Di balik hutan Alaska, Rowan menikahi cinta pertamanya, Anna. Mereka tinggal di rumah yang ia bangun dengan harapan suatu hari akan di penuhi tawa anak-anak. Tapi Anna belum siap menjadi ibu dan Rowan menghargainya.
-
Kabar tak terduga tiba “Rowan, Anna mengalami pendarahan di Prancis”.
-
Pria muncul di tengah penantian Rowan, Anna tengah mengandung.
“Aku ingin melakukan Tes DNA pada bayi kembar itu!!”
-
Kesetian, Kepercayaan, Penghianatan serta Penantian.
Segelas teh hangat di tengah hutan gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tilia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesetian yang hancur
“Apa kau mendengar sesuatu?” Orlando seperti mendengar suara.
“Itu hanya perasaan mu” Anna tidak medengarnya ia tengah berada di kesenangannya sendiri.
......................
Mobil berhenti di parkiran pabrik kayu Rowan, ia segera turun memasuki ruanganya.
“Bos?? Kau datang?” Max yang heran melihat Rowan yang datang ke pabrik saat ini, karena hari ini harusnya ia berkerja di rumahnya.
“Daerah mana pohon yang akan di tebang?” Rowan menuruni kantor dengan kampak di tanganya, bertanya dengan dingin.
“Di sini!” Max heran mendengarnya berbicara seperti itu, Rowan melihat peta itu dan berjalan keluar.
“Aku akan mengikutinya” Max berteriak pada karyawan lainya, ia segera berlari mengikuti Rowan memasuki hutan, daerah yang di tuju cukup dalam namun Rowan nampak tidak lelah ia memegang gagang kampak itu dengan erat hingga ingin menghancurkannya.
"Apa yang terjadi denganya?” Max berguman melihat Rowan yang tidak seperti biasanya. Rowan sampai pada bagian daerah yang di tandai, terdapat beberapa pekerja yang tengah menebang pohon dengan alat berat mereka berhenti saat melihat Rowan datang di ikuti Max di belakangnya.
“Pohon mana yang belum di tebang?” tanya Rowan, seorang pekerja menunjuk salah satu pohon Birch, Rowan segera menuju pohon itu.
“Max, ada apa?” tanya salah satu pekerja, mereka tidak biasa melihat Rowan secara langsung menebang pohon dengan kampak, karena perusahaanya sudah menggunakan alat berat.
“Entahlah, kalian lanjutkan pekerjaan jangan pikirkan dia” ujar Max, mereka pun melanjutkan pekerjaan mereka dengan Max yang terus mengawasi bosnya itu. Max bergabung dengan perusahaan Rowan saat ia masih merintis ia menganggap Rowan lebih dari sekedar bosnya.
Rowan menatap pohon itu dan mulai mengayunkan kampaknya sekuat tenaga, setiap ayunan yang menghancurkan serat pohon dan membuatnya tidak utuh lagi melambangkan kemarahan Rowan saat ini.
Langit semakain gelap, di tengah hutan kabut dingin telah menyelimuti pepohonan. Hewan-hewan bersembunyi karena gelapnya malam.
Rambut dan pakaian Rowan telah basah, napasnya terengah-engah, tanganya memerah karena gesekan. Max melihat kekacauan Rowan ia kini khawatir denganya.
“Rowan, hentikan ini sudah malam!!”
“Ibu mu pasti akan khawatir!!” teriak Max, mendengar itu Rowan berhenti melepaskan kampaknya yang tengah memotong kayu menatap kedua telapak tanganya yang merah dan terdapat goresan luka yang menyakitkan namun ia tidak merasakan rasa sakit itu.
“Aku akan mengantar mu” Max mendekat, Rowan pun menutup matanya dan menghela napas berat.
“Tolong antarkan ku” ucap Rowan dengan serak. Max pun mengantar Rowan dengan mobilnya menuju rumah Daisy, ia tidak bertanya ataupun membuka pembicaraan. Rowan menatap pohon-pohon di pinggir jalan dengan hati yang hampa, hingga mereka sampai.
“Kita sampai” Max mengingatkan Rowan.
“Terimakasih, Max” Rowan turun dari mobil dan berjalan dengan punggung yang nampak kehilangan ketangguhannya ia nampak sangat rapuh saat ini.
Rowan menekan bel pintu rumah ibunya, tak lama seseorang membukanya.
“Rowan?” Velma membuka pintu dan melihat penampilan adiknya yang kacau, ia keluar dan melihat Max di dalam mobil melambaikan tangan Velma membalasnya.
“Cepat masuk!! Ibuuuu Rowan datang” Velma berteriak.
“Paman!!!!!” Andrew segera berlari namun di hentikan ibunya.
“Andrew bermainlah dengan kakek di kamar mu, setelah itu temui paman mu, oke?” bujuk Velma.
Benjamin melihat apa yang terjadi, ia meliah Rowan segera memahami maksud putrinya.
“Kakek akan menggendong mu!!” Benjamin mengangkat Andrew untuk duduk di pundaknya dan pergi ke ruang bermain.
“Rowan? Apa yang terjadi?” Daisy terkejut melihatnya, ia merasa sesuatu telah terjadi dengan putranya.
“Ulurkan tangan mu” Daisy menarik kedua tanganya dan melihat kemerahan dan luka di tanganya.
“Bersihkan dirimu, baru obati tangan mu” Daisy menarik tangan Rowan untuk membersihkan diri.
“Kakek, mengapa aku tidak boleh menemui paman saat ini?” tanya Andrew dengan polos pada Benjamin yang menemaninya bermain.
“Paman sedang berbicara hal penting dengan nenek dan ibu mu” jawab Benjamin.
“Mmmm, baiklah aku akan menemuinya nanti” ujar Andre, Benjamin mengelus rambutnya di dalam hatinya ia pun khawatir melihat putranya datang seperti itu.
Rowan tengah duduk diam, tetesan air menetes dari rambutnya. Velma dan Diasy menghela napas berat mencoba berbicara dengannya saat ini mereka tidak akan mendapatkan penjelasan apapun.
“Oke selesai”
“Kau ingin tidur di sofa atau di kamar Andrew?” tanya Daisy membereskan kotak p3knya.
“Sofa” jawabnya singkat, Velma mengambil selimut serta beberapa bantal dan merapihkannya di atas sofa.
“Ada apa?” tanyanya dengan lembut mengelus punggung adiknya.
“Aku hanya salah menebang pohon” jawan Rowan.
“Baiklah, tidurlah” Velma tersenyum tipis pergi untuk memberikan ruang padanya.
Rowan merebahkan dirinya di atas sofa, merasakan kehangat keluarganya di balik selimut bayang-bayang Anna dengan pria itu masih mengisi pikiranya, namun tubuh lelahnya membuatnya perlahan tertidur.
......................
Anna pulang di malam hari kelasnya berjalan sangat lancar, ia sangat senang hari ini. Saat keluar dari mobil ia melihat rumahnya yang masih gelap.
“Rowan pergi?” ia memasuki rumah dan menyalakan lampu, isi rumah nampak sepi dan kosong tidak seperti biasanya.
“Rowan??” Anna memanggilnya namun tidak ada jawaban, ia mencarinya ke dalam kamar namun tidak menemukanya, melihat ruang kerjanya nampak kosong.
Di dapur pun tidak ada makanan, karena biasanya Rowan selalu memasak apapun yang terjadi.
Bip! Telpon rumahnya berbunyi, Anna menekan untuk membuka pesan suara.
“Anna, ini Velma. Rowan menginap di rumah malam ini. Maaf dia tidak mengabari mu” isi pesan itu.
Mendengar pesan itu, Anna mendapat jawaban ia membuka handponenya namun tidak ada panggilan atau pesan darinya. Anna menghubungi Lucy untuk menemaninya makan malam di kota.
......................
Di tengah tidurnya Rowan tiba-tiba terbangun, ia bermimpi melihat Anna tengah bercinta dengan lelaki itu di rumah mereka. Rasa sakit kembali menyerang hatinya.
“Apa yang salah dengan ku?”
“Mengapa Anna melakukan ini?”
Dua pertanyaan yang menghantui pikiranya, ia pun bangun minum dua gelas air dingin. Benjamin menuruni tangga dan melihat putra di dapur.
“Maaf membangunkan mu?” Rowan melihat ayahnya.
“Tak apa, Andrew tertidur sangat ingin bermain dengan mu” ujar ayahnya ikut minum segelas air.
“Tidurlah di ruang kerja ku, sofa di sana masih cukup nyaman dengan ukuran mu”
“Di sana lebih hangat” tambahnya.
“Baiklah” Rowan membawa selimut dan bantalnya, Benjamin melihat putranya yang telah tumbuh tinggi dan kuat namun dimatanya ia tetaplah anak kecil yang selalu mengikutinya berkerja di ruangan itu.
Rowan membuka ruang kerja ayahnya dan menyalakan lampu di sana, ruangan yang sederhana bernuansa kabin lantai kayu memberikan kesan hangat dan nyaman, foto-foto terpajang di lemari Rowan mengambil salah satu foto dirinya dan ayahnya dengan ikan hasil tangkapan mereka dengan senyuman lebar di wajahnya.
Rowan berjalan menuju sofa di sana, tempat ia sering menemani ayahnya berkerja kini nampak kecil namun tetap hangat dan luas untuk dirinya, Rowan perlahan tertidur di sana melupakan sesaat apa yang terjadi hari ini.
...----------------...