari ini, Lingga datang bukan sekadar ingin bertemu.

Ia ingin bicara. Tentang pernikahan mereka, sebuah keputusan yang tak lahir dari cinta, tapi dari sesuatu yang lebih dalam… dan rumit. Sesuatu yang bahkan belum bisa ia pahami sepenuhnya. Tapi satu hal yang pasti: Diandra mulai memenuhi pikirannya lebih dari yang ia kira.

Begitu memasuki rumah sakit, ia berpapasan dengan seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang administrasi.

"Ruangan dokter Diandra Elene Maris, di mana ya, Sus?" tanyanya dengan nada tenang.

Perawat itu tampak mengenali nama yang disebut. "Mari saya antar, Pak?" tawarnya ramah.

Lingga mengangguk singkat.

Mereka berjalan menyusuri lorong yang sunyi, hanya sesekali terdengar suara langkah kaki atau roda tempat tidur yang bergulir di kejauhan. Aroma khas rumah sakit menyatu dengan pikirannya yang berkecamuk.

Beberapa saat kemudian, mereka berhenti di depan sebuah pintu bertuliskan "dr. Diandra Elene Maris,"

"Ini ruangannya, Pak. Sepertinya beliau ada di dalam. Jadwal prakteknya sudah selesai." ujar sang perawat.

"Terima kasih." ucap Lingga, lalu meraih gagang pintu itu dengan pelan.

Ia membukanya hati-hati. Aroma lembut lavender menyambutnya begitu ia masuk. Ruangan itu rapi dan hangat, tidak seperti rumah sakit pada umumnya.

Pandangan matanya langsung tertuju pada sosok yang sedang tertidur di sofa, masih mengenakan jas putih, dengan map rekam medis di pangkuannya.

Diandra.

Gadis itu terlihat kelelahan. Kepalanya tertunduk, napasnya teratur, dan wajahnya memancarkan keletihan yang tak bisa disembunyikan.

Lingga berdiri mematung. Ia ragu untuk membangunkannya.Ia bisa saja bersikap dingin seperti biasanya, tapi hari ini… sesuatu di dalam dirinya berkata lain.

Perlahan, ia berjalan mendekat, lalu duduk di samping sofa.

Dengan lembut, ia menyentuh bahu Diandra dan memposisikan tubuh gadis itu agar lebih nyaman. Kepalanya ia sandarkan ke pangkuannya sebuah tindakan yang entah kenapa terasa sangat natural. Jari-jari Lingga bergerak pelan, membenarkan rambut Diandra yang berantakan, sebelum akhirnya mengelus pipi gadis itu perlahan.

Untuk sesaat, waktu seakan berhenti.

Ia menatap wajah Diandra lama seolah ingin menghafalkan setiap detailnya. Dan untuk pertama kalinya… Lingga merasa, pernikahan ini bukan sekadar bagian dari permainan. Mungkin, tanpa sadar, ia sudah terlalu jauh masuk ke dalamnya.

"Kamu selalu bisa menghapus batasan yang saya buat, Diandra…" bisiknya pelan, nyaris tak terdengar.

1
Erika Solis
Duh, sakit banget hatiku. Terharu banget sama author!
Isolde
🙌 Suka banget sama buku ini, kayaknya bakal aku baca lagi deh.
Madison UwU
Gak sabar lanjut baca!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!