Kala gemerlut hati semakin menumpuk dan melarikan diri bukan pilihan yang tepat.
Itulah yang tengah Gia Answara hadapi. Berpikir melarikan diri adalah solusi, namun nyatanya tak akan pernah menjadi solusi terbaik untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _NM_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
X
7 tahun kemudian.
Dua orang remaja berusia 12 tahun tengah berlari, memasuki rumah. Sebuah sertifikat ditenteng di salah satu tangan mereka. Senyum merekah dan tatapan penuh akan binar terukir indah diparas sempurna mereka. Kedua anak itu adalah Shila dan Bara. Anak-anak yang telah Gia hidupi selama ini, dengan bulir air mata dan keringat dibaliknya.
" Bun-bun, Bunda. " Kedua anak itu berteriak, berlarian mencari keberadaan sosok ibunda. Setelah berkeliling ke seluruh penjuru rumah, akhirnya netra mereka menangkap keberadaan bunda mereka.
Gia, wanita itu tengah berada di dapur tengah membawa dadar jagung ditangannya, hendak menata dengan apik di meja ruang tengah. Mengingat mereka tak memiliki meja makan di rumah sederhana ini, jadilah ruang tengah itu selain digunakan untuk menerima tamu, digunakan untuk ruang bersama, dan juga ruang makan keluarga kecil itu.
Gia menghentikan langkahnya, menerima semua kecupan-kecupan yang dilayangkan oleh buah hatinya di pipinya. Gia terkekeh kecil mendapatinya.
" Aduh-aduh, sayang banget sama bunda kayaknya. " Ucapnya terkekeh kecil.
Shila dan Bara tersenyum sumringah. Tangan mereka seketika memamerkan sertifikat yang mereka bawa di depan wajah mereka.
" Lihat bun! " Ucap mereka berbarengan, penuh semangat.
Gia menatap itu membelalak. Air matanya menetes, kala netranya menangkap sertifikat tahfidz Qur'an 30 juz ditangan kedua anaknya. Dengan gemetar Gia meraih sertifikat Shila, membaca dengan sangat baik kalimat yang tertera diselembar kertas itu.
...SERTIFIKAT...
...HAFALAN 30 JUZ...
...DIBERIKAN KEPADA :...
...ARSHILA PUTRI UTOMO...
...TELAH MELAKSANAKAN TASMI' AKBAR 30 JUZ BIL GHAIB...
Itulah tulisan yang tertera dibalik kertas itu.
Melihat ibunya tengah kesusahan membawa dadar jagung, Shila berinisiatif mengambil dadar jagung itu dari tangan ibunya. Lalu Shila bawa di meja ruang tengah mereka.
Hal itu, membuat Gia dapat meraih sertifikat milik Bara juga. Kembali ia baca lamat-lamat tulisan-tulisan yang tertera disana.
...SERTIFIKAT...
...HAFALAN 30 JUZ...
...DIBERIKAN KEPADA :...
...AMBARA PUTRA UTOMO...
...TELAH MELAKSANAKAN TASMI' AKBAR 30 JUZ BIL GHAIB...
Gia menangis haru, kala nama anak-anaknya tertulis dengan sangat indah dibalik kertas-kertas itu. Dapat Gia lihat selempang yang dikenakan Bara, tertulis:
WISUDA TAHFIDZ QUR'AN
AMBARA PUTRA UTOMO
Gia tak kuasa menutup luapan, bahagia di dalam hatinya. Lalu ia pandangi, Shila yang telah kembali menghampirinya. Anak gadis itu juga mengenakan selempang yang bertuliskan:
WISUDA TAHFIDZ QUR'AN
ARSHILA PUTRI UTOMO
Gia usapi kedua wajah anak-anaknya dengan amat perlahan. Seolah tengah mengusapi berlian. Tangannya bergetar, senyumnya merekah, air matanya menetes haru. Tak ada lagi hal yang harus ia kutuk pada tuhan, ketika bahagia detik ini tertuju.
Yah, Gia tahu hari ini anak-anaknya tengah wisuda tahfidz Qur'an. Tadi dia telah menghadiri acara itu, lalu melihat anak-anaknya tengah sibuk dengan teman-temannya seusai acara, Gia memilih untuk pulang menyiapkan makanan spesial untuk merayakan hari ini. Tetapi melihat anaknya kembali mengenakan itu, tangis penuh harunya tak kunjung henti ia tahan, meski air mata haru sudah banyak menggenang.
" Masya Allah, anak-anak bunda. " Lirih Gia. " Terimakasih yah, telah menjadi anak-anak Soleh-solehahnya bunda. Walaupun bunda punya banyak kekurangan, bunda tetep bangga telah melahirkan anak-anak secerdas kalian. "
Shila yang menatap bundanya menangis, ikut menitikkan air mata. " Bunda kok nangis. " Ucap Shila sedih. Tubuh kecil itu memeluk tubuh bundanya erat, menenangkan.
Bara yang melihat itu ikut memeluk ibunya dengan senyuman kecil. " Bun makasih yah, udah jadi orang tua terbaik yang Allah beri untuk kami. Bara gak tahu, gimana kalau bundanya Bara bukan bunda. Mungkin Bara gak bakalan sampai di titik ini. Bara bangga punya ibu yang sempurna kayak bunda. "
Gia tak mampu lagi untuk meluapkan rasa sesak didalam dadanya. Gia dapat mengingat kehidupannya dulu, ketika dengan kejamnya Gia hendak meninggalkan kedua buah hatinya di panti asuhan. Apa jadinya dulu jika Gia tak kembali. Keputusannya untuk merawat kedua anaknya seorang diri menjadi keputusan paling tepat yang Gia pilih.
Gia merasa bersalah, sangat. Tapi bagaimana lagi, masa lalunya adalah cara untuk mendewasakan dirinya yang tak mengerti apa-apa itu. Gia tak benci pada tuhan karena menakdirkannya seperti itu. Gia hanya sedih dengan keputusannya dulu. Tapi tak apa, Gia akan menebus kesalahannya sekuat tenaga.
" Shila bangga banget, banget, banget sama bunda. Gak tahu kayak gimana lagi Shila menggambarkan rasa syukur Shila ke Allah karena telah menghadirkan bunda sebagai orang tua Shila. Pokoknya Shila mau ngomong, makasih telah menjadi bunda Shila. Udah itu aja. " Ucap Shila dengan isakan haru.
Gia membalas pelukan anak-anaknya dengan amat erat. Ia usapi surai kedua anaknya penuh sayang. Tak lupa Gia kecupi pucuk kepala kedua anaknya sesekali.
Gia melewati hari itu penuh haru dan rasa syukur yang tak henti terpanjatkan. Malam pun tiba, Gia terduduk ditengah-tengah sofa, dengan kedua anaknya mengapit tubuhnya dengan pelukan hangat. Gia pun mengusapi kepala anak-anaknya, lembut. Mereka kini tengah menonton salah satu film kartun di televisi.
" Bun, Bara sama Shila kan mau mondok. Itukan biayanya mahal. Jadi Bara nyoba ngajuin beasiswa tahfidz Qur'an buat Bara dan Shila mondok. Nanti juga dapet uang saku. Lumayan Bun uangnya. Jadi nanti bunda gak perlu pusing mikirin biaya lagi. " Ucap Bara membuka topik yang tengah ia pikirkan sedari tadi.
Gia menoleh menatap wajah Bara dengan tatapan penuh keteduhan. " Kalau menurut Bara baik, bunda ikut aja. Nanti kalau seandainya udah dapet, terus Bara butuh sesuatu, jangan ragu minta ke bunda. Insyaallah bunda bakalan mengusahakan. " Ucap Gia.
" Insyaallah enggak Bun. Kamu usahain buat cukup sama uang saku dari beasiswa. " Ucap Bara penuh keyakinan.
Gia terkekeh kecil.
" Omongan mu loh kayak berasa keterima beasiswa aja Bar-Bar. Belum juga daftar, Bara. Lagian bunda masih sanggup kok bayarin pondok malaikat-malaikat kecil bunda ini. " Tak lupa, usapan masih ia layangkan dikedua rambut anak-anaknya.
" Ih bunda, Bara sama Shila udah daftar tahu. " Ucap Bara memberengut kesal. Menjauhkan diri dari sang bunda, pipi Bara ia kembungkan, tangannya tertekuk didepan dada. Merasa kesal pada sang ibunda.
" Oh iya? Kapan daftarnya? " Bingung Gia, mendengar ucapan sang anak.
" Tadi Bun, pas selesai acara. Tadi mama Pingka kasih tahu, terus Shila sama Bara dibantuin daftar deh. " Saut Shila cepat. Pingka adalah salah satu teman mereka yang hari ini juga mengikuti wisuda tahfidz Qur'an.
Gia termenung sesaat. Lagi-lagi anak-anaknya terlalu bersikap dewasa, seolah-olah tak membutuhkan keberadaannya disisi mereka. Bukan Gia tak suka dengan kedewasaan anak-anaknya. Gia hanya merasa menjadi orang tua yang tak dapat diandalkan.
Menghela napas sejenak, Gia menasehati " Kenapa kalian gak minta izin dulu ke bunda? Ujug-ujug udah daftar aja. Bukan bunda menyalahkan, bunda hanya ingin anak-anak bunda tahu kalau bunda disini juga ingin tahu tentang anak-anaknya. "
Mendengar hal itu, kedua anaknya membelalakan mata. Shila pun langsung menenggelamkan kepalanya dilengan sang ibunda, begitu pula dengan Bara yang langsung memeluk lengan bundanya.
" Bunda maaf, kami gak ada maksud buat ngelakuin itu. " Sesal Bara, mata mereka mulai berkaca-kaca.
Tiada maksud menyakiti hati sang ibunda. Bara dan Shila hanya ingin bundanya tak perlu repot lagi dengan mereka berdua. Mereka pikir bundanya selama ini telah berjuang terlalu keras untuk mereka, mereka hanya ingin sedikit meringankan beban bundanya. Itu saja.
Maafkan, jika tindakan mereka seolah menyakiti perasaan bundanya.
Gia menjauhkan diri dari Bara dan Shila, menangkap pipi anak-anaknya, lalu ia kecupi penuh sayang. " Its oke, lain kali ngomong dulu yah kalau ada apa-apa. Paling gak, bunda gak akan ngerasa khawatir kalau anak-anak bunda mau ngelakuin sesuatu. "