Rubiana Adams, seorang perempuan jenius teknologi dan hacker anonim dengan nama samaran Cipher, terjebak dalam pernikahan palsu setelah dipaksa menggantikan saudari kembarnya, Vivian Adams, di altar.
Pernikahan itu dijodohkan dengan Elias Spencer, CEO muda perusahaan teknologi terbesar di kota, pria berusia 34 tahun yang dikenal dingin, cerdas, dan tak kenal ampun. Vivian menolak menikah karena mengira Elias adalah pria tua dan membosankan, lalu kabur di hari pernikahan. Demi menyelamatkan reputasi keluarga, Rubiana dipaksa menggantikannya tanpa sepengetahuan Elias.
Namun Elias berniat menikahi Vivian Adams untuk membalas luka masa lalu karena Vivian telah menghancurkan hidup adik Elias saat kuliah. Tapi siapa sangka, pengantin yang ia nikahi bukan Vivian melainkan saudari kembarnya.
Dalam kehidupan nyata, Elias memandang istrinya dengan kebencian.
Namun dalam dunia maya, ia mempercayai Cipher sepenuhnya.
Apa yang terjadi jika Elias mengetahui kebenaran dari Rubiana sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. TENTANG RUBY
Suara hujan di luar rumah sakit terdengar seperti bisikan yang menetes di dinding kaca. Lembut, tapi menusuk. Langit berwarna kelabu, seakan menyesuaikan dengan suasana ruang VIP tempat tiga orang duduk dalam diam yang tebal, Elias, Raven, dan Ruby.
Ruang itu masih sama: dinding putih beraroma antiseptik, meja kayu di pojok dengan teko kopi yang sudah dingin, dan lampu temaram yang menggantung di atas kepala mereka, menciptakan bayangan samar di wajah-wajah lelah itu.
Ruby masih duduk di pangkuan Elias, jari-jarinya saling menggenggam karena kecanggungan situasi, seolah takut sesuatu dalam dirinya akan pecah jika ia tidak menahannya. Tatapan mata Ruby kosong beberapa detik, sebelum perlahan ia menatap dua pria di hadapannya.
Elias menatapnya balik, dingin tapi rapuh. Sementara Raven duduk di sisi lain, tanpa suara, hanya memerhatikan napas yang keluar dari bibir Ruby seperti kepingan embun di pagi dingin.
"Apa maksudmu kakakku bagian dari Death Eater? Peneliti?" tanya Elias, masih dipenuhi keterkejutan luar biasa.
"Elias," ucap Ruby pelan, suaranya hampir tak terdengar, "kau ingin tahu siapa sebenarnya Darian Spencer bagi Death Eater, bukan?"
Nama itu membuat udara terasa menegang. Elias menegakkan punggungnya, matanya yang semula tampak tenang kini menajam seketika.
"Kau mengenal Darian?" suara Elias rendah, mengandung serpihan harapan dan luka.
Ruby menunduk. Ada sesuatu di matanya yang berkilat, bukan air mata, tapi kenangan yang terlalu berat untuk dibawa sendirian.
"Aku lebih dari sekadar mengenalnya. Aku ... pernah menjadi seseorang yang diselamatkan olehnya," kqta Ruby lirih.
Raven bertukar pandang dengan Elias. Keduanya tidak menginterupsi, membiarkan Ruby tenggelam dalam ceritanya sendiri.
Ruby menarik napas panjang. "Aku berumur dua belas tahun waktu itu," ujarnya perlahan, "masih terlalu kecil untuk tahu apa itu keserakahan manusia, tapi cukup besar untuk mengingat bagaimana rasanya disiksa karena dianggap gagal."
Ia berhenti sejenak. Dalam ingatannya, bau logam dingin dan desis mesin itu masih tercium jelas, seperti luka yang tak pernah sembuh.
"Aku dibesarkan di dalam fasilitas penelitian yang mereka sebut Helix Project," katanya lagi, lirih tapi tegas. "Sebuah tempat yang katanya bertujuan menciptakan manusia sempurna. Aku dan Vivian adalah objek utama mereka atas persetujuan Dad yang juga anggota mereka."
Raven mencondongkan tubuh sedikit, rahangnya menegang. Tidak senang dengan informasi gila ini.
"Para peneliti menyebut kami 'subjek 017A dan 017B'. Aku adalah 017A, Ruby Adams, versi yang mereka anggap gagal. Vivian, 017B, disebut sebagai hasil sempurna tingkat B." Bibir Ruby bergetar sedikit ketika menyebut nama itu. "Dan di antara semua peneliti, hanya satu orang yang tidak pernah memandang kami para objek seperti binatang di meja bedah. Namanya Darian Spencer, kakakmu."
Elias tersentak halus. Suara itu, nama itu, menggores dadanya seperti duri lama yang tumbuh kembali.
"Dia sungguh kakakku?" ucap Elias akhirnya, suaranya kering dan nyaris retak.
Ruby mengangguk. "Ya. Darian adalah peneliti di sana. Tapi dia tidak seperti yang lain. Saat pertama kali aku melihatnya, dia terlihat berbeda, pakaian putihnya mungkin sama, tapi matanya ... tidak. Dia punya mata yang hidup, bukan kosong seperti milik mereka."
Gadis itu menatap jauh, seolah adegan masa lalu itu kini diproyeksikan di udara di depan mereka.
"Dia mendekatiku waktu itu, di ruangan tempat aku dikurung. Aku masih ingat suaranya. Tenang, dalam, dan penuh empati. Dia membawa sepotong cokelat, dan berkata, 'Aku tahu dunia ini tidak adil untukmu, Ruby. Tapi selama aku ada di sini, aku janji tidak akan membiarkan mereka melukaimu lagi.' Mirip sekali denganmu, Elias," kata Ruby dengan senyum kecil.
Suara Ruby pecah di ujung kalimat itu. Ia menunduk, menggenggam erat tangannya yang gemetar.
"Darian memperlakukanku seperti adiknya sendiri," lanjut Ruby dengan lirih. "Kami sering berbicara di sela eksperimen, tentang mimpi, tentang langit di luar, tentang rumah yang ingin ia bangun untuk dua adiknya, Elias dan Liana. Katanya, dia ingin membuat tempat tinggal yang penuh cahaya dan teknologi yang ramah untuk manusia, bukan yang menghancurkan mereka. Itu alasan kenapa dia bergabung dengan Death Eater sejak awal, dia pikir mereka benar-benar ingin memperbaiki dunia."
Elias menutup matanya sesaat, menahan napas. Ia tahu betul idealisme kakaknya, tapi ia tidak tahu betapa dalam kakaknya telah terseret.
"Namun," Ruby melanjutkan dengan nada yang lebih dalam, "Darian akhirnya menyadari bahwa misi mereka tidak pernah tentang memajukan manusia. Mereka menciptakan teknologi untuk mengendalikan manusia, bukan menyelamatkannya. Dan aku adalah bukti hidup dari kegagalan moral itu."
Elias dan Raven terus fokus mendengarkan cerita Ruby.
"Aku dijadikan objek eksperimen gelombang otak. Mereka menanamkan alat untuk mengukur reaksi saraf terhadap rasa sakit, lalu menyuntikkan serum yang membuatku tetap sadar walau tubuhku ingin mati. Aku mendengar tawa para peneliti setiap kali aku menjerit. Dan Darian ... dia menyaksikannya dengan mata yang penuh amarah, tapi tak bisa berbuat apa-apa," kata Ruby yang kembali mengingat mimpi terburuknya.
Raven mengepalkan tangan di atas lututnya. Elias menunduk, bahunya menegang.
"Hingga suatu malam," lanjut Ruby, "aku sudah hampir mati karena dosis serum yang berlebihan. Dan saat itulah Darian memutuskan untuk melawannya. Dia menyabotase sistem data hasil eksperimenku. Dia menulis bahwa aku, Subjek 017A telah gagal total, dan Vivian-lah yang berhasil mencapai tingkat B. Padahal kenyataannya, justru aku yang berhasil."
Elias membuka mata, tatapannya kaget.
"Darian tahu aku sudah berubah. Aku mulai bisa mengingat semuanya hanya dengan sekali lihat. Menghafal bahasa dalam semalam. Bahkan mampu memahami sistem kerja komputer kompleks hanya dengan memandangnya. IQ-ku meningkat tajam. Tapi dia tahu, jika mereka tahu kebenarannya, aku akan jadi alat hidup mereka selamanya. Jadi dia membuatku tampak seperti kegagalan," ucap Ruby yang tersenyum getir.
"Lalu bagaimana kau bisa keluar dari sana?" tanya Raven pelan.
Ruby menarik napas. "Darian menipu mereka semua. Dia menyusun laporan palsu, membuat seolah eksperimenku berbahaya dan tidak stabil, lalu memohon agar aku dan Vivian dihapus dari proyek. Untuk meyakinkan mereka, dia melakukan hipnosis, menghapus sebagian ingatan kami agar tidak membocorkan apapun jika keluar. Tapi hipnosis itu gagal padaku. Aku mengingat semuanya, setiap detik, setiap jeritan, setiap rasa sakit. Bahkan hingga saat ini."
Elias menatapnya lama. "Dan setelah keluar?"
Ruby tertawa pelan, getir sekali. "Setelah keluar, neraka baruku justru menunggu di rumah. Ayahku, Edward Adams, percaya aku benar-benar kegagalan. Dad membuangku di loteng, menyebutku aib keluarga, sementara Vivian, dia dipuja, dijadikan putri sempurna."
Elias dan Raven tidak kuasa mendengar bagaimana hidup Ruby ini.
Ruby menunduk dalam. "Aku belajar bertahan hidup. Aku membaca semua buku di perpustakaan rumah, sampai aku hafal tiap halaman. Dan di sanalah aku menemukan dunia lain, dunia digital. Aku belajar komputer, sistem, bahasa pemrograman. Di umur enam belas tahun, aku mulai meretas. Bukan untuk merusak ... tapi untuk merasa hidup."
Raven menatapnya dengan kagum sekaligus ngeri. "Jadi itu awalnya kau jadi hacker?"
Ruby mengangguk perlahan. "Aku menemukan sesuatu yang tak bisa dikontrol siapa pun, kemampuanku. Dan di usia enam belas tahun itulah aku bertemu Darian lagi."
Wajahnya melunak, seolah mengingat sesuatu yang indah di tengah semua luka. "Dia datang mencariku. Membawaku keluar dari kekangan Edward walau hanya saat di luar rumah. Saat itu dia sudah menjadi CEO Spencer Dynamic, perusahaan teknologi besar. Dia menawariku tempat di bawah bimbingannya, dan berkata ... 'Sekarang waktumu untuk hidup dengan caramu, Ruby.' Benar-benar pria yang keren di mataku saat itu."
Elias mengeratkan pelukan tangannya yang melingkari pinggang Ruby, seolah memberikan afeksi menenangkan untuk sang gadis.
"Selama beberapa tahun, aku bekerja bersamanya. Kami menciptakan sistem keamanan mutakhir, teknologi etis yang menolak digunakan untuk militer. Darian mengajariku bahwa teknologi seharusnya memberi kebebasan, bukan perbudakan. Kami bekerja, tertawa, dan aku ... aku merasa punya keluarga untuk pertama kalinya," lanjut Ruby yang kini meneteskan air mata.
Ruang itu kembali diam. Elias menatap meja, napasnya berat. Raven menunduk, seolah menelan sesuatu yang getir.
"Tapi semua itu berakhir saat aku berumur dua puluh dua tahun," ucap Ruby akhirnya. "Hari itu, Darian mengirimiku e-mail. Dalam e-mail itu, dia menulis: 'Ruby, jika kau membaca ini, berarti aku telah melakukan hal yang tak bisa kuperbaiki. Aku memanipulasi sistem Death Eater dan menghancurkan seluruh database mereka. Jangan hubungi siapa pun. Simpan data yang kukirim. Dan lari sejauh mungkin. Dan tolong tetap bantu aku menjaga Spencer Dynamic dan juga adik-adikku saat aku tidak ada nanti.' Itulah pesan terakhirnya."
Raven dan Elias seperti tercekat ketika mendengar itu.
Suara Ruby tercekat. "Aku panik. Aku mencoba menelponnya, tapi tak sempat. Malam itu juga, berita kematiannya tersebar ... CEO Spencer Dynamic, Darian Spencer, terbunuh di jalan tol karena pembegalan. Tapi aku tahu ... Darian tidak mungkin mati karena hal serendah itu."
Hening.
Satu-satunya suara hanyalah hujan di luar jendela dan suara AC.
Ruby menghapus air matanya dengan punggung tangan. "Semenjak itu, aku hidup sendirian, terus bersembunyi. Aku menyimpan semua data yang Darian kirim padaku. Data itu ... adalah seluruh sistem Death Eater yang sudah dia ubah. Tapi aku tidak berani membukanya sampai aku bertemu kalian."
"Ruby ...." Elias menyebut nama sang gadis dengan suara parau.
Gadis itu menatap Elias dengan mata berkaca. "Jadi kalau kau bertanya siapa Darian Spencer bagiku ... dia bukan sekadar peneliti, atau CEO, atau kakakmu. Dia adalah satu-satunya alasan aku masih hidup. Dan kau adalah alasanku bertahan selama ini, karena pesan terakhirnya untuk membantu Spencer, dirimu sebagai CEO baru Spencer."
Elias menatapnya lama. Ada badai di matanya, antara duka, rindu, dan kebanggaan yang tak terucap.
Hingga Elias menguburkan wajahnya di ceruk leher Ruby, menangis dalam diam ketika akhirnya ia mendengar tentang sang kakak secara langsung dan juga alasan Darian pergi dari dunia ini untuk selamanya.
Ruby dan Raven hanya diam, membiarkan Elias mengeluarkan emosinya untuk orang yang amat dia hormati. Tangis ini bagi mereka berdua bukanlah dari Elias sebagau CEO Spencer, melainkan tangisan adik untuk kakaknya.
untung kamu bertemu n menikah sebagai pengganti kakakmu dengan Elias,setidaknya ada seseorang yg akan n selalu melindungi mu,setelah tau apa yg sebenarnya terjadi..
jadi ini kejutan nya thor
antara kasian n seneng liat ekspresi Rubi.
kasian karena d bohongin kondisi Elias,seneng karena akhirnya Elias tau siapa Rubi sebenarnya.
😄
hemmmm....kira kira Ruby mo di kasih
" HADIAH ' apa ya sama Elias....😁🔥
tapi tak kirain tadi Elies pura² terluka ternyata enggak 😁
Elias tau Rubi adalah chiper,,hm
apa yg akan Rubi katakan setelah ini semua
Rubiiii tolong jujurlah sama Elias,apa susahnya sh.
biar xan jadi punya planning lebih untuk menghadapi si adams family itu,,hadeeeh
syusah banget sh Rubi 🥺