Kecelakaan maut yang menimpa sahabat baiknya, membuat Dara Asa Nirwana terpaksa menjalani nikah kontrak dengan Dante Alvarendra pria yang paling ia benci.
Hal itu Dara lakukan demi memenuhi wasiat terakhir almarhumah untuk menjaga putra semata wayang sahabatnya.
Bagaimanakah lika-liku perjalanan lernikahan kontrak antara Dara dan Dante?
Cerita selengkapnya hanya ada di novel Nikah Kontrak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 10
Dara mengemasi barang-barang Dion, ia sudah mulai terbiasa dan hapal apa-apa saja yang harus dibawa oleh putranya saat hendak keluar rumah, sebab Dara sudah sering kali membawa Dion ke tokonya.
Beberapa hari ini Dara terus memikirkan omongan tetangganya mengenai membawa Dion ke kebun binatang, itulah alasannya pagi ini Dara berkemas dan membawa perbekalan untuk Dion, ia akan menemani putranya melihat semua satwa kesukaannya.
Setelah semuanya beres, ia menyampirkan tas di bahunya, kemudian berbalik ke arah Dion. "Are you ready, Baby?" tanya Dara putranya yang sedari tadi menunggu di kursi bayi
Bayi tampan itu tersenyum lebar sembari mengangkat tangannya, ia sudah tidak sabar pergi jalan-jalan bersama Dara.
"Time to head out!" ia menggendong Dion menuju garasi.
Ya, Dara tak mengajak Dante. Namun semalam saat makan malam, ia sudah mengatakan pada pria itu jika pagi ini ia akan mengajak Dion mengunjungi kebun binatang.
"Papamu sedang sibuk, jadi kita pergi berdua saja," ucap Dara, ia menaruh Dion di bangku bayi bagian belakang. Untungnya mobilnya sudah jadi, Dara lebih suka menggunakan mobil mungil miliknya sendiri ketimbang menggunakan mobil peninggalan orang tua kandung Dion.
Saat Dara hendak masuk kemobilnya, secara mengejutkan Dante datang. "Apa aku boleh ikut?"
Dara terdiam menatap Dante mengenakan kaos, celana pendek, dan topinya. Nampak sederhana namun sungguh terlihat maskulin.
Dari bangku belakang Dion tertawa. "Pa.. Pa..."
Dara langsung membuang wajahnya. "Bukankah kau bilang mau ke kantor?" tanyanya.
"Tidak jadi, sudah ada seniorku. Paling-paling dia lagi yang akan mendapatkan projectnya," ujar Dante terlihat pasrah.
"Baiklah kalau begitu kau saja yang nyetir," Dara menurunkan satu kakinya yang sudah berada didalam, keluar kembali.
"Kau mundurkan dulu kursinya, kakiku mentok untuk mengemudi mobilmu." Dante tidak akan lupa bagaimana sempitnya mobil Dara.
Dara mengangguk, ia masuk untuk memundurkan mobilnya sekaligus menyalakan mesin, barulah Dara memutar duduk di bangku penumpang.
Perjalanan terasa sangat menyenangkan, mereka bernyanyi sambil bercanda bersama Dion. Kini bocah itu duduk dipangkuan Dara.
***
Tiba di kebun binatang, Dante menyewa sebuah sepeda. "Kita keliling pakai ini saja ya." Sembari menggendong Dion di dadanya, ia mengayuh mendekat ke arah Dara.
Dara melirik sekilas. "Tidak ah. Aku mau naik kereta saja," tolaknya.
Dante turun dari sepedanya. "Kereta lama nunggunya, udah pakai sepeda saja. Itung-itung sekalian olahraga, kau kan pemalas tidak pernah olahraga."
"Pokoknya aku tidak mau," tolak Dara kembali. "Aku mau jalan kaki saja."
"Sudah pakai saja. Capek kalau mesti jalan kaki, nanti yang ada kau malah pingsan dan merepotkanku." Ia menyerahkan sepedanya pada Dara, kemudian berbalik hendak menyewa satu lagi untuk dirinya dan Dion.
Namun Dara mencegahnya. "Sebenarnya aku tidak bisa naik sepeda," ucapnya malu-malu. Akhirnya Dara mengakui jika dirinya tidak pernah naik sepeda.
Dante mengerutkan keningnya. "Kau tidak bisa naik sepeda?" tanya heran. "Ternyata wanita galak sepertimu tidak bisa naik sepeda," ejeknya. "Katanya bisa bela diri, tapi sepeda saja tidak bisa."
"Dantee..." ujar Dara kesal diejek terus oleh pria itu. "Kau naik sepeda saja sana sama Dion, aku akan jalan kaki." Ia berbalik menjauh dari Dante.
Melihat Dara pergi, Dion langsung menangis sembari menendang-nendang Dante.
"Baiklah-baiklah..." Dante tahu jika Dion begitu membela Dara. "Kau tunggu disini sebentar, aku akan mengganti sepeda."
Dante dan Dion pergi, mereka kembali lagi dengan sepeda tandem. "Ayo naik!" perintah Dante.
Dengan senyum sumringah Dara pun langsung naik. "Akhirnya, aku bisa naik sepeda."
"Dasar wanita aneh, hari gini tidak bisa naik sepeda?" gerutu Dante.
Mereka berkeliling melihat semua satwa yang ada dalam buku cerita Dion. "Akhirnya kamu bisa melihat gajah," ujar Dara. "Apa kamu senang, Sayang?"
Dion tertawa menepuk tangannya.
"Dari tadi dia senang sekali," ucap Dante menoleh sekilas kebelakang.
"Ya, aku bisa mendengar tawanya," ujar Dara.
Ditengah keseruan mereka melihat satwa, handphone Dara berdering. Ada satu panggilan masuk dari Axel, ia merogoh saku celana dan mengangkat panggilan itu. "Hallo."
"Hallo, Dara," ucap Axel dari seberang telepon. "Aku lagi ada ditokomu, kata pegawaimu kau dan Dion sedang pergi ke kebun binatang. Kau kenapa tidak bilang? Aku kan bisa menemani kalian."
"Aku takut kamu sibuk," jawab Dara.
"Aku akan selalu punya waktu untuk kalian," ucap Axel. "Atau aku menyusul saja kesana?"
"Jangan!" jawab Dara cepat.
"Kenapa?"
"Dara, ayo gowes! Berat tau," protes Dante kesal.
Dara berhenti menggowes sejak menerima telepon dari Axel.
"Jadi kalian tidak pergi berdua?" tanya Axel kembali.
"Ta.. Tadi Dante tiba-tiba saja ikut," Dara berterus terang kepada Axel.
"Ya sudah, kalian bersenag-senang lah." Suara Axel terdengar berbeda dari sebelumnya.
"Kau tidak keberatankan aku pergi dengannya?" Dara khawatir Axel akan marah dan meninggalkannya.
"Tentu saja tidak, kalian kan hanya kontrak. Aku percaya padamu, Ra. Besok aku akan ke tokomu lagi, sampai jumpa besok."
"Ya, sampai jumpa."
"DARA... AYO GOWESS!!" Protes Dante kembali.
"Iya... Iya bawel banget." Dara memasukan handphonenya di sakunya.
Dante menepikan sepedanya di area burung. "Sepertinya Dion sudah mulai bosan," ucapnya sembari menurunkan putranya dari gendongannya.
"Sini biar aku yang menuntunnya," Dara dan Dion memasuki area burung-burung, sementara Dante pergi entah kemana.
Tapi tak lama Dante kembali dengan dua botol minuman dingin di tangannya. "Minumlah!" ia memberikan satu untuk Dara.
Mereka duduk di bawah pohon, menikmati minuman dingin. "Ahh segarnya," ucap Dara saat minuman itu membasahi tenggorokannya. "Sebenarnya aku bawa minum, tapi tidak dingin."
Dion mengangkat tangannya, ingin merebut botol minum milik Dara. "Kamu belum boleh minum ini, sayang. Kamu minum susu saja ya," Ia membuka ranselnya dan membuatkan Dion susu.
Dengan tenang Dion menyusu dipangkuan Dara. Dante tersenyum melihat betapa telatennya Dara mengurus Dion, ia menundukan kepalanya menyembunyikan senyumannya. Sampai ia mendengar Dara berteriak.
"DANTE AWASSS!!"
Seketika Dante mendongak, ia begitu terkejut karena rupanya, Dion berjalan kearahnya tanpa dipegangi. "Pelan-pelan.." Dante mengulurkan tangannya untuk berjaga.
"Pa.. Pa.. Pa.." Selangkah demi selangkah Dion berjalan, kemudian ia terjatuh dalam pelukan Dante.
Dara dan Dante begitu haru bahagia melihat langkah pertama putra mereka, keduanya mencium dan memeluk erat Dion.
Sayangnya rasa gembira itu hanya sesaat bagi Dante, karena ia mendapat panggilan masuk dari kantornya. "Sebentar ya." Dengan wajah tegang ia menyerahkan Dion pada Dara.
Hening untuk beberapa saat selama Dante menerima telepon, Dion kembali menyusu dalam pangkuan Dara.
Sampai, tiba-tiba saja Dante memeluk Dara dan Dion secara bersamaan. "Siaran IBL (Indonesian Basketball League) akhirnya diserahkan kepadaku," pekiknya riang, ia mendekap keduanya dengan erat.
Dara turut gembira untuk Dante yang mendapatkan project incarannya, secara tak sadar ia pun membalas pelukan Dante.
Begitu pula dengan Dion yang juga ikut tertawa riang seolah mengerti dengan kegembiraan yang dirasakan ayahnya.
Tawa riang Dion menyadarkan Dante dan Dara yang tengah berpelukan. "Maaf.." Dante langsung melepaskan Dara.
Dara mengangguk canggung. "Selamat ya."
"Kita pulang yuk, kalau kesorean takut macet," ajak Dante.
Mereka pun kembali pulang, namun sebelumnya ia mengajak Dion dan Dara makan siang untuk merayakan project barunya.
Acara jalan-jalan hari ini sedikit membuat perubahan sikap Dara dan Dante, keduanya terlihat lebih akrab dari sebelumnya.
"Terima kasih ya, kau sudah menemani kami," ucap Dara ketika mereka hampir sampai dirumah.
"Dion juga putraku. Jadi, sebisa mungkin aku akan menemaninya," ucap Dante.
Begitu Dante mereka tiba di rumah, ternyata Angel sudah menunggu Dante di teras. Susana akrab yang semula terjalin, mendadak berubah menjadi dingin, terlebih saat Angel mendekati Dante dan memeluknya.
Tanpa bicara sepatah kata pun, Dara membopong tubuh Dion yang tertidur dalam dekapannya, masuk ke rumah.
"Da.." Dante ingin sekali memanggil Dara kembali, namun ia tak enak dengan kekasihnya, akhirnya ia pun meladeni Angel, dan tak lama mereka pergi.
justru karena kalian udah lama gak punya anak sehingga kalian gak tahu prakteknya dan hanya tahu teorinya aja gitu
pengalaman itulah yang lebih penting dan teori itu gak sama dengan praktek di kenyataannya lhooo
jadi jangan sok keminter atau sok tahu segalanya deeeh
awalnya aja udah gak baik jadi saya kok ikutan sanksi jika Dion akan baik-baik aja di rumahnya Albert dan Cindy yaaak
heeeeeem 🤔🤔🤔🤔
baru beberapa saat yang lalu kamu mengeluh tentang otot pinggangmu eeeeh di depan Dara sok kuat seeeh🤣🤣🤣🏃🏃🏃
pantas aja koper yang akan dibawa Dion banyak banget