Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ijab Qabul
"Ma, Avi mau minta restu", ucap Garvi sambil memegang tangan Bu Dewi, sang Mama, yang berbaring di tempat tidur.
"Restu untuk apa, sayang?" Bu Dewi menyentuh tangan Garvi dengan lembut. Lalu duduk ditepian ranjang.
Garvi terdiam sejenak.
"Katakan saja, Vi. Kalau itu hal positif, Mama akan mendukungmu", Bu Dewi menatap Garvi penuh keyakinan.
"Avi akan menikah besok, Ma," Garvi mengatakannya dengan ragu.
"Menikah? Besok?" Bu Dewi sangat terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut Garvi. Anak lelakinya hanya menjawab dengan anggukan lemah.
"Dengan siapa?"
"Mama ingat dengan perempuan yang pernah kuceritakan beberapa hari lalu?"
"Yang nolak ganti rugi yang kamu berikan?"
Garvi mengangguk cepat mengiyakan.
"Kalian kan nggak saling kenal", Bu Dewi kembali terkejut. Bagaimana bisa anak lelakinya menikahi perempuan tak dikenal dan juga mendadak sekali?
Lalu Garvi menceritakan semua kronologi insiden penyebab pernikahan yang mendadak ini. Bu Dewi berkali-kali menganggukkan kepala selama Garvi bercerita. Diakhir cerita, senyum Bu Dewi terkembang dari bibir tipisnya.
"Tapi dia perempuan dari keluarga yang biasa-biasa saja".
"Lalu?" Bu Dewi mengangkat kedua alisnya. Garvi terdiam seolah masih ada yang mengganjal dihatinya.
"Aku juga ragu, apakah dia perempuan yang baik atau tidak?"
"Mama yakin kalau dia perempuan baik. Nyatanya dia nggak ninggalin kamu saat kamu nggak berdaya di hotel. Padahal dia sudah dituduh sama keluarganya, lho."
Garvi pun terdiam sejenak. Memikirkan kembali ucapan Mamanya. Dia teringat dari pertemuan pertama dengan Nesha sampai terakhir kali perempuan itu menentang pernikahan ini hanya karena tidak mau merampas masa depannya.
Bu Dewi berjalan menuju lemari dan mengambil kotak persegi kecil berwarna biru gelap.
"Berikan cincin ini untuk calon istrimu."
Garvi mendongakkan kepala, menilik benda yang ada di tangan Mamanya.
Lalu Bu Dewi membuka kotak tersebut. Sebuah cincin yang tampak sederhana dengan batu putih yang tampak bersinar diatasnya.
"Ini cincin pernikahan Mama yang diberikan oleh mendiang Papamu."
Seketika Garvi memeluk Mamanya. "Mama memberimu restu, anakku."
"Besok mama harus datang jam berapa?"
"Emmm... Ma, ada sesuatu harus aku ceritain". Lalu Garvi bercerita panjang lebar dengan Bu Dewi.
Sang mama tertawa di sela-sela cerita Garvi. Lalu setuju untuk tak datang di acara pernikahan anaknya itu, sesuai rencana Garvi.
Setelah meminta restu dan bercerita bersama Bu Dewi, Garvi segera pergi ke rumah Nesha dengan maksud memberikan berkas-berkas data diri yang diperlukan untuk memproses surat nikah.
Sesampainya di rumah Nesha, Garvi disambut oleh Pak Edi dan Nesha. Sedangkan Bu Rumi sedang keluar arisan dan Nisha bekerja.
"Mas Garvi mau teh atau kopi?" Tanya Nesha berdiri hendak ke dapur.
"Air putih aja. Aku nggak ngopi." jawab Garvi sambil menatap Nesha sambil tersenyum.
Tiba-tiba Nesha merasakan jantungnya berdebar melihat senyuman Garvi. Segera ia pergi mengambil minuman sebelum pipinya tampak memerah.
Pak Edi dan Garvi pun tampak sudah mulai akrab dan ngobrol dengan santai. "Semoga Allah meridhoi pernikahan kami", batin Nesha melihat pemandangan antara bapak dan calon suaminya. Hatinya pun mengharu.
Nesha duduk di samping Pak Edi dan berhadapan dengan Garvi.
Pak Edi menata berkas yang diperlukan dalam sebuah map sesuai dengan aturan.
Tiba-tiba Garvi menyodorkan KTP-nya pada Nesha. Perempuan itu pun bingung, dari sorot matanya seolah bertanya 'untuk apa'?
"Baca saja. Biar kamu tahu", Garvi tersenyum tipis. Pak Edi yang melihatnya pun ikut tersenyum. Karena anak perempuannya itu benar-benar polos.
"Tyaga Garvi Naradhipta", gumam Nesha lirih membaca nama yang tertera di kartu itu. Ia mendongakkan kepala kearah Garvi. "Namamu unik, Mas". Garvi hanya mengangguk kepala.
"Jadi usia kami beda lima tahun, ya?", batin Nesha yang kembali membaca isi benda pipih kecil itu.
Nesha menyerahkan kembali ktp itu pada Garvi sambil malu-malu setelah membaca semuanya.
***
Keesokan harinya.
Jantung Nesha berdebar kencang menunggu Garvi yang tak kunjung datang. Pesan WA yang dikirimkan hanya centang satu. Semakin membuat hati Nesha kalut.
Pak Edi dan Pak Rt pun menunggu diluar rumah dengan perasaan cemas.
"Palingan juga kabur. Mana mau dia menikah sama kamu", ucap Nisha sambil senyum penuh ejekan. Bu Rumi hanya diam, namun sesekali melirik Nesha yang sudah memakai kebaya warna putih.
"Tolong diam, Nis", ucap Nesha dingin.
"Ya secara dia kan cuman tukang ojol. Mana sanggup ngasih nafkah buat kamu". Bukannya diam, mulut Nisha semakin pedas. "Apalagi penampilanmu tuh nggak menarik", lanjutnya sambil mengibaskan rambutnya kebelakang.
Nesha tak menggubris perkataan Nisha. Dalam benaknya kini hanya ada kekhawatiran.
"Kalau memang dia tak berniat datang, seharusnya dia tak mengiyakan saat disuruh menikahiku", gerutu Nesha dalam hati sambil terus mengecek ponselnya.
"Jadi perempuan itu harus bisa jaga harkat dan martabat. Biar nggak malu-maluin keluarga", celetuk Bu Rumi sambil memijit kepalanya. Nesha hanya bisa menundukkan kepala.
Tak lama kemudian suara sepeda motor berhenti di depan rumah. Terdengar Pak Rt dan Pak Edi menyambut.
Penghulu yang sudah menanti kedatangan calon mempelai pria pun ikut merasa lega.
Garvi tak datang sendiri, ia datang bersama Pak Bayu yang ia perkenalkan sebagai pamannya.
"Kalau sudah siap, mari segera kita laksanakan", ucap penghulu. Garvi pun mengungkapkan kesiapannya dengan mantap.
Penghulu menjabat tangan Garvi, mengucap Ijab dengan lantang. Garvi menarik nafas, kemudian mengucap Qabul.
Pak Bayu mulai merekam semua prosesi yang berjalan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Anesha Indira dengan mas kawin tersebut dibayar tunai". Lantang dan tegas. Suara bariton Garvi membuat jantung Nesha berdebar.
"Sah!" Kemudian penghulu membaca doa yang diamini semua orang. Dalam hitungan detik, Garvi dan Nesha sah menjadi suami istri.
Bukan hanya Nesha yang terpesona dengan ketampanan dan suara Garvi. Adik iparnya pun tak melepaskan pandangannya dari lelaki yang sekarang sah menjadi kakak iparnya.
Bu Rumi yang menyadari pandangan Nisha pada Garvi yang tak biasa langsung menyenggol bahu anak kesayangannya itu. "Kamu liatin apa?!" Bisik Bu Rumi. Kemudian Nisha menundukkan kepalanya.
"Sial! Kenapa Nesha bisa dapet suami ganteng banget", gerutu Nisha dalam hati. "Tapi untungnya dia kere. Hihihi".
Garvi mengeluarkan kotak dari dalam sakunya. Lalu menyematkan cincin yang dibawanya di jari manis Nesha.
Nesha tersipu malu dengan perlakuan lembut lelaki yang sudah sah menjadi suaminya. Selain itu, baru kali ini ia di sentuh oleh lelaki. Jadi ia masih sangat kikuk sekali.
Pak Edi merasa terharu dan juga lega disaat yang bersamaan. Dia terharu anak pertamanya akhirnya menikah. Perasaannya pun lega karena anaknya jauh dari zina dan fitnah.
Tak terasa air mata jatuh dari sudut matanya tatkala anak dan menantunya mencium takzim punggung tangannya.
"Semoga Allah melindungi pernikahan kalian sampai surga", batin Pak Edi sambil mengusap kepala Nesha.