“Di balik seragam putih abu-abu, Nayla menyimpan rahasia kelam.”
Di usia yang seharusnya penuh tawa dan mimpi, Nayla justru harus berjuang melawan pahitnya kenyataan. Ibu yang sakit, ayah yang terjerat alkohol dan kekerasan, serta adik-adik yang menangis kelaparan membuatnya mengambil keputusan terberat dalam hidup: menukar masa remajanya dengan dunia malam.
Siang hari, ia hanyalah siswi SMA biasa. tersenyum, bercanda, belajar di kelas. Namun ketika malam tiba, ia berubah menjadi sosok lain, menutup luka dengan senyum palsu demi sesuap nasi dan segenggam harapan bagi keluarganya.
Sampai kapan Nayla mampu menyembunyikan luka itu? Dan adakah cahaya yang bisa menuntunnya keluar dari gelap yang menelannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qwan in, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Uap air hangat menyelimuti ruangan, melingkupi tubuh Nayla yang berdiri kaku di sudut kamar mandi. Meski hawa panas menempel di kulitnya, ada sensasi lain yang jauh lebih membakar. Elvino, hanya mengenakan celana panjang, berdiri tak jauh darinya. Tubuh tegap dan berotot pria itu tampak begitu dekat, menebarkan aroma maskulin yang bercampur dengan wangi sabun yang baru saja digunakan Nayla.
"aku tidak suka ini," bisik Nayla lirih, suaranya gemetar. Air yang mengalir dari pancuran tak mampu meredam gejolak yang menjalar dalam dirinya.
Elvino hanya tersenyum tipis, sebuah senyum yang penuh misteri. Ia melangkah maju, tangannya terulur meraih dagu Nayla, mengangkat wajah gadis itu agar mata mereka bertemu.
"Kau tahu aku tak suka menunggu, Nayla," bisiknya rendah, suaranya serak menggoda.
"Tapi..." Nayla mencoba memberi jarak, namun lengan kekar Elvino telah melingkari pinggangnya, menariknya lebih dekat.
"Tidak ada 'tapi'," ujar Elvino, kali ini dengan nada tegas namun hangat, napasnya membelai kulit Nayla di dekat telinganya. Ia menunduk, mencium leher Nayla dengan lembut, membuat tubuh gadis itu bergetar.
Nayla menutup mata, mencoba menahan diri. Namun tubuhnya seolah tak sanggup melawan sentuhan yang begitu memabukkan. "Mmm..." desahan samar lolos dari bibirnya, tak sengaja mengkhianati pertahanannya.
Elvino menarik wajahnya, menatap Nayla lekat-lekat. "Kau begitu indah," ujarnya, matanya dalam dan penuh hasrat. Jemari pria itu bergerak pelan, menyusuri wajah dan lekuk tubuh Nayla seakan ingin menghafalnya.
"Elvino..." suara Nayla bergetar, antara ingin menolak dan menyerah. Namun tangannya justru bergerak meraih rambut Elvino, menariknya mendekat.
"Katakan namaku," pinta Elvino, suaranya berat. Ia kemudian menutup bibir Nayla dengan ciuman yang dalam, menyalurkan semua emosi dan gairah yang membara.
"El... Elvino..." Nayla menggumam di sela napasnya, tubuhnya makin lemah dalam pelukan pria itu.
Elvino tersenyum kecil, lalu mengangkat tubuh Nayla dengan mudah. Ia membawanya ke sisi bathtub, meletakkannya dengan hati-hati. Pandangan mereka kembali bertemu, keduanya terdiam sejenak, seolah ada percakapan tanpa kata yang berlangsung di antara mata mereka. Rona merah merekah di pipi Nayla, menandakan perasaan yang bercampur antara malu, gentar, dan keinginan yang tak terelakkan.
Elvino menunduk lagi, menempelkan bibirnya ke kulit Nayla. Ia menebar kecupan di leher, bahu, hingga turun ke dada, membuat napas Nayla semakin tersengal. Gadis itu mendesah lirih, tubuhnya bergetar seperti daun diterpa angin.
Waktu seakan melambat ketika Elvino semakin merengkuhnya erat. Gerakan mereka sederhana, namun penuh makna. Setiap ciuman, setiap desahan, membawa Nayla ke dalam pusaran perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ada ketakutan, namun juga ada kelegaan karena ia akhirnya berhenti melawan dirinya sendiri.
"Elvino..." bisiknya lagi, kali ini lebih dalam, nyaris memohon.
"Tubuhmu telah menjadi canduku, Nayla," jawab Elvino, menatapnya intens.
Ciuman demi ciuman kembali menyatu, lebih panas, lebih dalam. Tubuh mereka berirama, meski tak ada kata yang benar-benar bisa menggambarkan apa yang mereka rasakan. Nayla meremas lengan Elvino, menyalurkan perasaan yang membuncah, seakan ingin melebur ke dalam dirinya.
Pelukan mereka menguat. Elvino menatap Nayla seakan gadis itu adalah satu-satunya yang ia lihat di dunia ini. Bibirnya kembali merebut bibir Nayla, dan kali ini gadis itu tak lagi menolak. Ia menyerahkan dirinya sepenuhnya, membiarkan Elvino menuntunnya.
Gelombang demi gelombang perasaan menyapu tubuh Nayla, membuatnya nyaris tak sanggup menahan suara lirih yang pecah dari bibirnya. Elvino pun larut bersama Nayla, seolah dunia di luar ruangan itu tak lagi ada.
Ketika akhirnya keheningan kembali hadir, Elvino mengangkat Nayla yang masih gemetar, membawanya keluar dari kamar mandi. Jejak air menetes di lantai marmer dingin, tapi tubuh mereka justru hangat. Ia membaringkan Nayla di ranjang besar, menyelimutinya dengan lembut.
Cahaya lampu yang temaram menciptakan suasana intim. Elvino menatap Nayla lama, matanya penuh hasrat sekaligus kelembutan. Ia mencium keningnya, lalu menelusuri wajahnya dengan jemari. Nayla hanya bisa terpejam, sekeras apapun hatinya ingin menolak. Namun kenyataan bahwa ia membutuhkan uang menamparnya lebih keras dari apapun.
kasian Nayla hancur N merasa bersalah bngt pastinya ..ibunya mninggal karna tau kerjaan nayla😭