Kematian Winarsih sungguh sangat tragis, siapa sebenarnya dalang di balik pembunuhan wanita itu?
Gas baca!
Jangan lupa follow Mak Othor, biar tak ketinggalan updatenya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKW Bab 9
Wati merasa heran dengan apa yang dikatakan oleh bi Tuti, wanita itu saat ini berperan seperti seorang ibunya. Ibu kandungnya, padahal Wati merasa baru pertama kalinya bertemu dengan wanita itu.
"Kok Bibi bisa tahu kalau saya sangat menyukai gorengan ubi? Padahal, ini adalah pertemuan pertama kita loh!"
Bi Tuti nampak gugup mendengar pertanyaan dari Wati, wanita itu beberapa kali mengusap tengkuk lehernya yang tiba-tiba saja terasa dingin.
"Ehm! Anu, maksud saya ini kesukaan orang kampung. Rata-rata orang kampung itu menyukai gorengan ubi, apalagi saat musim dengan seperti ini. Makanya sengaja saya menggoreng ubi ini Neng Wati."
"Oh, gitu. Iya, Bi. Saya akan makan," ujar Wati yang tau mengecewakan wanita itu karena sudah menyiapkan teh hangat dan juga gorengan ubi untuk dirinya.
Wati nampak menikmati gorengan ubi tersebut, sekali dia akan menyesap teh hangat yang dibuatkan oleh bi Tuti. Berbeda dengan bi Tuti, wanita itu menatap dalam ke arah Wati.
Namun, sesekali dia akan menolehkan wajahnya ke arah lain karena takut ketahuan. Wati sebenarnya merasa tidak nyaman, tetapi dia harus tetap berada di sana karena ditugaskan untuk menjaga Cantik.
"Bibi itu kenapa sih?" tanya Wati karena dirinya merasa seperti sedang diawasi oleh wanita itu.
"Nggak kenapa-kenapa," jawab Bi Tuti.
"Mending Bibi ngerjain yang lain aja, saya yang akan menjaga Neng Cantik. Jangan duduk dekat saya terus, saya tak akan mengambil barang berharga yang ada di rumah ini."
"Eh? Bukan begitu, tapi-- "
Wati merasa seperti orang yang dicurigai akan mencuri, karena bi Tuti terus saja berada di sampingnya. Bahkan, wanita itu seakan enggan untuk mengedipkan matanya. Tatapan mata wanita itu terus tertuju kepada dirinya.
"Saya gak ada bakat maling, Bibi kerjain aja kerjaan Bibi yang belum rapi. Kalau Neng Cantik nangis, terus saya tidak bisa mendiamkannya, saya akan memanggil Bibi."
"Ah, iya." Bi Tuti akhirnya pergi dari sana, sedangkan Wati memakan ubi goreng sambil menatap kepergian wanita itu.
"Wanita itu aneh banget, sebenarnya bagaimana tanggapannya terhadap aku? Kenapa menatapku seperti itu? Seperti ada sesuatu, tapi aku tidak tahu apa."
Wati mengedikkan kedua bahunya, setelah itu dia asik kembali memakan gorengan ubi. Sedangkan Bagas kini sudah sampai di mushola, pria itu sudah bersama dengan pak ustadz.
"Apa ada apa Nak Bagas menemui saya?"
"Saya mau curhat sama Pak Ustadz, atau lebih tepatnya ingin mencari solusi."
"Nyari solusi kok sama saya? Salat yang rajin, ibadah yang rajin. Minta sama Allah, dekatkan diri sama Allah. Agar apa yang kamu minta itu bisa segera kamu dapat, saya hanya manusia biasa."
Bagas menganggukan kepalanya tanda paham, selama ini dia memang kurang dekat kepada Tuhan. Padahal, Tuhan begitu baik kepada dirinya karena memberikan limpahan kekayaan.
Tuhan begitu baik kepada dirinya karena sudah memberikan istri yang begitu sempurna seperti Winarsih, wanita itu selain cantik, baik, pengertian, perhatian, Winarsih juga merupakan wanita yang taat kepada agama.
Wanita itu sering mengingatkan dirinya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, karena Bagas memang jarang melakukan ibadah. Mungkin inilah alasannya kenapa Tuhan mencabut nikmatnya memiliki istri seperti Winarsih, karena dia selalu lupa untuk bersyukur dan melakukan hal yang baik.
"Saya paham, mulai saat ini saya akan mencoba untuk beribadah dengan rajin. Namun, Pak Ustadz pasti tahu dengan apa yang terjadi pada rumah tangga saya. Saya hanya ingin bertanya mengenai kematian istri saya yang begitu tragis, sebenarnya istri saya itu dibunuh oleh siapa? Karena kalau oleh manusia biasa rasanya itu sangat tidak mungkin," ujar Bagas.
Pak ustadz tentunya sempat melihat jenazah Winarsih, jenazah Wanita itu benar-benar sangat mengenaskan. Namun, dia bisa merasakan kalau yang membunuh Winarsih adalah manusia, tetapi manusia itu bersekutu dengan setan.
"Kamu harus lebih dekat lagi kepada Tuhan, ibadahnya harus lebih rajin lagi. Saya tak tahu siapa pelaku pembunuhan istri kamu, tapi yang saya rasakan energi buruk itu ada di rumah kamu sendiri."
"Maksudnya?"
"Ada yang cemburu dengan kamu dan juga Winarsih, manusia itu berusaha untuk menyingkirkan Winarsih dengan cara memuja setan. Energi negatif itu saya rasakan ada di rumah kamu sendiri, entah siapa yang menyimpannya."
"Di rumah saya? Waduh, kalau begitu bisa bahaya. Saya takut kalau anak saya akan kenapa-kenapa," ujar Bagas.
"Makanya kamu harus lebih dekat dengan Tuhan, kalau bisa kamu juga harus merapikan rumah kamu. Jangan sampai ada benda aneh yang nantinya akan membuat energi negatif semakin kuat," saran Pak Ustadz.
"Oke, terima kasih atas sarannya. Besok kebetulan hari Jum'at, saya akan meminta orang-orang yang bekerja di toko untuk membersihkan rumah saya."
Setiap hari Jum'at Bagas akan meliburkan toko sembakonya, hal itu berlaku karena Winarsih yang membuat aturan. Wanita itu berkata agar suaminya bisa melaksanakan salat Jumat, selain itu, suaminya itu bisa beristirahat dan menikmati momen kebersamaan dengan istrinya tersebut.
"Ingat! Yang bisa menyelesaikan masalah ini hanya kamu sendiri, tentunya dengan menebalkan iman kamu. Jangan sampai menjadi manusia yang lalai, apalagi tidak beribadah sama sekali."
"Siap, Pak Ustadz."
Setelah berbicara dengan pak ustadz, Bagas sempat terdiam di depan mushola. Dia memikirkan apa yang dikatakan oleh pemuka agama itu, setelah cukup lama, Bagas memutuskan untuk memperbaiki dirinya.
Dia tidak mau kejadian buruk akan kembali menimpa dirinya, apalagi sampai menimpa putri cantiknya. Sungguh dia tak akan rela, cukup dengan kehilangan Winarsih, dia tidak ingin kehilangan lagi.
Setelah cukup lama berpikir, Bagas memutuskan untuk pulang. Saat dia tiba di ruang keluarga, dia melihat Wati yang sudah tertidur lelap bersama dengan putri cantiknya.
"Dia sampai ketiduran, mungkin karena aku terlalu lama menemui pak ustadz." Bagas menolehkan wajahnya ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Mau membangunkan wanita itu tetapi kasihan, akhirnya Bagas mengambil selimut. Lalu, pria itu menyelimuti tubuh Wati dan memutuskan untuk tidur di atas sofa. Dia tak mau meninggalkan putri cantiknya.
"Owa! Owa!"
Terdengar suara tangisan bayi, Wati yang tidur di samping bayi itu langsung bangun dengan cepat. Dia mengelus-elus dada bayi itu dengan penuh kasih sayang, selalu saja rasa iba muncul ketika melihat bayi yang ditinggal meninggal oleh ibunya tersebut.
"Cup! Cup! Cup! Haus ya, Sayang. Bi Wati buatkan susu ya, kamu jangan nangis. Nanti tenggorokannya sakit," ujar Wati.
Cantik seakan paham dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu, Cantik langsung diam, sedangkan Wati membuatkan susu formula untuk anak itu. Setelah selesai, Wati memangku Cantik dan memberikan susunya dengan penuh kehati-hatian.
"Semoga kamu menjadi anak yang sholehah, walaupun ibu kamu sudah tiada, tetapi Bibi berharap kalau kamu nanti besarnya menjadi wanita yang luar biasa."
Bagas sebenarnya sudah bangun dari tadi, tetapi dia diam saja karena ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh Wati. Bagas merasa senang karena ternyata Wati begitu perhatian terhadap putrinya.
'Wati sangat baik, apa aku pekerjakan saja dia sebagai pengasuh putriku?' tanya Bagas dalam hati.
wis kapok mu kapan bjo gaib mu wis modyarrr
hadiahnua bisa diambil dirumah kk othor ya...😂😂😂
Bu Tuti syok berat ini.. udah beli segala macam perlengkapan pemujaan lagi.. /Facepalm//Facepalm/
secara suami gaib nya musnah tp apakh nnti akan menuntut blas yg lebih kejam lagi ga yaaa /Smug//Smug//Smug//Smug/
trus kalau bi Tuti pulang nanti bagaimana ya....
Bagas kok masih bisa menahan emosinya saat melihat bi Tuti... keren banget kamu bagas
setanya marah yaaa tp.klo marah masa iya g bisa sih dinlwan dgn doa
minta sm yg esa gtu 🤔
dan si tuti dpt karmanya
undg pak uztad ngajiin biar keluar tuhh mahkluk gaib biar aman rumah
Halah... paling geh nanti Bagas juga suka sendiri sama Wati. 🤭