Berawal dari ketidaksengajaan lalu berujung pada pernikahan yang tidak direncanakan. Nadia yang mencoba bertahan hidup dengan menggantungkan harapannya pada pernikahan yang hanya dijadikan sebagai hubungan sebatas ranjang saja, tak mengira hidupnya akan berubah setelah ia memberi Yudha seorang anak yang diidam-idamkan.
“Jangan berharap lebih dari pernikahan ini. Aku menikahimu bukan karena cinta, tapi karena kita sama-sama saling membutuhkan,” kata Yudha.
“Tapi bagaimana jika kamu yang lebih dulu jatuh cinta padaku?” tanya Nadia.
“Tidak akan mungkin itu terjadi,” sarkas Yudha.
Lantas bagaimanakah kelanjutan hubungan pernikahan Nadia dan Yudha yang hanya sebatas ranjang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Aku Bukan Pengemis
Aku Bukan Pengemis
“Pak Yudha?”
Yudha tersentak. Refleks menoleh ke arah sumber suara. Ia terlihat seperti kebingungan saat Bu Nana menyapanya.
“Pak Yudha sedang apa di sini? Pak Yudha sedang cari apa? Barangkali saya bisa membantu,” ujar Bu Nana mengamati raut wajah Yudha yang terlihat kebingungan.
Bu Nana yang sedang menumpangi ojek online itu tidak sengaja lewat dan melihat Yudha berdiri di tepian jalan sembari melihat-lihat ke kanan dan ke kiri, seperti sedang mencari sesuatu.
“Emm ... kebetulan sekali, saya ada keperluan dengan Bu Nana. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan. Tapi tidak di sini. Kita ketemu di kantor saja. Saya tunggu Bu Nana di ruangan saya,” kata Yudha dengan mimik wajah yang serius.
“Baik, Pak.”
Tidak menemukan apa yang ia cari, Yudha kemudian bergegas kembali ke mobil. Mobil yang ditumpanginya pun lalu melaju membelah padatnya jalanan ibukota pagi ini.
Sementara di lain tempat, pindah dari perempatan lampu merah sebelumnya, Nadia memilih mengamen di persimpangan jalam yang lain yang tidak jauh dari tempat sebelumnya.
Begitu ada mobil berhenti, Nadia mengetuk kaca jendela mobil itu, lalu mulai bernyanyi.
Namun kali ini, Nadia merasa kurang beruntung karena ia salah mengetuk. Dua manusia yang paling dibencinya terlihat duduk dalam mobil itu begitu kaca jendela diturunkan. Mereka tersenyum mengejeknya.
“Eh, ada pengamen di sini,” kata Yura seraya tertawa mengejek. Teman yang telah kehilangan moralnya karena mencuri seseorang milik Nadia itu menampakkan wajah senangnya melihat Nadia dalam keadaan yang memalukan.
Sedangkan Bastian, mantan kekasih Nadia yang direbut Yura itu tersenyum sinis, mengejek nasib yang menimpa Nadia sekarang.
Bastian hanya tak menduga, setelah putus darinya, Nadia akan mengemis di jalanan seperti ini. Padahal dulu ia sempat berharap kalau Nadia akan mengemis cintanya begitu Nadia tahu ia berkhianat. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Nadia pergi tanpa kata, dan menghilang tanpa jejak.
Tak disangka Bastian akan bertemu Nadia di tempat yang tak terduga dan pada keadaan yang sangat memprihatinkan ini. Dalam hatinya bertanya-tanya, apa yang terjadi pada Nadia sampai Nadia mengemis di jalanan seperti ini?
“Jatuh miskin ya, Nad?” tanya Bastian dengan nada mengejek, disertai senyuman yang membuat hati Nadia dongkol melihatnya.
“Ups, lupa. Bukannya dari dulu kamu memang miskin ya?” sambung Bastian kemudian tergelak mencemooh. Penampilan Nadia yang mengenakan celana traning dan kaos oblong, ditambah lagi sedang memegang kaleng bekas itu benar-benar menggelikan di matanya. Ia menilai Nadia memang pantas menjadi seorang pengemis.
Nadia tidak menggubris cemoohan dua orang yang sudah mengkhianatinya itu. Ia malah membuang pandangan ke arah yang lain.
“Kamu punya uang receh, Beb?” tanya Yura menoleh pada Bastian. Teman yang tidak tahu malu, yang sudah merebut Bastian, mantan kekasih Nadia. Herannya, sedikitpun Yura tidak merasa bersalah.
“Maaf, Beb. Aku tidak terbiasa memegang recehan.”
“Ups, sorry. Kami tidak punya recehan. Lain kali kalau kita ketemu lagi akan aku berikan imbalan untuk suara sumbang kamu itu. Sayangnya aku tidak bawa recehan sekarang. Tapi nanti akan aku sediakan khusus buat kamu, pengemis. Kamu pasti kelaparan ya? Kasihan sekali.”
Kata-kata Yura itu menyulut api amarah Nadia. Kata-kata itu tidak hanya menghina Nadia, tapi juga menjatuhkan harga diri Nadia. Walaupun mengamen di jalanan demi sesuap nasi, namun ia bukan pengemis.
Helaan napas Nadia terdengar kasar. Ada amarah yang mati-matian ia redam. Ia tahu tidak ada gunanya meladeni dua manusia yang tidak tahu diri itu, sepasang suami istri yang tidak bermoral.
“Ya sudah, sorry ya, Nad. Kita berdua lagi sibuk. Bisnis lagi rame. Kemarin kita baru beli rumah di kawasan perumahan elit. Jangan lupa nanti datang ya?” kata Bastian ingin memanas-manasi Nadia.
Sebetulnya Bastian cukup kesal saat ternyata Nadia tidak memperjuangkan hubungan mereka yang sudah berakhir. Dari sikap yang Nadia ambil itu Bastian merasa Nadia tidak benar-benar mencintainya. Sehingga ia memutuskan untuk menikahi Yura yang memang juga sudah hamil duluan akibat perbuatannya.
Selama berhubungan Nadia, Bastian tidak permah merasakan keintiman yang sesungguhnya. Nadia selalu saja menolak ketika diajak tidur bersama. Hal itulah yang terkadang membuat Bastian meragukan cinta Nadia.
Bersama Yura, teman baik Nadia, Bastian bisa mendapatkan hal itu. Kepuasannya dalam berhubungan intim bisa ia dapatkan setiap kali ia menginginkan hal itu dari Yura.
“Ngapain ngundang pengemis ke rumah kita sih, Beb. Bikin polusi aja,” protes Yura sembari memberi mimik wajah jijik.
“Jalan yuk, Beb,” ajaknya kemudian karena tidak betah berlama-lama melihat wajah Nadia.
“Pergi saja sana. Mataku sakit melihat wajah kalian berdua. Wajah-wajah munafik kalian itu bikin aku mau muntah. Lihat saja, suatu hari nanti kalian akan menyesal.” Sedari tadi diam saja, akhirnya Nadia berani melempar kata.
Yura sedikit terkejut dikatai Nadia seperti itu. Amarahnya juga langsung terpancing, terlihat jelas dari ekspresi wajahnya yang berubah drastis.
Mulut Yura sudah terbuka, hendak membalas ucapan Nadia saat terdengar bunyi klakson beruntun dari arah belakang. Bastian pun kemudian melarikan mobilnya demi mengurai kemacetan yang mereka ciptakan di persimpangan jalan itu.
Hembusan napas lega Nadia terdengar seiring dengan berlalunya mobil itu. Berlama-lama menghadapi dua manusia tidak tahu diuntung itu hanya akan membuat luka di hatinya terbuka kembali.
Masih segar dalam ingatan Nadia bagaimana ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri pengkhianatan dua orang yang dulu dekat dengannya itu.
Setahun lalu Nadia dan Bastian sedang makan malam di sebuah kafe di pinggiran kota. Kebetulan saat itu hari ulang tahun Nadia. Karena ingin merayakan hari itu dengan dua orang yang paling spesial dalam hidupnya, Nadia lalu meminta Yura untuk ikut makan malam bersama mereka.
Belum juga usai makan malam, Bastian tiba-tiba pamit ke toilet. Selang beberapa menit, Yura juga ikut pamit ke toilet. Hampir setengah jam menunggu, Bastian dan Yura tak kunjung kembali dari toilet. Sementara perasaan Nadia mendadak tak enak.
Karena penasaran mengapa Bastian dan Yura belum juga kembali, Nadia pun kemudian memutuskan menyusul ke toilet. Begitu tiba di toilet, kebetulan juga toilet saat itu sedang sepi, Nadia malah dibuat terkejut oleh pemandangan Bastian dan Yura yang sedang berciuman.
Nadia yang sakit hati, lantas pergi begitu saja meninggalkan kafe dengan tagihan makanan yang belum dibayar. Nadia juga menonaktifkan ponselnya lalu pergi menghilang begitu saja. Alhasil, Bastian yang harus membayar tagihan makanan itu.
****
“Pak Yudha memanggil saya?” tanya Bu Nana sebagai kalimat pembuka begitu memasuki ruangan atasannya itu.
Yudha yang sedang duduk dibalik meja kerjanya sembari memeriksa beberapa berkas itu pun segera menghentikan kegiatannya. Mengangkat kepala, memandangi Bu Nana, wanita berusia 48 tahun yang sudah lama bekerja di King and Queen Hotel dari semenjak ayahnya yang memimpin.
Kepada wanita itu, Yudha masih menaruh rasa hormatnya sebagai yang lebih tua, dan juga masih menghargai dedikasi wanita itu di King and Queen Hotel.
Bu Nana juga sebetulnya bukan orang lain bagi Yudha. Bu Nana merupakan sahabat Elvie, ibunya. Itu sebabnya mengapa ia memilih mempertahankan wanita itu dibanding Nadia yang hanya seorang karyawan baru.
“Karyawan baru yang kemarin saya pecat itu, apa Bu Nana mengenalnya?” tanya Yudha.
“Kenal dekat sih, tidak, Pak. Kenalnya juga saat dia melamar kerja di tempat ini. Tapi, sebagai karyawan baru, dia orang yang baik. Dia jujur. Kepada saya dia selalu terbuka. Padahal saya bukan siapa-siapanya.” Jawaban yang diberikan Bu Nana itu apa adanya menurut penilaiannya terhadap pribadi Nadia. Tidak ada yang ia buat-buat. Karena memang Nadia suka bercerita hal apapun kepada dirinya.
“Bisa tolong Bu Nana hubungi dia?”
-To Be Continued-
ngomong rindu tp giliran diladeni ngomong capek ngantuk, kan pengin /Hammer//Hammer//Hammer/
suami mulai ada tanda tanda dengan bawahnya....klop deh