Seorang perempuan cantik dan manis bernama Airi Miru, memiliki ide gila demi menyelamatkan hidupnya sendiri, ditengah tajamnya pisau dunia yang terus menghunusnya. Ide gila itu, bisa membawanya pada jalur kehancuran, namun juga bisa membawakan cahaya penerang impian. Kisah hidupnya yang gelap, berubah ketika ia menemui pria bernama Kuyan Yakuma. Pria yang membawanya pada hidup yang jauh lebih diluar dugaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. The Puzzle
“Tapi… bagaimana caranya makan? Kita bahkan belum bisa keluar dari sini,” tanya Airi dengan nada bicaranya yang polos, setelah puas meluapkan segala kekesalannya pada Ryuka.
“Ah, soal itu? Tenang saja! Aku masih punya persediaan cadangan makanan di lemari!” jawab Kuyan dengan santai layaknya tanpa beban.
“Kau ingin memberiku cokelat lagi?” jengkel Airi, mulai bosan dengan makanan manis yang akan menambah berat badannya secara drastis.
“Kau kira aku hanya memiliki cokelat di sini!? Tenang saja, ada banyak makanan! Roti, mie instan, Ramen Cup juga ada!” Ryuka masih berbicara santai, sepertinya memang tidak terlalu memikirkan masalah ini.
“Bagaimana cara masaknya?” Airi menguji sejauh mana Ryuka bisa berpikir untuk pertahanan diri.
“Ada teko listrik! Piring dan alat makan juga ada! Mau tanya apa lagi? Cara cuci piringnya? Di toilet sudah ku sediakan sabun cuci piring!” jawab Ryuka dengan riang, sembari tersenyum lebar layaknya anak kecil.
Airi sempat tercengang mendengar jawaban tersebut. Ia merasa heran, mengapa kamarnya ini terasa seperti kamar kost? Apa Ryuka adalah tipe orang yang terlalu malas masak di dapur?
“Baiklah, urusan makan memang sudah aman. Tapi, bagaimana dengan pekerjaanmu? Apa kau ingin terkurung di sini selamanya?” tanya Airi, masih heran mengapa Ryuka bisa bersikap begitu santai.
“Asalkan itu bersamamu, tak masalah.” ucap Ryuka dengan suara yang amat kecil hingga tak terdengar.
“Apa!?”
Ryuka menghela napas lega, mengetahui Airi tidak mendengar ucapannya tadi.
“Kau sepertinya memang punya masalah dengan pendengaran, ya? Ku bilang, urusan pekerjaan bukanlah masalah. Aku masih bisa hidup tanpa bekerja, kerjaan itu hanya kamuflase ku saja di tempat perasingan ini. Ada lagi yang ingin kau tanyakan?”
“Mengapa kau begitu tenang sekali? Apa kau tidak jenuh berada di sini sepanjang hari?”
“Kau jenuh? Mau main kartu? Atau lomba menggambar? Kita bisa melakukan banyak hal walau terkurung di sini.” ajak Ryuka dengan girang. Entah mengapa, ia menemukan lagi semangat hidupnya ketika bersama Airi.
“Kau hanya ingin menikmati tanpa ada usaha untuk keluar dari situasi ini?” Airi mulai curiga bahwa ada hal yang tak beres dengan Ryuka.
“Kau ingin jalan-jalan keluar?” tanya Ryuka memastikan. Airi hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Yasudah, sana mandi dan kenakan baju terbaik!” lanjutnya memberi perintah dengan ringan.
“Bagaimana caranya keluar dari sini!?” tanya Airi, geram.
“Mandi saja dulu. Hal itu biar dipikirkan nanti setelah mandi. Atau kamu mau aku bantu mandikan, hmmm?” Ryuka berbicara dengan teramat santai, sembari menyembunyikan senyuman nakalnya.
Merasa takut dengan tawaran mengerikan, tanpa memahami apa yang sebenarnya Ryuka rencanakan, Airi segera bergegas mandi sesaat setelah bergidik ngeri.
Ryuka hanya tertawa kecil melihat aksi menggemaskan Airi, dan memperhatikan setiap gerakan gadis itu hingga memasuki kamar mandi, sembari duduk santai pada tempat tidurnya.
“Dia.. sungguh polos, ya? Jika aku pria nakal, bisa saja aku melakukan hal yang lebih buruk dari ini tanpa ia sadari.” gumamnya, mulai tertarik dengan tingkah polos Airi yang mungkin ia kira mudah untuk dikelabui.
Selang tiga puluh menit, Airi keluar jua dari kamar mandi yang sudah menyatu dengan kamar Ryuka. Dengan rambut yang masih setengah basah, wajah bersih menyegarkan, tak lupa aroma Cherry Bloosem khasnya.
Pakaian yang ia kenakan juga, cukup sederhana namun menawan. Dengan tanktop hitam tipis, dibalut kemeja hitam tipis yang hampir transparan, juga rok pendek hitam megar.
Cukup lama Ryuka terpana pada penampilan Airi yang begitu elegan dan tampak segar, jujur ia merasa sedikit tergoda dengan paras dan tubuh indah yang dimiliki oleh gadis dihadapannya. Namun ia mengetahui batasan dirinya sendiri.
“Mengapa melihatku seperti itu? Aku jelek ya? Baju murahan ini, tampak aneh?” tanya Airi mulai gugup melihat sorot mata Ryuka yang tak biasa.
Ryuka yang lamunannya tersentak oleh pertanyaan, spontan menggelengkan kepala.
“Mengapa kau mengatakan itu? Ini bukan masalah harga, tapi tingkat percaya dirimu sendiri. Menurutku, baju itu sudah pas di badanmu.”
“Begitu kah?” tanya Airi ragu.
Kali ini, Ryuka menangguk pelan. “Tapi..” ucapnya sembari mendekat dan menatap Airi dengan lebih intens, membuat yang ditatap merasa kian gugup.
“Kau yakin, mau pakai rok?” lanjutnya.
“Jelek ya?” Airi kembali ragu.
“Bukan jelek, ini masalah kenyamanan. Jika kau merasa nyaman mengenakannya dihadapanku, aku sama sekali tidak keberatan. Justru aku sangat menyukainya.” jawab Ryuka dengan penuh kelembutan, juga makna tersembunyi dibaliknya.
“Sudahlah! Aku sudah selesai mandi, lalu bagaimana caranya kita pergi dari sini?” tanya Airi, mengalihkan rasa gugupnya.
“Tak perlu mempoles wajahmu dengan makeup? Biasanya perempuan akan menghabiskan banyak waktunya untuk makeup.” tanya Ryuka memastikan ulang.
“Aku tak memiliki uang untuk membeli makeup.” jawab Airi singkat, agak kesal mengingat keadaan perekonomiannya.
“Baguslah. Tak perlu makeup, itu hanya akan merusak kulit indahmu yang masih segar. Biarkan saja terlihat natural apa adanya.” ucap Ryuka hangat dan penuh kelembutan, sembari mengusap pelan pipi Airi dengan punggung telapak tangannya.
Legi, Airi merasa gugup akan perkataan dan perlakuan Ryuka padanya. Degup jantung mulai tak terkendali, wajahnya pun seketika berubah warna menjadi merah.
Ryuka sangat mampu menyadari dan memahami perubahan reaksi yang dialami gadis dihadapannya, dengan menyembunyikan senyuman nakal, perlahan tangannya ia pindahkan pada area dagu Airi.
“Mengapa menatapku begitu?” tanya Ryuka dengan suara berat.
“Apa kau sedang memikirkan sesuatu yang aneh tentangku?” lanjutnya sembari mendekatkan wajahnya pada wajah Airi.
Airi tak mampu bersuara ataupun bergerak. Perlakuan Ryuka, benar-benar telah berhasil membuatnya terpikat hingga tak mampu berpikir jernih.
Sedangkan pandangan Ryuka, tanpa sadar teralih pada bibir lembut milik Airi. Sedikit tergoda, ia pun menyembunyikan senyuman nakalnya, lalu kian mendekatkan wajah pada wajah perempuan cantik itu.
Hidung mereka saling bersentuhan, dan hal tersebut membuat Airi kian gugup hingga tak mampu mengendalikan isi pikirannya. Ia pun menutup mata, mempersiapkan diri.
Jujur saja, Ryuka sangat menikmati momen ini. Namun ia harus menghentikannya, sebelum hal yang lebih jauh terjadi. Kakinya melangkah begitu saja melewati Airi, hendak menuju kamar mandi.
“Eh?” tanya Airi, tak mengerti mengapa Ryuka tiba-tiba saja menghilang dari hadapannya. Ia menoleh kesana kemari, mencari pria yang tadinya ia pikir akan mengecupnya.
“Mengapa? Kecewa? Apa yang kau harapkan dariku? Ku mau mandi dulu, kau jangan berpikir hal aneh tentangku.” ucap Ryuka dengan santai, tanpa sedikitpun menoleh pada Airi.
Airi hanya mematung menatap punggung Ryuka yang sudah memasuki kamar mandi, membiarkan rasa malu dan gugup menyelimuti dirinya.
“Ih, Ryuka menyebalkan!” teriaknya dengan suara yang teramat keras, dan wajah yang kini sudah semerah buah tomat.
Ryuka hanya tertawa lepas dari balik pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Andai saja dia sempat melihat wajah tomat Airi, pasti akan tertawa dengan lebih puas lagi.
Dengan perasaan yang masih campur aduk antara gugup dan kesal, Airi mengeringkan rambutnya menggunakan handuk, lalu menyisirnya sembari membiarkan isi kepala berkelana.
Jujur saja, Airi kesal dengan setiap sikap Ryuka yang sering membuatnya salah paham. Namun ada juga rasa nyaman yang memberikan kehangatan dalam hatinya.
Sedikit bertanya-tanya, apa yang sebenarnya pria itu inginkan darinya? Ryuka, dia.. jika diingat lagi, sejak awal pertemuan mereka, dengan keras menolak dan mengusir Airi juga bersikap kasar.
Mengapa sekarang ia bersikap begitu lembut dan hangat, bahkan sering jahil padanya? Apa Airi boleh merasa nyaman dengan sikap manisnya? Apa hanya dia saja yang merasakan kenyamanan itu?
Ia sama sekali tak mengerti dengan isi kepala Ryuka, namun satu yang ia tahu pasti, dia harus memperlakukannya dengan baik sebagai bentuk terimakasih, karena sudah diizinkan tinggal di rumahnya.
Larut dalam lamunan panjang, tanpa sadar Airi menata rambut dengan teramat manis. Ia mengikat sebagian kecil rambutnya yang cukup pendek, di bagian kiri dan kanan area atas kepalanya.
Dan tanpa menyadari kehadiran Ryuka yang baru saja menyelesaikan kegiatan mandinya. Ryuka diam-diam memperhatikan cara Airi menata rambut yang tak biasa, sembari tersenyum gemas.
“Mengapa dikuncir dua seperti itu?” tanyanya tiba-tiba, sedikit mengejutkan Airi.
Spontan gadis yang tadinya sedang fokus pada pantulan dirinya di cermin, terlonjak dan berbalik badan menghadap Ryuka.
“Sejak kapan kau disana!?” tanya Airi terkejut.
“Kau kira aku hantu, hah!? Apa pantulanku tak terlihat dari cermin!?” ucap Ryuka, sedikit kesal dengan reaksi Airi yang tak menyadari kehadirannya.
“Maaf, aku hanya.. sedang tidak fokus.” jawab Airi gugup bercampur malu.
“Kau ini! Mikirin apa sih!? Sudah kubilang, jangan memikirkan hal yang aneh tentangku!” ucap Ryuka asal.
Namun anehnya menimbulkan reaksi yang tak biasa dari Airi. Gadis itu, menampakkan wajah yang penuh kepiluan, seolah ada harapan yang terhancurkan. Hal itu jelas membuat Ryuka khawatir.
“Maaf soal itu. Kau benar, tak seharusnya aku memikirkan sesuatu tentangmu. Mungkin kau memang tidak seperti yang ku pikirkan.” ucapnya sendu, bulir mulai menetes dari mata.
“Hey.. ada apa denganmu? Mengapa tiba-tiba sendu seperti ini? Apa aku melukai perasaanmu? Maaf, aku hanya bercanda. Bukan maksudku untuk..” tanya Ryuka dengan lembut dan penuh rasa khawatir juga bersalah.
Ia menyeka lembut air mata Airi, menatapnya dengan kehangatannya yang tulus. Namun yang diperlakukan dengan lembut, justru kian memecahkan tangisnya sembari mendekap erat Ryuka.
“Maaf, Ryuka.. aku memang memikirkan hal aneh tentangmu!” ucapnya lantang, masih sambil menangis.
“Eh? A-apa yang kau pikirkan?” tanya Ryuka sedikit gugup karena candaannya memang tepat sasaran.
“Aku tak mengerti… mengapa kau bersikap baik padaku? Padahal dua hari lalu, kau benar-benar menolak kehadiranku!” jawab Airi dengan jujur, menangis pilu.
“Bukankah aku sudah minta maaf atas perlakuan buruk ku?”
“Aku butuh kejelasan! Jujur, aku merasa nyaman diperlakukan baik olehmu. Tapi aku tak boleh berharap lebih, mungkin aku memang tak layak untuk berharap apapun darimu.”
Merasa terkejut dengan pengakuan itu, Ryuka sempat tak mampu mengatakan juga melakukan apapun selama beberapa saat. Pikirannya menjalar.
Ia mencari jawaban dari pertanyaan yang Airi lontarkan, mengapa ia jadi begitu baik padanya? Sejak kapan perasaannya yang keras itu luluh, dan apa yang membuatnya begitu?
Satu-satunya hal yang ia pahami, perasaannya menjadi lebih nyaman dan hangat ketika berada didekat Airi. Entah apa yang membuatnya yakin, bahwa traumanya akan terobati.
Memahami akan hal itu, tangannya pun perlahan tergerak untuk mendekap gadis yang sedang mendekapnya, sebelum bersuara.
“Entah. Namun yang pasti, aku tak ada niat buruk terhadapmu. Dan kau, sangat layak untuk memikirkan atau berharap apapun dariku. Akan kuberikan.”
“Ryuka.. terimakasih..!”
Ryuka mengangguk singkat. “Sudahlah, tak perlu membuang air matamu yang berharga terlalu banyak.” ucapnya menenangkan.
Ia melepaskan secara perlahan dekapan gadis yang masih menangis itu, lalu menyeka air matanya satu kali lagi, sembari tersenyum ramah penuh kehangatan.
“Bukankah kau ingin jalan-jalan hari ini? Aku sudah selesai mandi, jadi mari kita berangkat!” ajak Ryuka dengan riang.