Sebuah bakti kepada orang tua, mengharuskan perempuan berumur 27 tahun menikah dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya yang selama ini ia anggap sebagai adik. Qila yanh terbiasa hidup mandiri, harus menjalani pernikahan dengan Zayyan yang masih duduk di bangku SMA. “Aku akan membuktikan, kalau aku mampu menjadi imam!” Zayyan Arshad Qila meragukannya karena merasa ia lebih dewasa dibandingkan dengan Zayyan yang masih kekanakan. Apakah pernikahan mereka akan baik-baik saja? Bagaimana keduanya menghadapi perbedaan satu sama lain? Haloo semuanya.. jumpa lagi dengan author. Semoga kalian suka dengan karya baru ini.. Selamat membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyukai Qila
“La, ayo makan siang!” ajak Joko, manajer bagian mekanik.
“Maaf, Pak. Saya sudah makan.”
“Sudah makan?” Qila mengangguk.
“Maaf saya harus kembali ke ruangan. Masih banyak pekerjaan yang belum selesai.” Qila membungkuk dan meninggalkan Joko.
“Semakin kamu sulit didapatkan, semakin menarik.” Gumam Joko dengan seringai.
Setelah hari itu, hampir setiap hari Joko mengajak Qila makan siang bersama. Sayangnya, Qila yang sudah membawa bekal buatan Zayyan selalu menolak ajakannya. Hal tersebut tentu membuat Joko kesal.
“Kenapa susah sekali mengajaknya makan?” gumam Joko.
“Siapa yang susah diajak makan, Pak?” tanya Muhadi.
“Qila.” Jujur Joko.
Di Perusahaan, persaingan cinta sudah biasa terjadi. Maka dengan Joko jujur, ia menyatakan persaingan secara terbuka dengan Muhadi yang juga menyukai Qila.
“Dia sudah mau menikah, Pak.”
“Baru mau, belum resmi!”
“Tapi Qila bukanlah type perempuan gampangan, Pak.”
“Perempuan yang bekerja di industri kita, bisa dipastikan 50% persen pencapaian mereka adalah hasil serong. Memangnya bisa apa perempuan tanpa latar belakang?”
“Bapak menyukai Qila, tetapi kenapa merendahkannya?” tanya Muhadi merasa tidak terima.
Ia sudah memperhatikan Qila selama ini. Mengapa ia bisa menyukai Qila juga karena sifatnya yang berbeda dengan perempuan kebanyakan yang selama ini ia temui di industrinya.
“Apa urusannya denganmu? Kamu juga menyukainya.”
“Saya memang menyukainya, tetapi saya tahu Batasan. Saya tidak akan mengganggu Qila kalau dia sudah mau menikah.”
“Dasar laki-laki pengecut!” ejek Joko yang pergi begitu saja.
Muhadi merasa kesal dengan ucapan Joko, tapi ia bisa apa? Menghajar Joko juga hanya akan merugikannya. Ia hanya bisa mengabaikannya.
Sementara itu, Qila yang tidak tahu apa-apa tentang persaingan yang terjadi sedang membalas pesan Zayyan.
Zayyan: Mau makan apa malam ini? Aku akan mampir belanja sepulang sekolah.
Istri Imutku: Kamu masak untuk kamu saja. Ada acara di mess karyawan, aku akan pulang terlambat.
Zayyan: Kenapa mendadak sekali?
Istri Imutku: Acara perpisahan karyawan mutasi. Aku juga baru tahu pagi ini di safety breafing.
Zayyan: Apa perlu aku susul?
Istri Imutku: Acaranya hanya khusus karyawan, kalau sudah selesai aku akan mengabarimu.
Zayyan: Baiklah!
Qila menghembuskan nafas dalam. Ia tidak menyukai acara berkumpul seperti ini. Selain karena membosankan, tidak banyak perempuan berpartisipasi karena di perusahaan hanya ada 4 karyawan perempuan dengan 150 karyawan laki-laki.
Tetapi ia tidak bisa absen karena acara tersebut diwajibkan oleh bagian HRD. Bahkan yang mendapatkan shift malam hari ini, secara khusus diberikan dispensasi untuk terlambat bekerja demi berpartisipasi dalam acara.
Tepat pukul 4 sore, bus yang biasa membawa karyawan pulang memasuki halaman mess karyawan. Qila turun lebih dulu diikuti Tika, Ica dan Irni.
Mereka berempat mengambil duduk dalam satu meja agar tidak berbaur dengan karyawan laki-laki. Acara dimulai sekitar setengah jam kemudian.
Dimulai dengan sambutan hingga kata-kata perpisahan dari beberapa anggota yang dikirim ke Daerah Selatan dan Daerah Barat. Baru setelah itu, mereka menikmati makan malam bersama.
Qila yang pertama kali mengikuti acara yang diselenggarakan oleh Perusahaan, merasa makanan yang dihidangkan dalam prasmanan berbeda dengan yang biasa dinikmati untuk makan siang.
“Kenapa makanan acara malam ini lebih enak dibandingkan yang biasa kita makan?” tanya Qila.
“Kamu anak baru. Kamu tidak tahu, kalau ada acara seperti ini bos-bos akan memesan catering lain. Alasannya, bosan dengan masakan katering.” Jawab Irni.
“Iya. Nikmati saja! Mumpung makanannya enak dan kuenya berkelas!” sahut Ica.
Qila mengangguk dan melanjutkan makannya. Memang benar, apa yang dikatakan Ica. Snack box yang ia terima lebih berkelas karena tidak hanya kue-kue seperti brownies dan donat. Minuman di dalam box bukanlah air mineral, melainkan kopi instan dari salah satu café di sebuah minimarket yang biasa Qila datangi.
Dari sini Qila paham, jika bos-bos di atas tidak menyukai katering makan siang mereka saat ini. Jika tidak suka, mengapa taken contract? Sudah pasti jawabannya ada permainan. Jika tidak, mungkin mereka tidak akan merasa kenyang hanya mengandalkan gaji.
Setelah menyadarinya, Qila tidak lagi ambil pusing. Mau jadi apa Perusahaan di tangan mereka, ia tidak peduli. Baginya, cukup bekerja sesuai dengan pekerjaannya dan mendapatkan gaji beserta tunjangan yang menjadi haknya.
Zayyan: Apa belum selesai?
Istri Imutku: Apaka mu sudah sampai?
Zayyan: Ya. Aku di pos sekuriti.
Istri Imutku: Sebentar lagi aku keluar.
Selang beberapa waktu, Qila berjalan menghampiri Zayyan yang duduk di motornya. Setelah memakai helm, Zayyan melajukan motornya membawa Qila pulang.
Pemandangan tersebut terlihat oleh Joko yang kebetulan mengikuti Qila. Ia berniat menawarkan tumpangan, tetapi Qila sudah ada yang menjemput. Joko meninju udara di hadapannya karena lagi-lagi usahanya gagal.
Sesampainya di rumah, Qila segera mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Setelah selesai mandi, ia mengeluarkan snack box dari tasnya dan menyerahkannya kepada Zayyan.
“Terima kasih. Tapi kenapa tidak diminum sendiri?” tanya Zayyan yang tahu kalau Qila suka minum kopi.
“Aku tidak suka karena campuran hazelnut.”
“Kuenya, bagaimana?”
“Kamu makan saja. Aku sudah kenyang.”
“Ya sudah. Ayo sholat dulu!” Qila mengangguk.
Keduanya melaksanakan sholat isya’ berjamaah. Setelah selesai, Zayyan menahan tangan Qila yang baru saja selesai mencium punggung tangannya.
“Kenapa?” tanya Qila.
“Apa tidak ada hadiah untukku?”
“Hadiah?” Zayyan mengangguk.
“Hari ini ulang tahunku.”
“Astagfirullah… Maaf, aku lupa.”
“Tidak masalah.”
“Kamu mau hadiah apa?”
“Benar aku boleh memintanya?”
“Asalkan aku bisa, aku akan memberikannya.”
“Kalau begitu, aku minta kamu buka hijabmu saat hanya ada kita berdua.”
Deg!
Qila terlalu nyaman dengan sikap Zayyan yang menghormatinya, sampai ia lupa jika selama ini ia belum membuka hijabnya di hadapan suaminya. Ia mengangguk tanda setuju.
“Boleh aku buka?” Qila mengangguk.
Zayyan membuka mukena Qila perlahan. Mukena yang telah tertanggal memperlihatkan rambut Qila yang terurai. Rambut tebal berwarna hitam dan sedikit ikal dengan Panjang setulang belikat, membuat Zayyan menelan ludah.
Ia tidak pernah membayangkan jika Qila sangat cantik tanpa hijabnya. Beruntung kecantikan ini hanya ia yang bisa melihatnya.
“Apa aku boleh meminta satu lagi?” tanya Zayyan sambil merapikan anak rambut Qila.
“Apa?”
“Bolehkah…” kalimat Zayyan menggantung karena terdengar bunyi dering ponsel Qila.
Qila berdiri dan mengambil ponselnya yang masih di dalam tas. Nama sang ayah tertera di sana, Qila segera menggeser ikon menjawab.
“Assalamu’alaikum, Yah.”
“Wa’alaikumsalam, apa Ayah ganggu?”
“Tidak, Yah. Kenapa?”
“Ayah hanya mau tanya kabar kalian. Bagaimana rasanya tinggal di kontrakan?”
“Semuanya baik, Yah. Zayyan menjadi koki Qila sekarang.”
“Kamu ini! Mana bisa membiarkan Zayyan yang memasak.”
“Saya tidak keberatan, Yah.” Zayyan masuk dalam panggilan video.
“Ajari Qila memasak, Nak. Biarkan dia memasak untuk suaminya.”
“Tidak apa-apa, Yah. Zayyan senang kalau Qila bisa bawa bekal masakan saya.”
“Qila bawa bekal?” Zayyan mengangguk.
“Tumben? Apa makanan di sana tidak enak?”
“Iya, Yah. Qila jadi sering makan di luar kalau makan siang.”
“Baguslah kalau ada Zayyan yang memasak untuk Qila, Ayah bisa tenang.”
Obrolan didominasi sang ayah dan Zayyan, sehingga Qila izin untuk ke kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Zayyan sudah menunggunya di kamar.
“Mau langsung tidur?” Qila mengangguk.
Sebelum tidur, Qila mengaplikasikan cream malam di wajahnya dan kembali cuci tangan sebelum menyusul Zayyan.
“Permintaanku yang satu lagi belum dikabulkan.” Kata Zayyan saat Qila masuk ke dalam selimut.
“Apa permintaan keduanya?”
Bukannya menjawab, Zayyan menunjuk pipinya dengan jari telunjuk. Qila yang tidak mengerti kembali bertanya apa permintaannya, membuat Zayyan tersenyum.
“Perempuan dewasa yang polos.” Batin Zayyan.
“Aku mau ciuman.” Bisik Zayyan yang segera membuat Qila tersipu.
Tidak mendapatkan jawaban, Zayyan mengira jika Qila setuju. Ia mulai mengikis jarak di antara mereka dengan menarik tubuh Qila. Perlahan tapi pasti, Zayyan mendekatkan bibirnya ke bibir Qila.
Cup!
Zayyan mengecup bibir Qila sekilas dan menarik diri untuk melihat reaksi istrinya. Saat melihat istrinya terkejut, ia tidak bisa menahan senyumannya. Tetapi saat akan mengulanginya, Qila melepaskan diri dan bersembunyi di dalam selimut.
“Untuk sekarang aku akan melepaskanmu.” Batin Zayyan yang kemudian memeluk tubuh Qila dan memejamkan mata.