NovelToon NovelToon
Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Meymei

Keinginan terakhir sang ayah, membawa Dinda ke dalam sebuah pernikahan dengan seseorang yang hanya beberapa kali ia temui. Bahkan beliau meminta mereka berjanji agar tidak ada perceraian di pernikahan mereka.

Baktinya sebagai anak, membuat Dinda harus belajar menerima laki-laki yang berstatus suaminya dan mengubur perasaannya yang baru saja tumbuh.

“Aku akan memberikanmu waktu yang cukup untuk mulai mencintaiku. Tapi aku tetap akan marah jika kamu menyimpan perasaan untuk laki-laki lain.” ~ Adlan Abimanyu ~

Bagaimana kehidupan mereka berlangsung?

Note: Selamat datang di judul yang ke sekian dari author. Semoga para pembaca menikmati dan jika ada kesamaan alur, nama, dan tempat, semuanya murni kebetulan. Bukan hasil menyontek atau plagiat. Happy reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembelaan

“Kak, bisa mampir ke minimarket dulu, tidak?” tanya Dinda saat mereka dalam perjalanan pulang.

Tanpa menjawab, Adlan melajukan motornya dan berhenti di sebuah minimarket yang ada dipinggir jalan. Mereka masuk ke dalam dan Adlan mengambil keranjang belanjaan.

Dinda ke rak perawatan pribadi untuk mengambil barang yang diperlukannya, sedangkan Adlan pergi ke rak kebutuhan rumah untuk membelikan pesanan sang mama yang sempat tertunda.

Setelah selesai Adlan membayar belanjaan dan pulang. Baru memasuki gerbang desa, mereka dicegat oleh pemuda desa.

“Ada apa ini, Mas Tri?” tanya Dinda.

“Kami ingin meluruskan sesuatu.”

“Apa itu?”

“Kalian ini sebenarnya sudah menikah atau kumpul kebo?” tanya Tri tanpa basa-basi.

“Kenapa Mas Tri bertanya seperti itu?”

“Kami mendengar ibu-ibu sedang membicarakan kalian. Kalian yang tidak ada hubungan apa-apa, selama masa berkabung ini malah berduaan di dalam kamar. Apakah itu pantas?”

“Tidak pantas dilihat dari mananya?” tanya Adlan yang segera membuat geram para pemuda.

“Jangan sok jagoan di sini! Kamu itu hanya pendatang!”

“Maaf Mas-mas sekalian. Kami sebenarnya sudah menikah, ini suami saya Mas Adlan.” Dinda berusaha menengahi.

“Kamu jangan bercanda, Din! Mana mungkin kamu menikah kalau ayahmu baru saja meninggal.”

“Benar! Tanah ayahmu saja masih basah, kamu sudah berani berbohong!”

“Ya! Tidak malu apa dengan status gurumu!”

“Guru itu panutan, kalau kamu seperti ini sebaiknya kamu jangan menjadi guru!” satu-persatu mulai mencela Dinda membuat Adlan mengepalkan tangannya.

“Kalian ini sedang apa menghalangi jalan?” teriak sopir pick up yang ingin lewat.

Para pemuda menoleh dan bubar untuk memberikan jalan kepada pick up tersebut, termasuk Adlan yang membelokkan motornya ke tepi.

Setelah mobil pick up lewat, mereka kembali menghadang Dinda dan Adlan, tetapi kembali bubar karena ayah salah satu dari mereka meminta semua orang untuk bubar. Mereka dikatakan tidak punya adab karena mencegat orang seenaknya.

“Maafkan mereka, Din.” Kata Fikri, ayah dari Janu.

“Tidak apa-apa, Paklek. Terima kasih.”

“Saya sudah dengar dari Pak Kades, kalau kalian sudah menikah. Saran saya, sebaiknya kalian segera mengadakan acara agar orang-orang tidak termakan fitnah.”

“Terima kasih, Paklek. Tapi untuk acara belum bisa karena kami masih berkabung.”

“Benar juga. Coba nanti bicarakan dengan Pak Kades bagaimana baiknya. Kalau ini terus berlanjut, bisa-bisa berpengaruh pada pekerjaanmu.”

“Baik, Paklek. Kalau begitu kami pamit.” Fikri mengangguk.

Setelah kepergian Dinda dan Adlan, Fikri menjewer telinga anaknya dan mengomeli pemuda yang lain. Sebagai generasi muda mereka tidak hanya gegabah tetapi juga percaya dengan kabar tidak benar.

Fikri sebagai kaum di masjid merasa kecewa dengan mereka semua dan menyuruh mereka semua membersihkan masjid sebagai hukuman. Sementara itu, Dinda dan Adlan yang baru saja sampai rumah segera membersihkan diri.

Adlan melaksanakan sholat, sedangkan Dinda membantu ibu mertuanya menyiapkan masakan untuk tahlil nanti malam. Malam ini mereka membuat soto untuk makan bersama sehingga tidak merepot para tetangga.

Tak lama setelah adzan ashar berkumandang, Dinda dan Mama Adlan menghentikan kegiatan mereka karena mendengar suara ramai di luar.

“Dinda, keluar!” teriak salah satu ibu-ibu.

“Kalian ini kenapa tidak punya sopan santun? Bertamu itu mengetuk pintu dan mengucapkan salam!” tegur kepala desa.

Belum sempat kepala desa mengetuk pintu, Dinda sudah membuka pintu dari dalam.

“Ada apa ini, Pak Kades?” tanya Dinda bingung dengan kehadiran banyak orang di rumahnya.

“Sebaiknya kita duduk dulu.” Dinda mengangguk dan mempersilahkan beliau untuk masuk.

Mama Adlan menyambut beliau dan ikut duduk. Segera kepala desa mengatakan maksud kedatangan mereka dan meminta Dinda untuk memberikan bukti agar warga percaya.

“Pak Kades, kalau mereka berdua belum menikah, untuk apa saya ada di sini?” tanya Mama Adlan dengan kesal.

“Maaf, Bu. Saya juga tidak bisa apa-apa kalau mereka mendesak seperti ini.”

“Tunjukkan bukti kalau mereka sudah menikah agar kami percaya! Jangan hanya dengan omongan! Semua orang juga bisa mengatakan apapun kehendak hati mereka.” sela Pariyem.

“Benar, Bu. Kami tidak mau ada karma yang menimpa desa kami.”

“Memangnya kami terlihat sepertipembohong?”

“Tenang, Ma.” Dinda menahan tangan Mama Adlan yang sedang emosi.

“Tunggu sebentar.” Kata Dinda yang berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamar.

Adlan yang baru saja selesai melaksanakan sholat bertanya apa yang terjadi dan Dinda mengatakan yang sebenarnya. Ia bahkan bertanya dimana Adlan menyimpan buku nikah mereka agar bisa ditunjukkan kepada mereka sebagai bukti.

“Jangan panik! Tenangkan dirimu.” Kata Adlan.

“Mama terlihat marah, Kak.”

“Wajar kalau Mama marah. Mereka meragukan status kita. Ayo!”

Adlan menggandeng tangan Dinda dan membawanya keluar. Di depan semua orang terdiam saat kedatangan Adlan. Mereka merasa Adlan bukanlah orang yang bisa mereka ganggu.

Tetapi Pariyem tetap mengatakan apa yang ingin dikatakannya, membuat semua orang melihat ke arahnya.

“Perempuan macam apa yang menyimpan laki-laki di dalam rumah tanpa menikah? Lucu sekali, padahal guru. Guru itu di gugu lan di tiru.* Kalau gurunya saja seperti ini, bagaimana nanti anak muridnya?”

“Kenapa? Apakah Anda iri?” tanya Adlan dengan nada penuh penekanan.

“Iri apa? Kumpul kebo saja bangga!”

“Pariyem!” bentak kepala desa yang merasa malu dengan kata-kata pariyem.

“Apa Pak Kades? Pak Kades mau membela mereka sampai kapan? Ayahnya baru saja meninggal, masak iya sudah menyimpan laki-laki di rumah? Apa tidak takut ayahnya bangkit dari kubur karena kesal?”

“Lancang kamu!” Mama Adlan memasang badan di depan Dinda dan berhadapan langsung dengan Pariyem.

Kata-kata Pariyem membuat Dinda tanpa sadar mengeratkan pegangannya di tangan Adlan.

“Lihatlah sendiri!” kata Adlan menyodorkan buku nikah.

Pariyem segara menyambarnya dan melihat keterangan di sana. Ia masih tidak percaya dan berharap buku nikah itu palsu, tetapi lapisan kertas, hologram dan cetak timbul yang ada di buku nikah menunjukkan bahwa buku nikah yang ada di tangannya asli.

“Bagaimana?” tanya Adlan dengan nada mencemooh.

“Tanggal di sini tertera sehari sebelum Pak Lilik meninggal. Tapi kenapa kalian tidak melakukan pernikahan?”

“Anda hanya perlu tahu kalau kamu adalah pasangan suami dan istri yang sah secara agama dan negara. Kami tidak ada kewajiban menjelaskan apapun kepada Anda yang bukan keluarga atau saudara kami.”

Sebelum Pariyem menjawab lagi, kepala desa segera meminta warga untuk bubar karena mereka telah mendapatkan apa yang mereka inginkan dan tidak lupa meminta mereka untuk meminta maaf.

Ibu-ibu yang hadir segera meminta maaf. Hanya Pariyem yang pergi tanpa mengatakan apa-apa.

Kepala desa berpamitan dan meminta maaf atas sikap warganya. Mama Adlan yang sebenarnya masih kesal menekan egonya dan meminta permintaan maaf kepala desa. Setelah semua orang pergi, Adlan mengajak Dinda untuk duduk.

“Menangislah jika ingin menangis.” Kata Adlan.

Segera air mata yang sebelumnya ditahan, luruh begitu saja. Isakan Dinda membuat Adlan tidak tega hingga menarik tubuh istrinya ke dalam pelukan. Mama Adlan menutup pintu dan meninggalkan keduanya ke dapur.

Dinda melampiaskan tangisannya di dalam pelukan Adlan, sampai ia merasa lebih baik.

Bukan fitnah mereka yang membuatnya menangis, melainkan kata-kata Pariyem yang sangat kejam. Ayahnya adalah orang yang selama ini disegani di antara warga desa. Ia tidak menyangka ada orang yang menjelekkan beliau.

.

.

.

.

.

*guru di gugu lan di tiru: seorang guru harus dipercaya perkataannya dan diteladani sikap serta perbuatannya oleh murid-muridnya.

1
𝐈𝐬𝐭𝐲
kenapa Dinda gak pindah sekolah aja ngajar di sekitar rumah baru saja dripada harus kekampung dia lagi...
indy
selamat berbulan madu
𝐈𝐬𝐭𝐲
namanya Adlan atau Aksa sih Thor🤔
Meymei: Maaf typo kak 🤭
total 1 replies
Dewi Masitoh
Adlan kak🤣kenapa salah ketik jd aksa🙏
Dewi Masitoh: baik kak🙏
total 2 replies
Fitri Yani
next
indy
kayaknya sdh bisa resepsi biar gak ada lagi yang julid. wah ternyata gibran naksir dinda juga
indy
nanti resepsinya setelah masa duka selesai
indy
lanjut kakak
indy
ada yang bertengger di pohon kelengkeng
𝐈𝐬𝐭𝐲
ceritanya bagus aku suka😍😍
Meymei: Terima kasih kakak… 😘
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
lanjuut Thor
𝐈𝐬𝐭𝐲
hadir Thor
indy
kasihan pak Lilik
indy
hadir kakak
Rian Moontero
mampiiir kak mey/Bye-Bye//Determined/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!