Yujin hanya ingin keluarga utuh dengan suami yang tidak selingkuh dengan iparnya sendiri.
Jisung hanya ingin mempertahankan putrinya dan melepas istri yang tega berkhianat dengan kakak kandungnya sendiri.
Yumin hanya ingin melindungi mama dan adiknya dari luka yang ditorehkan oleh sang papa dan tante.
Yewon hanya ingin menjalani kehidupan kecil tanpa harus dibayangi pengkhianatan mamanya dengan sang paman.
______
Ketika keluarga besar Kim dihancurkan oleh nafsu semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca Lavender, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Sakit
Rasanya tubuhnya bukan miliknya lagi. Sudah seminggu ini, Yujin hidup seperti mesin. Bangun, masak, mengantar Sunghan ke sekolah, pura-pura tertawa, pura-pura tegar. Kadang, ia lupa kalau dirinya sedang hamil. Bukan karena ia tak ingin mengingat, tapi karena terlalu sakit untuk mengingat ada satu kehidupan di dalamnya yang harus ia lindungi, sementara jiwanya sendiri perlahan hancur.
Sore itu, ia terbangun dengan rasa sesak di dada. Perutnya terasa berat dan tegang. Ia duduk di pinggir ranjang sambil memijat pelipis sambil mencoba menenangkan napas. Tapi pandangan matanya buram. Dan seperti biasa, sang suami tidak tidur di sampingnya. Ia berjalan perlahan ke dapur untuk membuat teh jahe, lalu berhenti sejenak di depan kaca dapur.
Wajahnya tirus. Bibirnya pecah-pecah. Sorot matanya kosong.
Tiba-tiba ia mendengar langkah di belakang. Refleks tubuhnya menegang.
“Yujin,” suara Jihoon.
“Apa?” ketus Yujin.
“Kita harus bicara.”
Yujin tidak menjawab. Ia Hanya mengambil gelas dan menyeduh jahe dengan tangan yang bergetar. Jihoon melangkah mendekat.
“Aku tahu semuanya salah. Tapi tolong, jangan menghindar terus. Kita harus menyelesaikan ini,” ucap Jihoon dengan nada memohon.
“Selesaikan?” Yujin menoleh dengan tatapan tajam, “kamu pikir semua ini bisa diselesaikan dengan duduk dan bicara? Sementara kamu tidur dengan iparku? Sementara kamu membuat anak-anak kita kehilangan kepercayaan?”
“Aku sudah berbuat salah,” Jihoon mencoba mendekat, “tapi perasaanku ke Hana juga bukan hal yang bisa dihindari.”
Kalimat itu membuat kepala Yujin seperti dihantam batu.
“Pergi, Jihoon,” suara Yujin gemetar, “pergi dari sini. Dari hadapanku. Dari rumahku.”
Tapi belum sempat Jihoon pergi, Yujin mendadak menekuk tubuhnya dan berpegangan ke meja. Perutnya seperti ditusuk dari dalam. Nyeri. Panas. Basah.
“Yujin … maafkan aku … aku—”
Ucapan Jihoon terhenti ketika Yujin mendesis dengan wajah kesakitan.
Darah.
Darah mengalir pelan di kaki Yujin.
...----------------...
Sumin segera mengemasi tasnya ketika bel pulang sekolah berbunyi. Beberapa waktu terakhir, ia selalu berusaha pulang lebih cepat untuk menjaga Yujin yang sedang hamil besar. Ia bahkan mengabaikan ajakan teman-temannya untuk bermain basket sepulang sekolah. Memangnya, siapa yang akan menjaga Yujin jika bukan dirinya? Papanya yang tidak berguna itu selalu pulang malam.
“Sumin, kau mau mampir ke café dulu bersamaku?”
Sumin menoleh dan mendapati Minho yang mengajaknya bicara. Teman sekelas sekaligus ketua kelas itu sejak lama suka padanya dan selalu berusaha mendekatinya. Sumin sudah mulai jatuh hati dan ingin membalas perasaan Minho, tapi urusan keluarganya membuat Sumin tidak bisa mengurus masalah asmaranya terlebih dahulu.
“Lain kali, Minho. Aku harus segera pulang,” ucap Sumin yang langsung berlari keluar kelas.
Ingin sekali Sumin mengiyakan ajakan Minho. Kenapa saat ia ingin memulai kisah cinta masa remajanya, ia harus dihadapkan dengan kenyataan pahit? Ia harus mengesampingkan perasaannya sendiri demi menjaga keluarganya.
Seragam sekolahnya sudah kusut karena dibuat belajar selama berjam-jam, lalu berdesakan di bus. Saat hendak memasuki rumah, tiba-tiba ada suara yang mengejutkannya.
“Aaaakkk!!”
Jeritan Yujin yang terdengar dari dalam rumah membuat Sumin tersentak. Matanya melotot membayangkan hal buruk terjadi. Ia pun langsung berlari masuk ke dalam rumah.
“Mama?!”
Sumin menemukan Yujin yang lemas dan kesakitan di dalam rengkuhan Jihoon, Ia langsung mendekat. Matanya menatap kaki Yujin yang berlumuran darah. Ia langsung menoleh ke arah Jihoon yang berdiri sambil memegangi tubuh Yujin.
“Apa yang kamu lakukan pada mamaku?!” teriak Sumin. Wajahnya merah. Suaranya bergetar karena marah dan takut.
Jihoon tidak mempedulikan teriakan putrinya, “kita harus bawa mamamu ke rumah sakit sekarang!”
Sumin tidak punya pilihan lain selain menurut dan menyiapkan semua keperluan Yujin. Ia pun segera membantu Jihoon untuk membawa Yujin ke dalam mobil sebelum mengambil kartu identitas mamanya di kamar.
Sunghan menangis histeris saat melihat semua darah.
“Kenapa mama berdarah?! Kak Sumin, kenapa?!”
“Sunghan, kita harus ke rumah sakit!” Sumin segera menggendong adiknya dan menyusul kedua orang tuanya di dalam mobil.
...🥀🥀🥀🥀🥀...