Dikhianati kekasihnya, dijual oleh bibinya demi mendapatkan uang untuk biaya pengobatan sang ibu, membuat Elara terjebak dalam hubungan yang rumit.
Dia terpaksa menjadi wanita pemuas nafsu seorang taipan kaya raya, yang arogan, dingin, dan kejam.
Parahnya, status Elara yang sudah sah sebagai istri Eden Dwight tidak boleh diketahui publik.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? yuk simak. Jangan lupa tinggalkan like, komen, dan vote jika kalian suka ceritanya ❣️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RatuElla11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Black Card
"Aku suaminya! Elara ada bersamaku. Kau siapa?!"
Deg!
"APA?! Suaminya?? T-tidak mungkin!"
Geraham Eden mengetat. Ingin sekali Eden membentak lelaki bodoh yang tengah menanyakan wanitanya diujung sana itu. Sayangnya Eden tidak dapat melakukannya, karena saat ini Elara sedang tertidur pulas.
Akhirnya Eden memilih mematikan sambungan telepon tersebut. Mengeluarkan SIM-card nya lalu mematahkannya dan membuangnya kasar kesembarang arah.
Eden melempar ponsel Elara kembali keatas nakas, lalu pandangannya menoleh kearah perempuan itu dengan tatapan tajam, sementara dadanya kembang kempis menahan amarah.
Selama dia masih berhasrat pada perempuan itu, dia tidak akan membiarkan Elara berhubungan dengan pria manapun selain dirinya! Tidak akan! Untuk saat ini Elara hanya miliknya! Hanya miliknya.
Eden pun segera beranjak dari ranjang menuju kamar mandi untuk meredam amarah dan hasratnya yang kembali bergejolak.
Dia tidak mungkin memaksakan lagi kehendaknya pada Elara saat ini, mengingat perempuan itu sudah sangat kepayahan melayani nafsunya yang tak kunjung ada habisnya.
Eden sendiri tidak mengerti, kenapa dia begitu candu pada perempuan polos, miskin, rendahan seperti Elara. Perempuan yang usianya 13 tahun lebih muda darinya.
Club malam elite yang biasa dia kunjungi selalu menyediakan wanita penghibur dari kelas atas. Entah itu artis atau pun model. Eden memang belum pernah sekalipun bermain dengan seorang perawan. Tetapi bagi Eden sendiri, itu bukanlah hal yang penting.
Sebagai pria dewasa, dirinya hanya ingin kepuasan, membuang penat dari kesibukannya bekerja, dan menghindari istri yang tak pernah diinginkannya dirumah utama.
Eden adalah pria tampan, sukses, dan bebas. Dia tak pernah mau terikat dengan yang namanya pernikahan. Tetapi sang ayah dengan keras kepala memaksanya menikah dengan putri dari rekan bisnisnya.
Dengan terpaksa Eden menerimanya.
Ya, pernikahannya dan Alexa hanya sebatas pernikahan bisnis. Tak ada cinta di antara mereka. Bahkan selama satu tahun pernikahannya, Eden sama sekali tak pernah mau meniduri istrinya itu. Dan Eden memiliki alasannya sendiri.
Dia lebih memilih mencari kepuasan diluar untuk menyalurkan hasrat kelelakiannya. Dan wanita-wanita yang pernah seranjang dengannya hanya menemaninya sambil lalu.
Setelah puas, Eden tinggalkan. Tak pernah sekalipun Eden membuang benihnya didalam apalagi sampai mengklaim salah satu dari wanita tersebut adalah miliknya.
Tak seperti yang dilakukannya pada Elara saat ini.
Ya, baginya Elara berbeda. Selain Elara adalah perawan pertamanya, penolakan perempuan itu dari awal sampai detik ini terhadapnya jelas membuat egonya menggebu-gebu untuk bisa menaklukannya.
Eden terbiasa dipuja, diinginkan karena ketampanan dan kekayaan yang dia miliki, belum lagi keahliannya bercinta diatas ranjang.
Jadi ketika dia ditolak oleh wanita yang kastanya lebih rendah darinya jelas membuat harga diri Eden terkoyak tak terima.
*
*
Eden terpana menatap Elara yang baru saja keluar dari kamar mandi mengenakan sweater putih dan celana olahraga warna dark grey miliknya.
Perempuan itu terlihat begitu cantik, imut dan seksi dimata Eden.
Dengan rambut hitam basah tergerai, kulit putih mulus yang terbungkus pakaian kebesaran ditubuhnya, membuat darah Eden berdesir halus, dirambati oleh gelenyar hasratnya yang mulai naik.
Seandainya dia belum rapi oleh pakaian kerjanya, mungkin dia akan menerjang perempuan itu. Menghempaskannya keatas ranjang dan menikmatinya sepuasnya.
Sayangnya Eden tidak bisa melakukan itu. Pagi ini dia ada rapat dengan beberapa klien, menggantikan hari kemarin saat dia tidak pergi kekantor.
"Kemarilah." titah Eden seraya mengulurkan tangannya.
Elara yang berdiri didepan pintu kamar mandi tampak ragu. Namun tak urung ia mendekati Eden dengan langkah berat.
Dan ketika Elara hampir sampai, Eden yang tak sabar langsung menarik tangan Elara hingga perempuan itu memekik kaget saat tubuhnya menabrak dada bidang Eden.
Eden mencekal lengan Elara, sementara tangan yang lain merengkuh pinggang perempuan itu. Sedikit mencengkramnya ketika Elara mencoba melepaskan diri.
"Kita sudah tiga kali menghabiskan malam bersama, dan aku sudah menyentuhmu dalam jumlah yang tak terhitung, tapi kau masih tak nyaman berdekatan denganku?"
"Bu-bukan begitu."
"Lalu?"
"Aku hanya belum terbiasa." Elara menjawab cepat. Sesungguhnya dia memang tak nyaman dengan kedekatan yang dipaksakan ini.
"Kalau begitu kau harus membiasakannya." jemari Eden yang mencekal lengan Elara kini bergerak membelai wajah perempuan itu. Lalu perlahan menyusup masuk kedalam ceruk leher Elara.
Disaat bersamaan Eden mendekatkan wajahnya pada wajah Elara hingga Elara bisa merasakan napas hangat pria jahat mesum itu menerpa kulit wajahnya.
Eden mulai menautkan bibirnya pada bibir Elara. Disesapnya bibir ranum itu dengan lembut. Sesekali Eden memainkan lidahnya yang ahli, menjelajah ke kedalaman mulut Elara. Membelit lidah perempuan itu lalu kembali menyesap bibirnya.
Elara yang tak berdaya di bawah kendali Eden, hanya bisa pasrah. Dia mencengkram sisi jas kerja Eden untuk menopang tubuhnya agar tidak goyah.
Eden semakin memperdalam ciumannya. Ciuman panas nan erotis itu berlangsung cukup lama, hingga Eden baru berhenti ketika menyadari gejolak hasratnya mulai bangkit.
Pagutan bibir mereka terlepas. Sementara nafas keduanya terengah. Eden menyatukan keningnya dengan kening Elara, lalu bebisik sensual tepat didepan bibir perempuan itu.
"Kau sangat seksi mengenakan pakaianku Elara. Tapi aku lebih suka jika kau tidak mengenakan apapun dan bergerak liar diatasku seperti semalam."
Sontak wajah Elara merah padam. Dia langsung memalingkan wajahnya kesamping hingga bibir Eden jatuh menyentuh pipinya.
Eden tersenyum puas. Dia melepaskan lengannya dari Elara lalu merapihkan kembali jasnya.
"Aku sudah memesankanmu beberapa pakaian, mungkin satu atau dua jam lagi akan datang. Kau juga boleh pergi ke rumah sakit untuk menunggui ibumu operasi."
Elara kembali menolehkan pandangannya menatap Eden. Kini netranya terlihat berbinar.
"Benarkah?! Aku boleh pergi kerumah sakit?"
"Ya, dengan satu syarat."
"Syarat? Syarat apalagi? Aku sudah memenuhi kesepakatan kita semalam." ekspresi Elara berubah kesal.
"Elara."
"Baiklah, apa?"
"Kau harus sudah dirumah sebelum aku pulang."
"Tapi..."
"Ya atau tidak pergi sama sekali." Eden berucap sembari memakai jam tangan mahalnya.
Elara memejamkan mata berusaha menahan emosinya.
"YA, BAIKLAH! Aku akan pulang sebelum kau pulang! Puas?!"
"Bagus." Eden mengusap pipi Elara.
Eden merasa tenang ketika melihat memar-memar diwajah perempuan itu sudah mulai memudar dan nyaris sembuh.
"Siang nanti aku akan menghubungimu melalui anak buahku jadi kau tidak perlu membawa ponsel kosongmu itu."
"Ponsel kosong?"
"Aku sudah mematahkan SIM-card mu dan membuangnya."
"APA?! Ke-kenapa?!"
"Karena aku tidak suka ada lelaki lain yang menghubungi calon istriku."
Elara tampak tercekat.
"Le-laki lain? S-siapa?"
Eden menatap Elara dengan tajam.
"Nero, dia kekasihmu bukan?"
Elara tampak tercengang.
"Nero?"
"Ya."
"Astaga!" Elara menepuk keningnya. "Dia teman kerjaku, bukan kekasihku!"
"Aku tidak peduli."
"Ha?"
"Dengar Elara, selama kau menjadi wanitaku, aku tidak mengizinkanmu berhubungan dengan pria manapun selain diriku, mengerti?!"
"Tapi Nero temanku!"
"Aku tidak peduli Elara." Eden menekankan setiap katanya. Netranya semakin tajam menatap perempuan itu.
Elara menelan ludah.
Tidak, dia tidak boleh membuat Eden marah, atau dia akan kehilangan kesempatan untuk pergi menjenguk ibunya.
Melihat Elara yang hanya diam dengan mimik takut, Eden pun membuang napas kasar, mencoba menetralkan emosinya.
Eden merogoh saku jasnya, mengeluarkan dompet dan mengambil sesuatu dari sana.
Sebuah black card.
Eden meraih tangan Elara dan menaruh black card tersebut ditangan perempuan itu.
"I-ini apa?"
"Black card."
"Aku tahu. Tapi maksudku untuk apa?"
"Kau bisa menggunakannya untuk membeli segala keperluanmu. Kau bisa pergi kesalon, membeli pakaian mahal, sepatu mahal, tas bermerk bahkan perhiasan yang kau suka. Kau bebas menggunakan kartu itu karena kartu itu sekarang milikmu."
Elara tampak tercenung.
Haruskah dia menerimanya?
*
*
To be continued
Halo kakak2 yang baik hati, jangan lupa tinggalkan like, komen, kopi bunga, vote dan bintangnya yaa. Terimakasih ❣️🥰
Eden kamu akan segera menjadi seorang ayah semoga elara juga secepatnya memberi tau kehamilannya pada Eden jadi tidak sabar menunggu esok hari Thor menunggu lanjutannya
Eden /Heart/ elara aku suka banget sama pasangan ini Thor 🤭🤭
jadi gak sabar nunggu lanjutannya Thor ....
sebenarnya aku lebih suka gambar yang dulu sih Thor gambar no 2 ..
Eden yah ?? pasti salah paham lagi ini tapi semoga aja Eden bisa berpikir jernih ...
kira² bakal terjadi salah paham gak yah kalau Eden sudah sembuh nanti dan bertemu dengan elara tapi ada nero di sana hemm /Smug/