Sebuah masa lalu terkadang tidak ingin berhenti mengejar, membuat kehidupan seseorang berhenti sejenak dan tenggelam dalam sebuah luka.
Lituhayu terjebak dalam masa lalu itu. Masa lalu yang dibawa oleh Dewangga Aryasatya, hingga membuat gadis itu tenggelam dalam sebuah luka yang cukup dalam.
Waktu terus bergulir, tapi masa lalu itu tidak pernah hilang, bayangnya terus saja mengiringi setiap langkah hidupnya.
Tapi, hanya waktu juga bisa menyadarkan seseorang jika semua sudah berakhir dan harus ada bagian baru yang harus di tulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke kantor Pusat
Alana termenung sendiri di dalam kamar. Dengan menatap langit-langit kamar, gadis itu masih mengingat jelas kejadian saat dia bertemu dengan Bella.
Meskipun kata-kata Bella mengena di hatinya, tapi ada yang membuat hati Alana lega. Ternyata selama ini Dewa belum lagi bertemu dengan Bella. Itu artinya pria itu tidak hanya membual.
Alana tersenyum merasa bahagia. Selama ini dirinya mengenal Dewa sebagian pria yang setia dan tidak suka mempermainkan wanita.
Tapi justru itu, begitu setianya seorang pria membuat Alana takut, pria itu juga setia dengan masa lalunya.
"Ah, jangan sampai pikiran burukku merusak hal baik yang seharusnya terjadi." gumam Alana kemudian bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Alana pikir, dia harus percaya dengan Dewa. Seperti Dewa mempercayainya.
####
" Al, ikut mbak ke kantor pusat!" titah Mbak Yuli membuat Alana menoleh.
"Ah, kenapa harus ke kantor pusat bersamaku?" batin Alana dengan masih tertegun menatap Yuli. Ingin sekali dia menolak, tapi sebagian mahasiswi magang, Alana tak punya keberanian.
" Al...." panggil Yuli yang masih belum mendapatkan jawaban dari Alana.
" Eh iya, Mbak. Sekarang?" tanya Alana dengan tergagap.
" Ya, iyalah masak besok!" sambung Yuli yang terlihat sudah beres dengan apa yang di siapkan.
Mereka berjalan keluar menuju mobil milik Yuli. Di belakang kemudi, masih dengan tatapan fokus ke depan, jantung Alana berdetak tak karuan.
Meskipun kantor pusat cukup luas dan mencakup banyak lantai di dalam gedung bertingkat itu. Tapi Alana juga masih khawatir jika dia akan bertemu pria itu. Pria yang hanya dihafal wajahnya tapi belum tahu namanya.
"Kalau orang-orang di pusat menyukai kinerjamu, kamu bisa direkomendasikan untuk masuk ke Arshaka group. Lulus kuliah kamu bisa langsung kerja!" ucap Yuli dengan memberi peluang untuk Alana.
Alana termasuk tipe karyawan yang bisa menjadi jaringan tem kerja. Dia sangat cekatan dan mudah mengerti bagaimana mengimbangi partnernya.
" Kita bisa jadi geng di kantor ya , Mbak." jawab Alana setengah becanda.
" Serius, Al. Dulu aku juga di rekomendasikan orang dalam, meski melalui ujian juga."
" Gaji di Arshaka Group itu lumayan gede lo." lanjut Yuli.
Alana tersenyum. Dia juga tertarik melihat circle orang-orang dikantor dan rumor yang beredar Arshaka group itu gajinya cukup besar dibanding perusahaan lainnya. Tapi, entah kenapa ada yang mengganjal jika dia kerja di kantor milik pria cabul itu.
" Tapi ya itu, Pak Kalandra itu orangnya disiplin dan tegas. Beliau sangat serius jika sudah menyangkut pekerjaan." Cerita Yuli tentang sosok Kalandra sangat berbeda dengan bayangan Alana tentang sosok itu. Tapi sebagai anak magang dia tidak harus banyak bicara.
"Namanya Pak Kalandra, ya!" sambung Alana yang baru mengetahuinya.
" Iya, tapi sering dipanggil Pak Kai. Dia belum menikah, katanya sih dia masih jomblo padahal banyak wanita yang tebar pesona dan menarik perhatian big bos lo." Alana hanya menelan ludah dengan kasar saat wanita di sebelahnya memuji sosok big bosnya itu, seolah-olah pria makhluk Tuhan yang paling sempurna.
Mobil mereka masuk dalam halaman kantor. Nampak gedung bertingkat itu berdiri dengan gagah dan mobil yang parkir pun rata-rata mobil mewah. Itu artinya tingkat ekonomi karyawan Arshaka group memang menengah ke atas.
Saat masuk ke dalam. Alana hanya membuntut di belakang Yuli. Semua terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Hingga akhirnya mereka naik ke dalam lift.
Lantai tujuh, lift terbuka dan Yuli pun mengajak Alana untuk keluar. Di lantai ini, hanya beberapa meja yang ada di luar ruangan. Semua karyawannya berada di dalam ruangan sesuai dengan jabatan mereka.
" Tok...tok...tok...." Yuli mengetuk salah satu ruangan dan langsung membukanya.
Disana telah duduk pria paruh baya dari balik meja kerjanya.
" Selamat siang, Pak!" sapa Yuli Seperti sudah akrab dengan pria berambut tipis itu.
" Siang. Sudah siap semua laporannya?" tanya pria yang mejanya bertuliskan Ronny dengan menjabat sebagai kepala staf keuangan.
"Siapa dia?" tanya Pak Rony dengan masih melihat isi map yang dibawa oleh Yuli.
" Namanya Alana Lituhayu. Mahasiswi magang, tapi saya cocok bekerja dengannya." jelas Yuli seolah mempromosikan Alana.
Pak Ronny mengangguk, dia melihat Alana sekilas hingga membuat Alana mengangguk menanggapi Pak Rony.
Pria itu pun kembali fokus pada laporan Yuli. Bahkan, saat ini dia membuka file dalam flash disk yang dibawa Yuli. Kedua wanita itu terus menatap serius Pak Rony yang masih fokus dengan layar laptopnya.
" Oh ya, tolong kamu berikan ini pada sekretaris Pak Kai. Meja paling ujung yang terlihat dari sini. Jika orangnya tidak ada, langsung taruh di ruangan sebelah, ruang ' General Manager'." titah Pak Rony membuat Alana terkesiap. Dia tidak tahu harus menjawab apa kecuali mengiyakan.
" Iya, Pak." Dengan ragu Alana beranjak dari tempatnya membawa map itu ke tempat yang sudah di tunjukkan.
Saat keluar ruangan, Alana menoleh kemeja yang bertuliskan sekretaris G.M. Tapi kosong tidak ada siapapun di sana. Alana pun dengan ragu terus melangkah dalam hatinya terus berbisik, "Nggak apa-apa, yang penting dapat nilai A." Gadis itu terus menguatkan diri. Dan berharap Kalandra tidak akan mengenalinya lagi.
Alana kini berdiri di depan meja sekretaris. Sepi, lantai tujuh memang cukup private hingga di luar ruangan suasana nampak sepi hingga menimbulkan suara menggema.
Mau ditaruh begitu saja di meja sekretaris takutnya isi map itu sangat penting. Tapi, jika dia masuk ke dalam ruangan General Manager, Alana takut jika pemilik ruangan itu masih mengenalinya.
Sesaat Alana terdiam, dia mencoba memecahkan keraguan dalam hatinya.
"Ampun, Alana! Kenapa kamu percaya diri sekali jika pria itu masih mengenalmu! Nggak mungkin dia mengenalmu!" Seketika logikanya berbicara.
" Lagian, kamu hanya butuh Nilai A. Bodo amat dengan yang lainnya." batinnya kembali berbisik hingga dia pun melangkah mendekati ruangan itu.
Melihat pintu sedikit terbuka, Alana mengetok daun pintu berwarna coklat plitur itu dan langsung membukanya lebar.
Sekejap Alana terbelalak. Dia pun hanya mematung, seolah sesaat jiwanya tertarik d ke atas awan hingga kesadarannya menghilang untuk beberapa menit dengan wajah terkejut. Alana benar-benar shock.
" Maaf-maaf!" ucap Alana dengan gugup, gadis itu segera berbalik dan akan menutup kembali pintunya saat kesadarannya pulih.
" Tunggu!" sergah pria itu dengan mengesampingkan tubuh wanita yang berada di atas pangkuannya.
Alana bisa melihat jelas kejadian di sofa itu, jika wanita itu bertumpu dengan kedua lutut yang mengapit kaki bosnya itu dan pria itu bersandar pada sofa yang mereka duduki.
Alana menghentikan gerakannya, tanpa berani menatap dua orang yang tengah membenahi keadaan mereka.
"Siapa kamu berani masuk ruanganku tanpa izin!" tegas Kalandra dengan emosi memuncak. Baru saja dia bercumbu dengan sekretarisnya dan kini seseorang telah mengganggunya.
Kalandra berjalan mendekati Alana. Dengan tatapan nyalang, Kalandra berdiri di dekat Alana yang masih menunduk.
" Siapa kamu?" tanya Kalandra. Pria itu tahu jika gadis di depannya bukan karyawan di kantor ini, karena semua karyawan di gedung ini sudah tahu aturan yang sudah berjalan.
lnjt kak..