Alika tak pernah membayangkan hidupnya bisa berubah secepat ini. Semua berawal dari satu permintaan sepele saudari tirinya, yang menyuruh Alika pergi ke sebuah hotel.
Karena sebuah kekeliruan, Alika justru masuk ke kamar hotel yang salah dan menghabiskan malam dengan Sagara, sang CEO dingin dan arogan yang selama ini hanya dikenalnya dari jauh.
Apa yang terjadi malam itu seharusnya dilupakan. Tapi takdir berkata lain.
Saat Alika mengetahui dirinya hamil. Ia dihadapkan pada pilihan yang sulit, menyembunyikan semuanya demi harga diri, atau menghadapi kenyataan dengan kepala tegak.
Namun, yang paling mengejutkan, justru adalah keputusan Sagara. Pria yang katanya selama ini tak tersentuh, datang kembali ke dalam hidupnya, menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar tanggung jawab.
Cinta perlahan tumbuh di antara keduanya. Tapi mampukah cinta bertahan saat masa lalu terus menghantui dan realita kehidupan tak berpihak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 10 Alika Pingsan
“Terima kasih atas ijinnya, Pak,” ucap Alika dengan sopan saat meminta izin pulang lebih awal dari kantor.
“Ya. Dan ingat, besok kamu harus kembali lagi bekerja seperti biasa, mengerti?” ucap pak Ridwan memperingatkan dengan tegas.
Alika mengangguk. Setelah berpamitan dengan pak Ridwan, gadis itu segera menuju ke arah lobby kantor.
Kepala Alika yang masih sedikit pusing membuat Alika oleng. Begitu keluar dari lift dan menyentuh lantai lobi, pandangannya mulai berkunang. Alika berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya, namun kakinya terhuyung.
Tubuhnya nyaris terjatuh ketika ke lantai ketika sepasang tangan sigap menangkapnya, menahan pinggangnya dengan cepat.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Sagara.
Dengan pandangan yang kabur, Alika sempat melihat wajah lelaki itu, wajah yang nampak familiar sebelum akhirnya tubuhnya lunglai dan jatuh ke dalam pelukan lelaki itu.
“Dia pingsan?” gumam Sagara masih memegangi tubuh Alika dengan panik. Ia segera merogoh sakunya dan menekan cepat nomor asisten pribadinya.
“Lee, cepat turun! Bawa mobil! Aku butuh bantuan sekarang juga!” titah Sagara tanpa banyak penjelasan.
Banyak yang heran termasuk dirinya sendiri, mengapa ia malah memanggil Lee daripada meminta bantuan sekuriti atau staf medis kantor. Tapi, entah kenapa nalurinya mengatakan ia harus langsung menghubungi asisten kepercayaannya.
Tak lama, Lee muncul.
“Tuan, ada apa?” asisten Lee mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena berlarian. Mendapat telepon dari Sagara ia bergegas turun ke lantai bawah.
“Ambil mobil dan bantu aku membawa gadis ini ke rumah sakit. Cepat!” perintah Sagara.
Alih-alih menjalankan perintah Sagara, asisten Lee malah terdiam seperti orang bodoh. Tatapannya tertuju pada gadis yang ada di pelukan Sagara.
“Apa aku tidak salah lihat? kenapa tuan muda menolong seorang office girl dan bahkan menyentuhnya secara langsung. Ini benar-benar di luar nalar.” Lee membatin sabil mengucek-ucek matanya karena takut dirinya salah melihat. Sagara yang dingin dan acuh pada orang lain, kini begitu panik.
Tidak hanya Lee, para karyawan lain yang melihat kejadian itu juga ikut terheran-heran dengan sikap Sagara.
“Kenapa malah diam saja! Ambil mobil sekarang juga!” bentak Sagara lagi dengan wajah memerah menahan emosi.
“Ya, Tuan, segera!” asisten Lee berlari keluar gedung dengan tergesa-gesa. Ia meninggalkan Sagara yang terduduk sambil memangku Alika.
“Merepotkan!” dengan hati-hati, Sagara menidurkan Alika ke sofa. Tubuh gadis itu mulai terasa dingin saat Sagara memeriksa pergelangan tangannya. “Syukurlah dia masih bernafas.”
Sagara menelan ludahnya dengan susah payah. Detik itu juga ia merasakan hal aneh dalam dirinya. Tubuhnya tiba-tiba bereaksi saat bersentuhan dengan gadis itu.
“Perasaan apa ini?” gumam Sagara terus mengamati Alika yang wajahnya tampak tak asing baginya. “Tunggu, bukankah gadis ini adalah gadis yang menghabiskan malam bersamaku? Tidak, ini tidak mungkin!” batin Sagara.
Tak jauh dari mereka berdua, sepasang mata mengintip. Keisha berdiri di balik tembok pilar menggenggam ponsel di tangannya erat-erat.
“Kenapa selalu Alika!” geram Keisha. “Alika selalu saja mendapatkan perhatian semua pria! Dulu mas rangga dan sekarang tuan Sagara. Apa dia memakai pelet atau semacamnya untuk menarik simpati mereka? Aku yakin dia cuma pura-pura pingsan!”
“Kamu ngapain di sini? Ini jam kerja kamu, Keisha!” ucap Rangga mengagetkan Keisha.
“Eh, Mas, sejak kapan kamu ada di sini?” tanyanya gugup.
“Aku bertanya dan kamu malah balik nanya. Apa itu sopan?” Rangga yang memang adalah atasan Keisha pun menegurnya. “Kembali ke meja kerja kamu!”
“Tapi, Mas–”
“Nggak ada tapi-tapian!” ucap Rangga mendesak Keisha untuk pergi.
“Tunggu, Mas. Aku ingin memberitahumu sesuatu tapi kamu jangan marah, ya?” kata Keisha. Ini adalah saat yang tepat untuk memanasi Rangga.
“Kenapa aku harus marah?” tanya Rangga.
“Lihat saja sendiri Mas,” kata Keisha menunjuk ke arah Sagara dan Alika. Disana terlihat Sagara sedang mengkhawatirkan mantan kekasih Rangga.
Rangga mengikuti arah tunjuk Keisha dan detik itu juga, raut wajahnya berubah masam. Amarah mengalir di dalam dirinya namun Rangga menahannya dan memilih pergi.
“Mas Rangga! Mau kemana!” teriak Keisha. “Kamu pasti kesal kan melihat Alika bersama pria lain? Ini yang aku tunggu. Teruslah membenci Alika mas.” Keisha tersenyum licik dan menyusul Rangga.
*
*
“Mobil sudah siap, Tuan,” ujar Lee beberapa saat kemudian.
Tanpa menjawab, Sagara langsung mengangkat tubuh Alika dalam gendongannya. Ia berjalan cepat menuju ke mobil, tanpa peduli pada puluhan pasang mata yang menatapnya dan bergosip.
“Lihat itu, kenapa presdir bersama office girl? Apa mereka punya hubungan khusus?”
“Dia pasti cuma pura-pura pingsan untuk cari perhatian. trik murahan,” sahut yang lain dengan sinis.
“Aku dengar dia juga punya kekasih yang bekerja di sini. Pasti dia selingkuh dan mencari yang lebih kaya.”
Sagara mendengar semua bisikan itu. Langkahnya terhenti sejenak lalu ia menoleh dengan tatapan tajam menusuk.
“Sepertinya kalian sudah siap menjadi pengangguran,” ucap Sagara. Semua yang tadinya mengumpat di belakang langsung terdiam dan menunduk. “Dengar baik-baik. Jika sekali lagi aku mendengar kalian membicarakan staf lain di kantorku, maka bersiaplah menerima konsekuensinya!” ancamnya melangkah menuju mobil.
Hening seketika. Semuanya diam, tak berani bersuara.
Lee menatap tuannya dengan tatapan kagum. Ia tak menyangka pria yang selama ini dikenal dingin dan kaku bisa menunjukkan sisi seperti itu.
“Luar biasa, sepertinya es batu ini mulai mencair,” gumam Lee.
Drrt! Drrt!
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Lee melihat layar dan menjawab cepat.
“Ya, ada apa?” tanya Lee pada seseorang di ada seberang sana. “Jadi, kamu sudah menemukan informasi tentang gadis itu? Baiklah, kirim datanya sekarang. Soal bayaran, akan langsung aku transfer.”
Tatapan Lee kembali tertuju pada Alika.
“Apa sebenarnya yang kamu sembunyikan, gadis kecil?”