"Rahasia di Antara Kita" mengisahkan tentang seorang suami yang merasa bahagia dengan pernikahannya, namun kedatangan sahabat masa kecilnya yang masih memiliki ikatan emosional kuat membuat situasi menjadi rumit. Sahabat masa kecilnya itu mulai mendekatinya dengan cara yang tidak biasa, membuat suami tersebut merasa tidak nyaman. Sementara itu, istrinya yang selalu menuntut uang dan perhatian membuatnya merasa terjebak dalam pernikahannya. Bagaimana suami tersebut akan menghadapi situasi ini? Dan apa yang akan terjadi jika rahasia sahabat masa kecilnya dan perasaannya terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Aku sengaja mematikan suara telepon agar tidak mengganggu kenyamanan aku dan Lidya. Tidak ingin ada gangguan apa pun yang bisa memecahkan kehangatan momen ini.
Ketika Lidya kembali dengan sarapan, aku merasa lega dan bahagia. Kami berdua kemudian menikmati sarapan bersama dan berbicara tentang rencana kami untuk hari itu.
Setelah sarapan, kami memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kota lagi. Aku merasa bahwa hari itu sangat indah dan aku ingin menghabiskan waktu bersama Lidya sebanyak mungkin.
Ketika kami berjalan, aku menerima pesan dari Sarah yang bertanya tentang keberadaan aku. Memutuskan untuk tidak membalas pesan itu dan membiarkan Lidya yang tidak tahu apa-apa tentang situasi ini.
Aku tidak ingin membicarakan tentang Sarah atau masalah lain yang bisa mengganggu keharmonisan kami. Aku hanya ingin menikmati waktu bersama Lidya dan tidak ingin memikirkan hal lain.
Menikmati waktu bersama, berjalan-jalan di sekitar kota, dan menikmati pemandangan yang indah. Kami berdua merasa nyaman dan bahagia bersama, tanpa perlu banyak kata-kata.
Menyadari bahwa aku merasa sangat dekat dengan Lidya, seperti ada ikatan yang kuat antara kami. Lidya juga terlihat bahagia dan nyaman di sampingku, dan aku merasa bahwa kami berdua memiliki koneksi yang spesial.
Tiba-tiba, Lidya memegang tangan ini dan menarik aku ke arahnya. Sedikit terkejut, namun aku juga merasa nyaman dengan sentuhan itu. Kami berdua kemudian berjalan beriringan, dengan tangan yang terkatup.
Teleponku berdering lagi, dan aku melihat nama Sarah di layar. Lidya juga melihatnya, dan aku bisa merasakan sedikit ketegangan di udara. "Siapa itu?" Lidya bertanya dengan nada yang santai, tapi aku bisa merasakan sedikit rasa ingin tahu di baliknya.
Aku merasa sedikit canggung dan menjawab, "Hanya teman lama, aku akan hubungi dia nanti." Lidya mengangguk, melihat sedikit kerutan di dahinya, aku tahu aku perlu menjelaskan situasi ini kepadanya. Tapi aku tidak tahu cara yang tepat.
Aku dan Lidya terus berjalan-jalan di sekitar kota, menikmati pemandangan dan suasana yang indah. Kami berdua merasa nyaman dan bahagia bersama, tanpa perlu banyak kata-kata. Lidya menggandeng tanganku, dan aku merasa seperti ada aliran listrik yang mengalir melalui tubuhku.
Tiba-tiba, Lidya berhenti di depan sebuah toko kecil yang menjual souvenir. "Aku ingin membeli sesuatu sebagai kenang-kenangan," katanya dengan senyum manis, mata coklatnya berbinar-binar. Aku mengangguk dan mengikuti Lidya masuk ke dalam toko.
Di dalam toko, Lidya memilih-milih souvenir yang unik dan menarik. Aku memperhatikan dia dengan senyum, merasa bahagia melihat dia begitu menikmati diri. Lidya mengambil sebuah gantungan kunci yang cantik dan memegangnya di depan wajahku. "Bagaimana? Apakah aku harus membelinya?" tanyanya dengan nada yang menggoda.
Aku merasa sedikit terhibur dan mengangguk. "Ya, belilah. Aku suka," kataku dengan senyum. Lidya tersenyum dan membelinya. Ketika dia memberikannya kepadaku, aku merasa terharu dan mengucapkan terima kasih kepada Lidya. Kami berdua kemudian meninggalkan toko dan melanjutkan perjalanan kami, dengan tangan yang masih terkatup.
Saat itu, aku tidak menyadari bahwa Sarah masih mencoba menghubungi aku. Tapi aku yakin bahwa aku ingin fokus pada momen ini, pada kebahagiaan yang aku rasakan ketika bersama Lidya. Aku ingin menikmati setiap detik bersama dia, tanpa gangguan apa pun.
Aku mengantarkan Lidya pulang ke rumahnya, dan kami berdua merasa sedikit sedih karena harus berpisah. Kami berdiri di depan pintu rumahnya, dan aku memandang mata coklatnya yang indah.
"Terima kasih untuk hari ini," kataku dengan senyum. Lidya tersenyum kembali dan memelukku erat. "Aku juga senang," katanya dengan suara yang lembut.
Aku memeluknya kembali, merasa bahagia dan nyaman dengan pelukan itu. Kami berdua berdiri di sana untuk beberapa saat, menikmati kehangatan dan kebersamaan.
Ketika kami berpisah, aku merasa sedikit kosong di dalam hati. Tapi aku tahu bahwa aku akan bertemu Lidya lagi, dan itu membuatku merasa lebih baik.
"Aku akan meneleponmu nanti," kataku dengan senyum. Lidya mengangguk dan tersenyum kembali. "Aku tunggu," katanya.
Aku memandanginya masuk ke dalam rumahnya, dan kemudian aku berbalik untuk pulang. Saat itu, aku tidak menyadari bahwa Sarah masih menunggu aku untuk membalas panggilan dan pesan-pesannya. Tapi aku yakin bahwa aku akan menghadapi itu nanti, setelah aku memiliki waktu untuk memikirkan tentang apa yang aku inginkan.
Aku membuka pintu rumah dan masuk ke dalam, merasa lelah tapi bahagia setelah mengantarkan Lidya pulang. Tapi, suasana hati aku langsung berubah ketika aku melihat Sarah berdiri di ruang tamu dengan tatapan marah di wajahnya.
"Sarah, apa yang terjadi?" tanyaku dengan nada yang santai, tapi aku bisa merasakan sedikit ketegangan di udara.
"Kamu tidak membalas panggilan dan pesan-pesan aku," katanya dengan suara yang keras dan marah. "Apa yang kamu lakukan? Kamu tidak peduli dengan aku lagi?"
Aku merasa sedikit terkejut dengan reaksi Sarah yang begitu kuat. Aku tidak menyangka bahwa dia akan marah seperti itu. "Sarah, aku... aku tidak bermaksud untuk mengabaikan kamu," kataku dengan nada yang lembut. "Aku hanya sibuk dengan Lidya hari ini."
Sarah memandangku dengan tatapan yang tidak percaya. "Lidya? Siapa itu? Kamu lebih peduli dengan dia daripada aku?" tanyanya dengan suara yang penuh dengan kecemburuan.
Aku merasa sedikit terjebak dalam situasi ini. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk menjelaskan kepada Sarah tentang perasaan aku terhadap Lidya. Aku hanya tahu bahwa aku harus berhati-hati dalam menghadapi situasi ini.
Aku mencoba menjelaskan kepada Sarah dengan nada yang santai, "Sarah, Lidya adalah orang yang sangat membantu dalam perusahaan aku. Dia memiliki ide-ide yang brilian dan kerja kerasnya membuat perusahaan berkembang pesat. Aku sangat berterima kasih kepadanya karena telah membantu aku mencapai kesuksesan."
Sarah memandangku dengan tatapan yang masih marah, tapi aku bisa melihat sedikit perubahan dalam ekspresinya. "Jadi, kamu berterima kasih kepadanya?" tanyanya dengan nada yang sedikit lebih lembut.
Aku mengangguk. "Ya, aku sangat berterima kasih. Dan kamu juga akan senang karena penghasilan aku akan bertambah dan kamu akan menikmati uang yang selalu kamu inginkan." Aku mencoba untuk meyakinkan Sarah bahwa Lidya tidak akan menjadi ancaman bagi hubungan kami.
Tapi, Sarah masih terlihat tidak yakin. "Aku tidak tahu, aku merasa seperti kamu lebih peduli dengan dia daripada aku," katanya dengan suara yang lembut.
Aku merasa sedikit kesal karena Sarah tidak percaya kepada aku. "Sarah, aku mencintaimu, bukan Lidya. Lidya hanya rekan kerja aku," kataku dengan nada yang tegas. "Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu untuk orang lain."
Sarah memandangku dengan tatapan yang dalam, seperti mencoba membaca pikiranku. Aku berharap bahwa dia akan percaya kepada aku dan tidak akan ada kesalahpahaman lagi di antara kami.