*** Menjadi pemuas nafsu suami sendiri tetapi mendapat bayaran yang sangat besar. Itulah yang keseharian dilakukan Jesica Lie dan suaminya yang bernama Gavin Alexander. Status pernikahan yang di sembunyikan oleh Gavin, membuat Gavin lebih mudah menaklukan hati wanita manapun yang dia mau sampai tak sadar, jika dirinya sudah menyakiti hati istrinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gustikhafida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Jesica mengangguk lalu pergi, dia menghentikan taksi.
Di sepanjang jalan, Jesica hanya terdiam dan melamun.
Drt … Drt ….
Jesica tersadar dari lamunannya saat mendengar ponselnya berdering.
"Tania." ucapnya setelah melihat nama si penelfon.
"Hallo Tania?"
"Astaga, Jesica! Kamu kemana saja selama ini, ha? Aku panik tahu! Berulang kali aku menelfonmu tapi—"
"Maaf, aku sedang sibuk." jawab Jesica.
"Sibuk? Sesibuk apakah kamu, ha? Aku ini sahabatmu tapi kamu pindah rumah saja aku tidak tahu!" terdengar nada kesal di sebrang sana.
"Aku lupa." jawab Jesica.
"Lupa? Kamu lupa sama sahabatmu ini, ha?"
"Bukan, aku lupa memberitahumu kalau aku pindah rumah." jawab Jesica. 'Aku ingin sekali cerita tentang pernikahanku kepadamu, Tania. Tapi aku tidak bisa. Aku takut Mas Gavin marah.' gumam Jesica dalam hati.
"Sekarang kamu tinggal dimana? Beritahu aku," ucap Tania di sebrang sana.
"Em, aku tidak bisa memberitahumu. Aku sedang dalam perjalanan ke rumah sakit untuk menjenguk ibu." jawab Jesica.
"Ya sudah, kamu tunggu di rumah sakit. Aku akan menyusulmu! Dan kita bisa tukar cerita disana. Tunggu aku!" ucap Tania lalu mematikan telfonnya.
Jesica menatap layar ponselnya sejenak lalu memasukkan ponselnya kedalam tas.
Setelah sampai di rumah sakit, Jesica berjalan menuju ruangan ibunya di rawat. Tetapi, tiba-tiba dia di kejutkan dengan sosok Gavin yang ada di sana.
"Mas Gavin?" ucap Jesica membuat Gavin menoleh kearahnya.
Jesica maju tiga langkah kearah suaminya. "Mas Gavin, sejak kapan kamu di sini?" tanyanya.
"Apa mereka masih ada di rumahku?" tanya Gavin dengan tatapan menatap ibu mertuanya yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit.
"Iya, Mas." jawab Jesica.
"Maaf, tapi apa Mas Gavin pergi karena ingin menjenguk ibuku?" tanya Jesica lirih.
Gavin menatap sekilas wanita di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan semua baik-baik saja. Jangan terlalu percaya diri!"
"Oh, baik, Mas. Terimakasih, sudah sangat perduli dengan ibuku, Mas." ucap Jesica menatap wajah suaminya dari samping. Senyum tipisnya mendandakan jika dirinya bahagia.
Gavin menyilangkan kedua tanganya di dada. "Aku sudah membayar semua pengobatan ibumu. Dan mulai malam ini, aku minta kamu angkat kaki dari rumahku. Kamu dan Blade tidak bisa tinggal satu atap."
Jesica menghela napasnya panjang, dia menatap ibunya yang terbaring di ranjang rumah sakit. "Iya, aku mengerti, Mas. Aku akan pergi dari rumahmu. Terimakasih selama ini, Mas Gavin sudah banyak membantuku." jawabnya, tak terasa matanya berkaca-kaca.
Gavin memutar tubuhnya menghadap sang istri. "Tapi ingat, kau masih istriku. Aku akan menghubungimu jika aku membutuhkanmu."
"Iya, Mas." jawab Jesica.
"Jesica!" teriak Tania yang baru saja datang.
Jesica cepat-cepat menghapus air matanya, dan Gavin, pria itu menggeser tubuhnya untuk menjaga jarak.
Jesica mengukir senyum manisnya saat melihat sahabatnya berlari memeluknya.
"Aku merindukanmu, Jes!" ucap Tania memeluk erat.
"Aku juga merindukanmu, Tania." jawab Jesica membalas pelukan sahabatnya.
"Eh, tapi kata Tante Raisa, kamu sudah menikah maka dari itu kamu pindah dari rumahmu." ucap Tania lalu melihat Gavin yang berdiri tak jauh darinya. "Dimana suami mu? Kenapa tidak mengundangku? Apa kamu lupa kalau aku sahabat terbaikmu? Padahal, aku mau menyanyi di pernikahanmu." ucap Tania panjang lebar.
Jesica melirik sekilas suaminya. "Maaf, acara pernikahanku sangat sederhana. Dan aku pikir, kamu masih di luar kota. Jadi, aku tidak mau merepotkanmu, Tania." jawabnya.
"Kebiasaan deh! Aku kan bisa pulang! Tapi, apa dia suamimu?" tanya Tania.
Jesica menggelengkan kepala. "Bukan. Suamiku sedang bekerja di luar kota. Dia majikanku yang sedang menjenguk ibuku."
"Oh, iya juga sih, pakaiannya saja seperti bos besar. Pasti dia majikanmu." jawab Tania lalu memberi hormat kepada Gavin.
"Maaf, Tuan. Dia sahabatku yang bernama Tania." ucap Jesica.
"Tuan, salam kenal." ujar Tania lalu menggandeng tangan Jesica. "Eh, Jesica, sekarang kamu tinggal dimana? Aku mau main, boleh? Aku rindu masa-masa menginap di rumahmu. Tapi suami mu kerja di luar kota. Itu artinya, kamu di rumah sendirian dong? Aku bisa sering-sering menginap di rumahmu, kan?"
"Apa? Menginap?" ucap Jesica kebingungan.
"Iya, lagian aku mau curhat tentang kehidupanku di luar kota." jawab Tania penuh harap.
Gavin mengangguk pelan saat istrinya menatapnya.
"Em, boleh." jawab Jesica dengan senyum manisnya.
"Kamu memang sahabat terbaiku, Jes!" Tania memeluk kembali Jesica.
Jesica membalas pelukan sembari menatap wajah suaminya.
"Okeh, aku mau jenguk ibumu dulu." ucap Tania melepas pelukannya.
"Maaf, Tania. Ibuku belum bisa di jenguk siapapun. Dia masih koma dan kita hanya bisa melihat dari luar ruangan." lirih Jesica.
"Ya Tuhan, yang sabar Jes. Aku yakin, ibumu pasti kuat!"
Jesica memeluk pinggang sahabatnya. Tangisnya pecah, dia benar-benar membutuhkan pelukan setelah menjalani hari-harinya yang terasa sangat berat ini.
"Hiks … hiks … aku kangen ibu, Tan." ucap Jesica.
"Yang sabar, Jes. Aku yakin, ibumu pasti sembuh." jawab Tania yang mengusap lembut punggung sahabatnya.
"Ekhem!" deheman Gavin membuat Jesica dan Tania menatapnya. "Saya harus pergi."
"Terimakasih, sudah menjenguk ibu saya, Tuan." ucap Jesica yang mendapat anggukan dari Gavin.
Gavin melangkahkan kakinya menuju pintu keluar rumah sakit.
Tania meminta sahabatnya untuk duduk di kursi depan ruangan.
"Maafkan aku, Jes. Seharusnya sebagai sahabat, aku ada disampingmu di saat kamu rapuh, tapi aku malah pergi mengejar karirku." ucap Tania merasa bersalah.
"Selama ini, hidupku sangat menderita, Tan. Tante Raisa menjualku ke tempat hiburan malam. Aku hancur, Tan! A-aku hancur! hiks … hiks …" Jesica menangis di pelukan sahabatnya.
"Apa! Berani sekali tante Raisa menjualmu. Kamu harus melaporkan masalah ini ke polisi. Tante Raisa harus di beri hukuman." geram Tania.
"Aku tidak terima, sahabatku di perlakukan kejam." ucapnya lagi.
"A-aku sudah ikhlas menerima semua ini, Tan."
"Tapi suamimu tahu masalah kamu di jual?" tanya Tania penasaran.
Jesica menghapus air matanya. "Iya, aku tidak tahu harus senang atau sedih, tapi dia yang menyelamatkanku dari dunia malam itu."
"Syukurlah."
"Tapi—" ucapan Jesica terhenti, dia mengingat kejadian pagi hari ini.
"Tapi apa?" tanya Tania penasaran.
'Sebaiknya, aku tidak perlu menceritakan semuanya ke Tania. Aku tidak mau Tania marah besar.' gumam Jesica dalam hati.
"Apa suami mu orang jahat? Atau suami mu—"
"Dia orang yang baik, tapi untuk mencukupi kebutuhan kita, aku dan dia harus bekerja dan terpaksa, aku harus berjauhan dengan suamiku." jawab Jesica.
"Haduh, Jesica! Aku pikir ada apa! Tapi menurutku tidak apa-apa. Yang penting, dia menyayangimu tulus." ucap Tania.
"Em, aku boleh tanya tidak?" tanya Tania lirih.
"Apa?" tanya balik Jesica.