Kata siapa skripsi membuat mahasiswa stres? Bagi Aluna justru skripsi membawa banyak pelajaran berharga dalam hidup sebelum menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Mengambil tema tentang trend childfree membuat Aluna sadar pentingnya financial sebelum menjalankan sebuah pernikahan, dan pada akhirnya hasil penelitian skripsi Aluna mempengaruhi pola pikirnya dalam menentukan siapa calon suaminya nanti. Ikuti kisah Aluna dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Semoga suka 🤩🤩🤩.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PROSPEK
Kata siapa kabupaten kecil tidak ada tempat wisatanya, ada dong. Lebih tepatnya di daerah di mana keluarga Pak Cokro berada. Kabar dari teman KKN Aluna mereka sudah OTW sejak jam 6 teng di depan gedung rektorat. Mereka motoran, tapi ada yang bawa mobil juga, buat angkut teman yang tak bisa motoran. Apalagi yang tidak terbiasa motoran jauh, Eriska dan Ulin dengan ikhlas menyodorkan mobil mereka sebagai transportasi untuk ke rumah Pak Cokro.
Aluna sendiri sudah OTW diantar oleh papa Sabda dan mama, Bintang jelas tak ikut, ada kegiatan persiapan lomba ke provinsi. Arimbi sudah berpesan kepada pegawai toko siap-siap bikin jajanan nanti yang simple saja, kukusan dan gorengan begitu sesuai stok yang ada di freezer untuk menyambut kedatangan teman Aluna.
"Kayaknya kita gak pernah ke daerah sini deh, Ma. Papa tahu jalannya?" tanya Aluna yang melihat daerah selatan di kabupatennya, yang ternyata dataran tinggi juga. Katanya di sini banyak kebun duriannya, nanti Arimbi sudah berpesan pada sang suami untuk mampir ke kolak durian juga.
"Papa pas masih muda pernah ke sini," ucap Sabda sembari fokus menyupir.
"Iya kah? Sama siapa?" tanya Arimbi, sembari menatap sang suami. Bukannya saat SMA dulu, Sabda sudah pontang panting kerja, kapan ke sininya.
"Sendiri pernah, sama Radit juga pernah."
"Kalau mama?"
"Waktu LDKS kayaknya ke sini. Mbah Uti dan kakek juga sering ajak mama dan Om Dewa ke sini. Mampir ke kebun durian juga."
"Please deh, Ma. Nanti jangan beli durian. Baunya di mobil bikin muntah," protes Aluna yang memang tak begitu suka dengan durian. Hanya dirinya saja yang gak doyan. Kalau Bintang, ah anak itu sejak bayi kata mama gak ada yang ditolak kecuali tai. Makan mulu kata mama.
"Eh gak bisa, mumpung ke sini wajib beli."
"Pa, gak usah ya!" pinta Aluna merengek pada sang papa. Sabda melirik ke Arimbi. Dirinya bingung harus menuruti siapa. Masalahnya dia juga favorit sama durian dari daerah sini, manis tapi ada agak pahitnya gitu.
"Tetap beli dong, Mbak. Tapi jangan banyak ya, Ma!"
"Beres, gak sampai 50!"
"Astaghfirullah, mama. Ingat usia dong, masa' iya makan durian sebanyak itu."
"Haduh, kayak gak kenal mama aja, Lun!" Sabda melirik sang istri yang sedang menggulir ponselnya, pasti urusan perhitungan uang lah. "Gak mungkin dimakan semua, palingan dikupas kemudian dijadikan frozen buat dijual!" lanjut papa yang diacungi jempol oleh sang istri. Jadi di toko roti Arimbi ini tidak hanya menyediakan roti manis dan pastry saja, melainkan frozen food dan frozen buah juga. Lantai bawah ia pecah jadi 2, sekarang. Toko roti plus toko frozen food.
Kalau urusan duit, Aluna terpaksa mengalah. Sang mama di usia 40 tahunan begini semakin jago marketingnya. Ditambah support penuh dari sang papa, semakin banyak saja pembeli yang datang di toko roti beliau, Omah Saji. Mungkin karena keikhlasan beliau yang telah mengabdikan diri pada kedua anaknya, sehingga harus bersabar mewujudkan mimpi untuk membuat toko demi merawat kedua buah hatinya, sampai Aluna dan Bintang sibuk sekolah baru deh, mama Arimbi mulai membangun toko roti di samping rumah mbah Uti. Perlahan dan pasti berkembang hingga sekarang.
Rumah keluarga Pak Cokro pun terbilang luas, dengan parkiran yang lebar di kelilingi oleh hutan, dan Aluna makin takjub ternyata posisi parkiran ini di atas tebing. Pemerintah daerah memang mengkhususkan daerah ini sebagai daerah khusus pertanian dan perkebunan, agar tetap ada daerah yang masih rindang. Pemanasan global sudah sangat parah, maka perlu daerah yang bisa dijadikan paru-paru kabupaten ini.
Aluna dan kedua orang tuanya datang lebih dulu, Aluna dibantu Sabda mengeluarkan beberapa box kue yang sudah dipesan khusus untuk Pak Cokro di toko roti Arimbi. Begitu juga dengan bingkisan kenang-kenangan KKN yang memang Aluna handle. Mereka disambut sangat ramah oleh keluarga Pak Cokro.
Ternyata Pak Cokro sedang berada di calon kebun milik beliau, sehingga Aluna dan kedua orang tuanya dipersilahkan menuju ke kebun tersebut melewati jalan setapak dan di kelilingi pohon yang sangat rindang. Matahari juga masuk di celah pohon menambah kehangatan suasana di daerah ini.
Aluna berselfie dan mengirimkan ke grup KKN bahwa dirinya sudah sampai di rumah Pak Cokro, segala macam barang untuk beliau juga sudah diterima dan diletakkan di ruang tamu keluarga beliau. Ia juga mengabarkan sekarang berada di calon kebun milik Pak Cokro.
Bertemu dengan orang tua Aluna, Pak Cokro langsung memuji gadis itu. Beliau sangat senang dengan mahasiswi seperti Aluna ini. Sudah cantik, pintar, dan punya uang dari hasil kerja kerasnya sendiri. "Kalau saja saya punya anak cowok, mungkin sudah saya pinang, Pak Sabda!" ujar Pak Cokro kepada Sabda. Arimbi dan Sabda hanya tersenyum saja.
Sembari menunggu teman KKN datang, Pak Cokro bercerita kepada kedua orang tua Aluna terkait perkebunan ini. Ya tujuannya jelas, untuk memanfaatkan tanah warisan agar lebih produktif di masa pensiun Pak Cokro nanti.
"Berarti rekrut pekerja ya, Pak?" tanya Sabda sembari melihat luasnya kebun yang akan ditanami pisang cavendish, pepaya california dan juga Mangga alpukat ini.
"Iya, Pak. Tapi gak banyak, karena saya bekerja sama dengan alumni mahasiswa untuk bangun sistem pertanian modern. Pakai alat begitu, katanya setting waktu saja, jadi otomatis penyiraman dan pemupukan begitu."
"Wah hebat, Pak," ujar Sabda, karena memang dia sudah pernah tahu AI atau alat pertanian otomatis dari robot begini.
"Saya mengambil langkah ini juga bingung awalnya, Pak Sabda. Mau ngapain setelah pensiun nanti. Eh kok kepikiran berkebun saja. Apalagi tanah warisan begini luasnya. Ya sudah ambil peluang itu saja, daripada coba lain."
"Kerja samanya dengan alumni pertanian juga?" tanya Arimbi yang penasaran. Aluna hanya diam saja, mendadak terbesit nama Keenan saat Pak Cokro bilang alumni mahasiswanya.
"Bukan, Pak, Bu. Dari anak ekonomi. Aluna kenal kok," ucap beliau sembari menatap Aluna. Gadis itu tersenyum canggung saja saat mama dan papanya menatap dirinya.
"Dia itu latar belakangnya ekonomi, tapi berani buka usaha perkebunan pisang cavendish dan alpukat. Padahal masih sewa tanah kebunnya, tapi ya sudah beromzet ratusan juta."
Sabda dan Arimbi mendengar saja cerita beliau. Memang tujuannya bisnis, jadi harus berani take action meski punya latar belakang pendidikan ekonomi. Menambah skill pertanian sekarang juga sangat mudah, bisa lewat internet ataupun ikut pelatihan berbayar. Apalagi kondisi tanah yang sudah banyak dibangun gedung tinggi, tentu permintaan seperti buah dan sayur makin tinggi, karena tanah pertanian dan perkebunan berkurang. Arimbi mengangguk dengan wajah serius begitu, Aluna ingin tertawa saja.
"Pasti mama lagi memikirkan usaha selanjutnya apa," bisik Sabda pada sang putri. Keduanya pun menahan tawa menebak berisiknya rencana Arimbi.
dipertemukan disaat yg tepat...
balas, "calon suami kamu"...😂
kebanyakan yg diliat orang itu, pas enaknya aja...
mereka ngga tau aja pas lagi nyari2 Customer itu kaya apa.
kadang nawarin saudara atau teman, tapi mintanya harga "saudara" 🤭🤦🏻♀️
bener2 labil 🤦🏻♀️😂🤣🤣...