Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9
Dua orang itu terjatuh, lantas berlari secepat kilat sebelum Jansen memberikan hukuman lebih lanjut. Jansen tampak siap mengejar, namun Lorenza dengan sigap menahannya. "Tidak perlu, mereka sudah lari jauh!" Lorena menarik nafas dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Tanpa disadari, tangannya telah bergerak memegang tangan Jansen.
"Eh, maafkan aku!" Wajah Lorenza memerah, sadar atas tatapan Jansen yang terpaku pada lengannya dimana tangan Lorenza melingkar erat.
"Tak apa," balas Jansen pelan, menunjuk penjual makanan yang baru saja mengantarkan pesanan mereka, "ayo makan dulu."
"Anak-anak muda, sebaiknya kalian pergi saja secepatnya setelah makan. Karena mereka
Pasti akan datang lagi dengan membawa lebih banyak orang!" Penjual Nasi Goreng berbicara dengan nada serius.
"Terima kasih, Paman." Jansen mengangguk, wajahnya nampak muram. Dia tahu bahwa orang-orang itu akan kembali dengan niat membalas dendam, dan pastilah setiap berandalan seperti mereka memiliki perkumpulan yang akan bergerak begitu saja saat anggota mereka terusik. Seperti menjatuhkan batu ke sarang lebah dan tiba-tiba seluruh koloni lebah menghujani mereka dengan sengatan-sengatan penuh amarah.
Jansen menikmati makan malamnya dengan tenang dan tidak terburu-buru, begitu pula dengan Lorenza. Gadis itu merasa seperti menemukan oasis di tengah gurun ketika bersama dengan Jansen. Suasana hatinya terasa hangat, nyaman, dan tenang. Lorenza tidak pernah menyangka bahwa sosok kutu buku berpenampilan sederhana dengan kacamata tebal akan membuatnya sebahagia ini. Siapa yang akan percaya jika dia menceritakannya pada orang lain?
Sementara itu, pikiran Jansen juga berkisar pada hal yang serupa. Ia tak menyangka bahwa gadis yang terkenal seperti peri es ini
Bisa berubah menjadi sosok yang ramah dan hangat ketika bersama dengannya. Bahkan seolah-olah Lorenza memiliki kepribadian ganda yang tersembunyi.
Setelah mereka selesai makan, Jansen segera membayar pesanan mereka berdua. Lorenza cukup tercengang dengan sikap Jansen tersebut, mengingat dia tahu betul kondisi keuangan lelaki ini. Tinggal di kontrakan dan bekerja paruh waktu sebagai kurir membuatnya tak pernah menyangka Jansen akan rela mengeluarkan uang untuk mengajaknya makan malam.
Namun, Lorenza tidak merasa keberatan. Baginya, nanti dia bisa mengganti kebaikan Jansen dengan cara lain. Ketika mereka berdua hendak meninggalkan Warung Makan, tiba-tiba saja muncullah sekumpulan orang yang membuat suasana menjadi kacau. Dengan sigap, Lorenza menarik tangan Jansen untuk segera menuju mobilnya, berharap bisa segera menjauh dari situasi yang tidak mereka inginkan.
Melihat dua orang yang masuk ke dalam sebuah Mobil BMW, membuat orang-orang di sekitarnya berhenti sejenak dan membatalkan niat untuk menyerang. Namun, dua orang yang sebelumnya berhasil mereka pukul tampaknya tidak mau menyerah begitu saja. Dengan amarah yang membara, mereka mendekati mobil sambil menggenggam kayu di tangan mereka, siap untuk melancarkan serangan kembali.
Jansen, yang menyaksikan kejadian itu dari dalam mobil, ingin segera keluar dan menghadapi mereka. Namun, Lorenza dengan sigap menahannya. "Jika ingin tetap hidup, tetap di dalam saja!" ujar Lorenza dengan nada khawatir.
Mendengar ucapan Lorenza, Jansen tersenyum simpul sambil melirik ke arahnya.
"Apa kamu mengkhawatirkan aku?" tanyanya dengan nada menggoda.
Wajah Lorenza seketika memerah, tapi dia tidak memberikan jawaban. Namun, tangannya tetap memegang erat lengan Jansen,
Memberikan isyarat agar dia tidak keluar dari mobil.
Jansen akhirnya mengalah dan memutuskan untuk tetap di dalam, menyadari bahwa Lorenza hanya ingin melindunginya dari bahaya yang mengintai.
"Keluar sana, keparat! Kalau nggak, mobil ini bakal kuhancurkan!" teriak lelaki di depan, pura-pura mengancam menghantam kaca mobil dengan sebatang kayu.
"Lorenza, cepat hubungi polisi! Sementara aku akan coba menenangkan mereka. Kita nggak bisa terus bersembunyi di sini. Kalo nggak, mobilmu rusak parah, dan siapa tahu apalagi yang mereka lakukan padamu!" kata Jansen dengan mantap. Dia segera mendorong pintu mobil dan berbicara tegas, "Kunci pintu rapat-rapat!"
Setelah pintu ditutup, Jansen melangkah penuh percaya diri ke arah lelaki yang mengancam. Namun, tiba-tiba saja, seorang lelaki lain melancarkan serangan dari belakang. Insting Jansen yang kuat membuatnya segera menyadari ancaman itu dan dengan sigap memutar tubuh,
Menghunus kaki.
Tendangan tersebut begitu cepat dan keras, dan "Brak!" Lelaki yang mencoba menyerang itu jatuh tersungkur. Serangan yang berusaha menyelinap berhasil digagalkan.
Jansen terus mendekati mereka yang mengancam Lorenza. Si pemarah sebelumnya tampak mundur pelan, terkejut oleh kelihaian Jansen. "Kak, dia ternyata seorang ahli!" ujar lelaki itu.
Hendro lantas melangkah maju, tersenyum sinis, dan berkata, "Anak muda, kau sudah bikin anak buahku babak belur nih. Siapkan dirimu!" Momen tegang kini semakin memuncak dan konflik semakin kentara.
"Aku adalah kepala preman di wilayah ini, berlututlah dan minta maaf sekarang juga! Kalau tidak, seluruh tubuhmu akan hancur lebur!" Ancam Hendro dengan tatapan penuh kebencian.
"Aku tidak peduli. Dia ingin menculik wanita yang bersamaku, apakah aku harus tinggal diam? Sebagai seorang laki-laki, aku
Tak akan mengecewakan harga diriku!" Balas Jansen, tak kenal takut.
"Bagus, sangat bagus! Kamu berani melawan? Rasakan sendiri akibat mempertahankan prinsipmu yang bodoh itu!" Hendro berang. Dia mengangkat tangan dan memberi isyarat kepada anak buahnya.
Tak berapa lama, belasan preman berkumpul mengelilingi Jansen yang tetap berdiri tegak. Di dalam mobil, Lorenza panik melihat kejadian di depan matanya. Tangisan terhenti di kerongkongannya saat menyaksikan ayunan tongkat yang menyiksa tubuh Jansen. Wajahnya pucat, matanya terbelalak, Lorenza tak bisa berbuat apa-apa selain menahan air mata yang semakin deras. Hatinya terasa tersayat saat berpikir bahwa Jansen mungkin akan mati sebelum polisi datang menyelamatkan mereka.
Bam! Bam! Bam! Bam! Satu demi satu, belasan orang itu terjatuh, patah kakinya. Jansen tak ragu sedikitpun dengan kekuatannya. Setelah semua, status dari sistem telah mencapai 70 poin. Sesuatu yang dianggap luar biasa di kalangan orang biasa.
Hendro terpana menyaksikan aksi luar biasa itu, ketakutan mendorongnya untuk perlahan-lahan menjauh. Namun Jansen bergerak secepat kilat mengejarnya, mengalahkan kecepatan pemuda yang kini berlari dalam ketakutan itu.
Beng! Dengan sekejap, tinju keras mendarat di wajah Hendro dan membuatnya terjungkal tak berkutik. Jeritan kesakitan seketika terdengar dari belasan orang yang mengerumuninya; mereka tak tahan menahan rasa sakit akibat kaki patah. Hanya dalam hitungan detik saja, Jansen telah mengalahkan mereka semua tanpa ampun.
Takjub, para saksi yang berada di pinggir
jalan tak dapat berkata-kata, menyaksikan pertarungan menggemparkan itu. Siapa sangka bahwa seorang diri dapat menaklukkan belasan lawan sekaligus. Jansen, yang menjadi sosok kuat yang selama ini disembunyikan dalam perasaan hampa, kini telah mempertaruhkan segalanya demi melindungi keadilan dan harga diri.
Lorenza juga terkejut.