Aira tak menyangka jika pernikahan harmonis yang ia bina kini hancur lebur, karna orang ketiga.
Dunianya hancur, hingga sebuah kecelakaan menimpanya dan membuat ia koma. setelah sadar, ia dihadapkan dengan seorang pria yang tiba-tiba saja menjadikannya seorang budak. hingga dimana Aira dijadikan bak seorang tawanan oleh pria misterius itu.
sementara disisi lain, Rayyan berusaha menjalani dendam yang diamanatkan padanya dari sang ayah. dendam yang begitu membuatnya berapai-api pada Aira.
akankah Rayyan berhasil menuntaskan dendamnya? atau malah rasa cinta timbul dihatinya untuk Aira?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annavita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9
Aira menatap datar Dimas dan Rania satu persatu. Tatapannya dingin dan menusuk, seolah mampu menembus jiwa mereka. Namun, Rania malah terlihat menegakkan kepalanya, menunjukkan rasa bangga dan kemenangan. Ia merasa akhirnya ia yang menang atas suami Aira. Ia merasa akhirnya ia berhasil merebut Dimas dari Aira.
Aira menghampiri Dimas dengan langkah cepat dan penuh amarah. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia mengangkat tangannya dan...
PLAK!
Ia menampar Dimas dengan sangat keras, membuat pipi Dimas memerah dan berdenyut. Tamparan itu begitu keras hingga membuat Rania seketika menjerit dan berusaha mengusap pipi Dimas. Lalu, ia menoleh dan menatap tajam pada Aira, yang juga tengah menatap tak kalah tajam padanya.
"Kau gila?!" teriak Rania, dengan nada histeris. Ia tidak menyangka Aira akan berani menampar Dimas di depannya. Ia merasa harga dirinya terluka.
Aira tak menyangka perempuan itu akan berkata seperti itu padanya. Aira begitu geram dan marah. Ia pun membalas perbuatan Rania dengan menamparnya juga dengan keras, sampai membuat bekas tamparan itu merah di pipinya. Ia ingin Rania merasakan sakit yang sama seperti yang ia rasakan.
"Cukup, Aira!" cegah Dimas, dengan nada membentak. Ia berusaha melindungi Rania dari amarah Aira. Ia tidak ingin Rania terluka.
Aira semakin histeris dan berapi-api melihat Dimas berusaha membela Rania. Ia merasa dikhianati dan direndahkan. Ia merasa seperti tidak ada artinya bagi Dimas.
Umpatan demi umpatan Aira keluarkan pada mereka. Ia melampiaskan semua amarah, kekecewaan, dan kesedihannya. Ia tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi. Ia hanya ingin meluapkan semua emosi yang selama ini ia pendam.
Sampai di mana setelah merasa tenang, Dimas berlutut di hadapan Aira dan memohon maaf padanya. Ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap wajah Aira.
"Aku tahu aku salah karena sudah mengkhianati pernikahan kita. Tapi kamu tahu sendiri, aku ingin keturunan, bukan hanya pernikahan yang diisi kita berdua. Aku ingin anak, dan kau tidak bisa memberikannya. Maaf, aku tidak bisa memilihmu, karena saat ini Rania sedang mengandung anakku," ucap Dimas, dengan nada lirih dan penuh penyesalan.
"Dan aku, saat ini aku menceraikan mu, Aira Nadira. Sekarang kau dan aku sudah bukan suami istri lagi," lanjut Dimas, dengan nada tegas dan tanpa ragu.
DUAR!
Bagaikan terhantam ribuan batu besar, tubuh Aira melemas. Ia terkulai dan terduduk di lantai. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia merasa seperti sedang berada di dalam mimpi buruk yang tidak kunjung berakhir.
Ia menangis dan terisak. Dadanya begitu sakit sampai suaranya tercekat di tenggorokan. Ia merasa seperti kehilangan segalanya, kehilangan cinta, kepercayaan, dan harapan.
Sementara Dimas memilih untuk pergi dari sana dengan menggandeng lengan Rania. Ia tidak ingin melihat Aira lebih lama lagi. Ia merasa bersalah dan tidak nyaman.
Rania menyeringai puas dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Ia merasa akhirnya ia berhasil merebut Dimas dan mendapatkan semua yang ia inginkan. Ia merasa seperti ratu yang berhak mendapatkan semua kemewahan dan kebahagiaan.
*
Sepanjang hari itu, Aira terperangkap dalam pusaran kesedihan yang tak berujung. Air mata terus mengalir, membasahi pipinya tanpa henti, seolah air mata itu adalah satu-satunya cara untuk meredakan rasa sakit yang menggerogoti hatinya. Rumah yang dulunya adalah tempat yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan, kini terasa seperti penjara yang dingin dan sunyi. Setiap sudut ruangan dipenuhi dengan kenangan tentang Dimas, kenangan yang kini terasa seperti pisau yang menusuk jantungnya berulang kali.
Beberapa foto pernikahan yang terpajang di dinding, yang dulunya menjadi simbol janji suci mereka, kini menjadi sasaran kemarahannya yang membara. Dengan tangan gemetar, Aira mencabut foto-foto itu dari dinding dan membantingnya ke lantai. Kaca-kaca itu pecah berkeping-keping, berserakan di lantai seperti pecahan hatinya sendiri. Aira terus memukuli foto-foto itu dengan brutal, melampiaskan semua amarah, kekecewaan, dan kesedihan yang selama ini ia pendam.
Setelah puas melampiaskan amarahnya, Aira terhuyung-huyung menuju sofa dan membaringkan tubuhnya di sana. Ia memejamkan matanya, mencoba melupakan semua yang telah terjadi. Namun, bayangan Dimas dan Rania terus menghantuinya, membuat air matanya kembali mengalir deras.
Bersambung...
guys baca juga ini seru buanget loh... apalagi mantan suami Aira, nanti sadar dan ngejer ngejer lagi tu mantan bini... hoho