Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Poin Terakhir Dalam Kontrak
Ternyata sopir itu mengantarnya ke Rumah milik Zaidan, yang waktu itu Melati menjemputnya disini bersama Ares saat mereka akan pergi bertemu orang tua Zaidan. Sang sopir turun dan membukakan pintu mobil untuk Melati.
"Nona biar saya yang menggendong Nona kecil"
"Ah, tidak perlu Pak. Saya bisa menggendongnya sendiri" ucap Melati sambil tersenyum.
Melati menggendong Zenia yang tertidur menaiki tangga menuju pintu utama. Pak sopir tetap mengikuti dari belakang, dia membantu membukakan pintu untuk Melati.
"Selamat datang, Nona"
Melati sedikit terkejut saat melihat sambutan yang diberikan. Ada satu pria paruh baya yang masih terlihat gagah, dua orang wanita dengan pakaian yang sama. Melati tersenyum canggung pada mereka semua.
"Biar saya bantu, Nona" Salah satu dari wanita tadi mengambil Zenia dari gendongan Melati dan membawanya ke kamar Zenia.
"Perkenalkan, saya Pak Than, saya kepala pelayan disini. Dan yang tadi adalah Maya, dan ini Lina. Mereka pelayan disini, dan yang tadi menjemput Nona dia adalah Pak Eka, sopir disini" ucap Pak Than.
Melati mengangguk dengan tersenyum canggung. Ternyata di rumah ini dia tidak akan merasa kesepian, karena ternyata banyak pekerja juga disini. Ah, setidaknya aku tidak akan kesepian selama tinggal disini. Gumamnya dalam hati.
"Mari Nona, biar saya antar anda ke kamar" ucap Lina.
Melati hanya mengangguk dan mengikuti kemana Lina pergi. Sebuah kamar di dekat tangga. Kamar yang cukup besar juga, tapi Melati yakin ini bukan kamar utama di rumah ini.
"Ini adalah kamar anda, Nona. Em, untuk kamar Tuan Muda ada di atas. Tapi, Tuan Muda bilang anda jangan sampai naik kesana, Nona" ucap Lina, terlihat dia sangat ragu untuk mengatakan itu.
Melati tersenyum, dia menepuk bahu Lina dengan lembut. "Iya Lina, kamu tidak perlu takut mengatakannya. Lagian, aku juga tidak mau jika harus sekamar dengan dia. Ups... Kamu sudah tahu 'kan bagaimana pernikahan kami?"
Lina mengangguk dengan ragu, dia cukup tekerjut dengan sikap Nona Mudanya yang ternyata tidak seperti bayangannya. Padahal dia berpikir, Nona Muda baru di rumah ini akan bersikap angkuh dan sombong. Tapi, ternyata tidak.
"Em, Nona yang sabar ya" lirih Lina.
Melati kembali tersenyum, dia duduk di pinggir tempat tidur dan menatap Lina yang masih berdiri di depannya saat ini. Menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Menatap ke sekelilingnya, dan dia cukup nyaman di kamar ini. Jelas, kamar ini lebih mewah dan luas dengan yang dia punya. Sungguh perbandingan yang bak langit dan bumi.
"Tidak papa Lina, aku bisa kok menjalani ini. Em, mulai sekarang kita berteman ya Lina? Aku akan kesepian di rumah ini jika tidak punya teman. Kamu mau berteman denganku?"
Lina menatap Melati dengan canggung, masih tidak percaya jika sikap Nona Muda baru di rumah ini akan seperti ini. "Em, i-iya Nona. Kalau begitu silahkan anda istirahat, kalau ada apa-apa panggil saya atau Maya saja"
Melati mengangguuk pelan. "Oh ya Lina, dimana barang-barang aku ya? Aku ingin mandi dan berganti pakaian"
"Sebentar, nanti saya ambilkan Nona"
"Oke, terima kasih ya"
Lina hanya mengangguk dan berlalu pergi dari kamar itu. Sementara Melati langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan tangan sengaja direntangkan. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan menerawang. Entah apa yang akan terjadi dalam hidupnya setelah ini. Menjalani kehidupan dalam satu tahun ini, apa Melati akan benar-benar kuat menjalaninya?
"Semoga aku bisa kuat menjalani semuanya"
Tepat pada saat itu suara ketukan pintu terdengar, di susul dengan Lina yang masuk membawa koper miliknya. Setelah menyerahkan koper itu, Lina segera berlalu dari sana.
Ah surat kontrak itu.
Melati beranjak dari tempat tidur, dia berjalan ke arah koper dan membukanya. Mengambil map coklat yang dia selipkan diantara pakaiannya. Melati kembali duduk di tempat tidur, kali ini kakinya di angkat dan duduk bersila di atas tempat tidur. Mulai membuka map coklat itu dan membukanya, teringat jika dia belum membaca semuanya.
Fokus membaca semua peraturan dan persyaratan yang tertera, sampai matanya terbelalak di poin terakhir. "Apa-apaan ini? Kenapa dia seenaknya begini sih. Ah, kenapa juga aku tidak membaca sampai tuntas saat itu, mungkin aku akan membantah poin terakhir ini"
Poin terakhir : Pihak pertama bisa mengubah semua isi kontrak dan perjanjian kapan saja.
Melati melemparkan kertas dan map itu ke atas tempat tidur, lalu mengambil bantal dan membenamkan wajahnya disana. Meredam suara teriakannya. Tangannya memukul tempat tidur dengan kuat. Dia kesal, karena poin terakhir itu mungkin saja akan mempersulitnya nanti.
"Aaa... Bagaimana jika dia merubah poin pernikahan satu tahun. Bagaimana jika dia akan mengundur waktu saat menceraikan aku"
Melati menghembuskan nafas kasar, bodohnya dia tidak sempat membaca sampai akhir dan langsung menandatangani saja. Sekarang dia menyesal karena poin terakhir itu. Seharusnya dia membantahnya.
"Ah, sudahlah, dia juga tidak mungkin tahan berlama-lama dengan perempuan yang tidak dia cintai. Menggunakan hal itu, hanya karena dia takut aku kabur dan melanggar peraturan"
Akhirnya Melati mencoba untuk berpikir lebih logis. Meski hatinya masih begitu was-was. Melangkah pergi ke ruang ganti dengan kaki tanpa alas. Lantai dingin terasa begitu menusuk di telapak kakinya.
*
Malam hari, sebuah mobil terpakir tepat di pekarangan rumah. Ares segera keluar dan membukakan pintu mobil untuk Tuannya. Dia menatap ke arah pintu rumah yang tertutup, berpikir apa yang dilakukan Melati di malam pertama pernikahannya, tapi malah ditinggal sendirian oleh suaminya.
Ingin sekali aku memarahinya, tapi sial, aku tidak akan seberani itu. Gerutu Ares dalam hati saat melihat Zaidan yang turun dari mobil.
"Kau pulanglah, jemput aku besok untuk pergi ke Kantor" ucap Zaidan yang melangkah menaiki anak tangga menuju pintu utama.
Bukannya kembali masuk ke dalam mobil, Ares malah mengikuti Zaidan setelah menutup pintu mobil. "Tuan, anda yakin akan langsung pergi bekerja? Bukannya anda baru saja menikah?"
Langkah Zaidan berhenti tepat di depan pintu utama rumahnya ini. Dia melirik sekilas pada Ares. "Kau pikir akan terjadi apa dalam pernikahan ini? Hanya sebuah sandiwara, jadi jangan berharap lebih. Pergilah!"
Ares hanya terdiam. Benar, apa yang dia harapkan dalam pernikahan ini. Ares sendiri yang menjerumuskan Melati dalam pernikahan ini. Ah, mengingat itu membuatnya semakin merasa bersalah.
"Maafkan aku Mel, semoga kamu kuat menghadapinya" lirih Ares sambil menatap nanar pada bangunan rumah di depannya ini. Setelah terdiam beberapa saat, dia akhirnya pergi juga dari sana.
Sementara Zaidan baru saja masuk ke dalam rumah dan langsung disambut oleh Pak Than. Dia membuka sepatu dan mengganti dengan sandal rumah yang sudah disiapkan oleh Pak Than.
"Dimana dia?"
"Em, Nona sudah tidur sepertinya. Dia terlihat sangat kelelahan. Nona Zen juga sudah terlelap sejak pulang tadi" jelas Pak Than.
Zaidan mengangguk pelan, dia berdiri dan segera berjalan ke arah tangga diikuti oleh Pak Than yang membawa jas dan tas kerjanya.
"Jika besok dia ingin berangkat bekerja, suruh pakai mobil di depan. Tapi, apa dia bisa mengemudi?" tanya Zaidan, menghentikan langkahnya saat sudah sampai di depan pintu kamar.
"Menurut informasi dari Tuan Ares, Nona Muda bisa mengemudi mobil ataupun motor" jelas Pak Than.
Kening Zaidan langsung mengernyit dan menatap Pak Than. "Motor? Dia bisa membawa motor?"
"Iya Tuan"
Zaidan mengangguk pelan, lalu membuka pintu kamar dan masuk, masih diikuti oleh Pak Than. "Hebat juga" gumamnya pelan.
Pak Than hanya tersenyum mendengar gumaman Tuannya itu. "Saya siapkan air untuk anda mandi, Tuan"
"Hmm"
Bersambung
nextttt thor.....