"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9
Tubuh Melody gemetar saat matanya yang berkaca-kaca menatap Arman dengan tatapan yang menusuk. "Kak, kenapa harus begini?" suaranya terguncang, seakan tercekat oleh emosi yang membanjirinya. Arman, yang semula terpaku, sekarang menundukkan kepala, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab. Mulutnya bergerak-gerak, namun tak satu kata pun keluar.
Dalam keheningan yang semakin memekakkan itu, Arman akhirnya mendongak, matanya bertemu dengan tatapan Melody yang penuh dengan kekecewaan. "Mel, aku..." suaranya terputus, dia terlihat berjuang dengan dirinya sendiri. Melody, dengan langkah gontai, mendekat ke arah Arman, tangannya gemetar menarik lengan kemeja Arman.
"Jawab aku, Kak! Apa yang sedang kamu lakukan dengan dia? Apa maksud mu tadi ha! Kau ingin menjual kakak ku dengan pria seperti itu, apa semua kebaikan mu selama ini hanya omong kosong belaka?" desakan Melody semakin keras, setiap kata dipenuhi oleh rasa sakit yang mendalam. Arman, terlihat pucat, menghela napas berat seolah beban di pundaknya menjadi dua kali lipat.
"Mel, aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf," Arman akhirnya memecah keheningan dengan suara yang serak, tangannya mencoba meraih tangan Melody yang masih memegang lengan bajunya. Melody, dengan air mata yang kini mengalir deras, menarik tangan Arman menjauh.
"Tidak, Kak. Aku tidak bisa... aku tidak bisa mempercayaimu lagi," kata Melody, suaranya terbata-bata, dia berbalik dan berlari meninggalkan Arman yang terdiam, kehilangan kata-kata. Arman hanya bisa menatap punggung Melody yang menjauh, rasa penyesalan memenuhi setiap sudut hatinya.
"Aku harus bertemu dengan kak Maudy. Ya, aku harus memberi tau semuanya, " Ucap Melody dengan langkah tergesa-gesa
"Sialan! Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan, bagaimana jika dia mengatakan semuanya pada Maudy, ah tidak tidak. Itu tidak boleh terjadi, aku harus menemui Maudy sekarang juga. " Arman pergi meninggalkan Restoran itu dengan jantung yang berdebar.
Langkahnya begitu cepat, agar ia bisa lebih cepat menemui Maudy sebelum Melody.
***
"Dimana kak Maudy bu? Apa dia sudah pulang? " Tanya Melody begitu sampai di rumah kedua orang tuanya
"Ada nak, kakakmu baru saja pulang, ada apa? Kenapa datang kesini dengan tergesa-gesa seperti itu? "
"Ibu, aku tidak punya waktu untuk menjelaskan nya. Aku harus bertemu dengan kak Maudy terlebih dahulu. " Salamah tidak lagi berkata karena Melody sudah lebih dulu pergi dari hadapannya.
Tok!
Tok!
Tok!
Ceklek!
"Kau! Apa yang kau lakukan disini. " Ucap Maudy dengan ketus
"Kita harus bicara, " Melody menerobos masuk kekamar Maudy dan duduk di tepi ranjang empuk milik kakaknya itu, "apa yang kau lakukan dikamar ku! Kenapa kau main masuk begitu saja,"
Melody menatap Maudy dengan mata berkaca-kaca. Dengan suara gemetar, ia mulai bercerita, "kak Maudy, aku baru mengetahui sesuatu yang mengerikan tentang Arman." Jari-jarinya yang dingin bergetar saat memegang teleponnya.
Ia menunjukkan pesan yang telah ia screenshot dari aplikasi online di mana Arman, dengan tanpa rasa bersalah, menawarkan untuk menjual Maudy kepada orang lain. "Lihat ini, dia bahkan tidak mencoba menyembunyikannya. Dia terang-terangan memasangmu di aplikasi jual beli online," ucap Melody dengan nada suara yang meninggi, penuh dengan rasa takut dan kemarahan.
Maudy yang mendengar hal itu merasa tubuhnya lemas. Wajahnya pucat, seakan darah mengalir keluar dari wajahnya. "Ini tidak mungkin...," bisiknya lirih, berusaha mencerna informasi yang baru saja diterimanya.
Melody menutup teleponnya, menarik napas dalam-dalam. "Kita harus melaporkan ini, kak Maudy. Kita tidak bisa membiarkan Arman melakukan ini terhadapmu. Ini ilegal dan keterlaluan!" tekad Melody terlihat jelas dalam sorot matanya yang tajam.
Maudy menggeleng lemah, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa. "Tidak! Jangan menuduh Arman dengan berita murahan yang kau bawa ini, Melody. Arman tidak mungkin melakukan hal se keji itu." Suara Maudy bergetar, menahan emosi yang hampir memuncak.
"Aku percaya pada Arman, dia kekasihku. Aku tau bagaimana sifatnya. Jangan membuat fitnah seperti ini, " Lanjutnya lagi
Maudy yakin jika apa yang ditunjukan oleh Melody barusan hanyalah sebuah editan. Arman mana mungkin melakukan itu, ia tau jika Arman begitu menyayanginya sepenuh hati.
"Ini bukan fitnah dan juga editan kak. Ini benar benar nyata, waktu di mall tadi aku tidak sengaja bertemu dengan nya bersama seorang pria. Aku tak sengaja mendengar semua obrolan nya. Aku memeriksa aplikasi ini dan menemukan fotomu kak, "ucap Melody terus berbicara
" Aplikasi, aplikasi, aplikasi. Dari tadi kau terus saja membahas aplikasi. Baiklah, aku akan mencoba mendownload aplikasi yang kau maksud itu, aku akan melihatnya sendiri. Jika apa yang kau katakan itu benar, maka aku akan percaya sepenuhnya denganmu. Tapi, jika apa yang kau bicarakan tidak terbukti. Jangan harap aku mau berbicara denganmu lagi. "Ancam Maudy membuat Melody mengangguk cepat..
" Aku setuju, bahwa apa yang aku katakan ini adalah sebuah fakta, "ucapnya
Maudy tak menjawab, ia saat ini fokus pada ponsel miliknya. Setelah beberapa saat aplikasi pun sudah berhasil di install dan ia dengan segera mencari situs yang terdapat foto dirinya.
" Bagaimana kak? "Tanya Melody penasaran
Maudy mendongak menatap Melody dengan pandangan datar. Tangannya terangkat dan menampar wajah Melody membuat adiknya itu tertoleh " Ke-kenapa kakak menampar ku? "Ucap Melody tidak percaya
Untuk pertama kalinya dalam seumur hidupnya, Maudy menampar nya. Melody benar benar syok dengan semua ini. " Kau bertanya? Kau bertanya kenapa aku menampar mu. Tentu saja dengan berita palsu yang kau buat ini! "Maudy berteriak melemparkan ponsel miliknya tepat di hadapan Melody
" Maksud kakak? "Tanya Melody tidak paham, namun maudy tetap diam saja. Melody yang penasaran dengan segera mengambil ponsel milik Maudy dan melihatnya
Matanya terbelalak setelah melihat itu semua, " Tapi kak. Bagaimana mungkin? Aku baru saja melihat nya di ponselku dan itulah kenapa aku bisa memiliki Skrenshoot nya. " Maudy masih diam seribu bahasa
Dengan cepat ia memeriksa ponselnya dan dengan segera mencari. Namun hasilnya sama, tetap tidak ada sedikit pun jejak yang tertinggal di aplikasi itu
"Kak, aku. "
"Jangan berbicara lagi! Keluar dari kamarku sekarang juga! " Usirnya pada Melody
Melody menggeleng. "Tidak kak, tapi tadi aku benar benar. "
"Keluar! Apa kau tidak mengerti bahasa yang aku katakan! " Teriak maudy dan mendorong kasar adiknya hingga Melody terjatuh ke lantai
Brak!
Maudy menutup pintu dengan kasar membuat Melody terkejut. Ia bangkit dari duduknya dan menatap nanar pintu bercat putih itu dengan mata yang sudah berkaca kaca. Ia berjalan gontai meninggalkan kamar itu. Pikirannya berkecamuk, bagaimana mungkin semua buktinya tidak ada? Padahal sudah terlihat dengan jelas apa yang tadi ia lihat. Melody mengabaikan pipinya yang perih akibat tamparan yang biasa dapat kan beberapa saat yang lalu.
Salamah yang melihat kondisi putri nya yang terlihat tidak baik baik saja mendekati. "Nak ada apa? Kenapa kau menangis? Lalu kenapa dengan pipimu itu, " Melody menatap ibunya sejenak lalu tersenyum
"Aku tidak apa apa bu, aku izin pulang dulu. Salam untuk ayah nanti ketika dia sudah pulang. "
"Tapi nak, "
"Ibu aku tidak apa apa, sungguh. " Setelah nya Melody langsung pergi begitu saja menjauh dari kediaman orang tuanya.
"Bagaimana bisa ini semua terjadi. Aku harus mencari tau segalanya. Aku tidak akan membiarkan dia menjual kakakku. " Gumamnya sambil terus berjalan menuju mobilnya berada
Sementara itu dari kejauhan Arman tersenyum puas melihat kondisi Melody yang terlihat tidak baik baik saja. "Aku tidak bodoh, Melody. Mungkin kau lebih dulu tiba di rumah mu. Tapi aku sudah lebih dulu menghapus nya. " Ucap Arman tersenyum penuh kemenangan