pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tidak menyerang tetapi mematikan
Di dalam kamar penginapan yang dialokasikan oleh akademi, Thanzi meringkuk di sudut, tubuhnya gemetar. Ia menahan isak tangis yang ingin meledak. Pertemuan dengan Marquess Aerion dan Lady Elara tadi malam telah menguras seluruh ketenangannya. Bagaimanapun juga, ingatan Thanzi yang asli tentang kedua orang tua itu masih sangat kuat, menyisakan jejak rasa sayang yang tak pernah terbalas. Namun, kebencian atas pengabaian dan hinaan juga tak kalah membara. Konflik emosi itu adalah badai di dalam dadanya.
Thanzi yang sekarang tahu ia tidak bisa membiarkan emosi itu menguasai dirinya. Jika ia ingin bertahan dan mengubah takdir, ia harus stabil. Dengan susah payah, ia mencoba menenangkan diri dan pikirannya. Ia duduk bersila di lantai, memejamkan mata, dan mencoba menarik napas perlahan, lalu menghembuskannya. Saat ia melakukan itu, sebuah energi aneh, terasa sangat asing namun sekaligus nyaman, mulai menjalar di seluruh tubuhnya. Itu seperti denyutan lembut yang menyelimuti setiap sel, menghapus sisa-sisa amarah dan kegelisahan. Thanzi tidak tahu apa energi itu, tapi ia merasakan kedamaian yang mendalam. Ia terus melakukan itu, duduk bersila, memejamkan mata, menarik napas perlahan dan menghembuskannya, seolah ia sedang melakukan meditasi yang belum pernah ia pelajari. Waktu berlalu tanpa terasa.
Ketika fajar menyingsing, Thanzi membuka matanya. Ia merasa segar, jauh lebih segar dari sebelumnya. Tubuhnya terasa ringan, energinya berbeda, lebih jernih dan kuat dari hari-hari kemarin. Sensasi aneh itu masih ada, seperti selimut tak terlihat yang melingkupinya.
Thanzi segera bersiap-siap. Ia mengenakan pakaian barunya yang sederhana dan rapi. Saat keluar dari asrama, ia melihat kerumunan keluarga bangsawan yang sudah berkumpul di halaman. Pagi itu, lapangan penginapan dipenuhi kereta kuda mewah dan para bangsawan yang berpakaian megah, mengantar putra-putri mereka ke ujian terakhir. Mereka semua adalah anak-anak keluarga bangsawan, kecuali Thanzi, yang "mantan" anak keluarga bangsawan.
Tatapan tajam, bisikan-bisikan mencemooh, dan tatapan jijik menyambutnya. Thanzi, bagaimanapun, tidak peduli. Ia sudah terbiasa. Dengan langkah mantap, ia melewati kerumunan itu, kepalanya tegak. Ia tidak punya waktu untuk drama mereka. Perutnya sudah mulai berbunyi, dan ujian terakhir akan segera dimulai.
Ia menuju ruang makan. Di sana, hanya ada Thanzi. Ini memberinya kesempatan untuk makan dengan tenang. Orang yang menjaga makanan, seorang pelayan dengan wajah masam, bersikap kurang ramah kepadanya, tapi Thanzi mengabaikannya. Ia makan sarapan paginya dengan tenang, menikmati setiap suapan, mengumpulkan energi untuk ujian yang akan datang.
Tepat setelah ia selesai makan, sebuah pengumuman keras terdengar di seluruh penginapan. "Perhatian kepada seluruh peserta ujian terakhir! Segera menuju Lapangan Ujian Utama! Ujian akan segera dimulai!"
Thanzi segera bergegas. Sesampainya di lapangan, ia melihat bahwa tempat itu sudah dipenuhi ribuan orang. Sebuah arena bertarung yang megah telah terbentuk di tengah lapangan, dikelilingi oleh tribun-tribun yang dipenuhi para penonton, termasuk orang tua siswa dan peserta yang tidak lulus. Suara gemuruh penonton yang bersemangat memenuhi udara.
Dengan segera, para penonton duduk di tempatnya masing-masing. Peserta ujian terakhir, sekitar 400 orang, duduk di tepi arena, jantung mereka berdebar cemas. Thanzi mencari tempat duduk. Ia menemukan sebuah kursi kosong di sebelah seorang anak bangsawan perempuan yang berambut cokelat dan bermata abu-abu. Gadis itu duduk diam di samping orang tuanya, dan yang mengejutkan, mereka tidak menunjukkan rasa tidak suka atau jijik kepadanya. Tidak ada tatapan menghakimi. Ini membuat Thanzi sedikit nyaman duduk di sana.
Seorang pemandu acara muncul di tengah arena, diiringi oleh para profesor yang akan menilai pertandingan. Para profesor segera duduk di kursi khusus mereka yang menghadap arena. Setelah kata sambutan singkat, pertandingan pun dimulai.
Pertarungan pertama adalah antara Pangeran Lyra melawan seorang anak Duke lainnya, Lord Kaelan, yang hampir sama kuatnya dengan Elian. Pertarungan itu sengit. Pangeran Lyra mengeluarkan kemampuan terhebatnya, sihir cahaya yang memukau dan kuat, melancarkan serangan bertubi-tubi yang membuat Lord Kaelan kewalahan. Meskipun Kaelan menunjukkan keterampilan pedang yang luar biasa, ia didominasi oleh Pangeran. Pada akhirnya, pertarungan dimenangkan oleh Pangeran Lyra dengan serangan cahaya terakhir yang telak. Para penonton bersorak histeris.
Dilanjutkan dengan pertarungan antara Elian melawan seorang anak Earl bernama Gio, seorang penyihir jarak jauh yang sangat gesit dengan bakat sihir angin yang tak kalah kuat dari Michael. Pertarungan mereka juga begitu sengit, Elian harus mengerahkan seluruh kecepatannya untuk menghindari serangan angin Gio yang menusuk. Namun, dengan kecerdasan taktis dan kekuatan fisik yang mumpuni, Elian berhasil mendekati Gio dan, dengan tebasan pedang terakhir yang presisi, ia memenangkan pertarungan. Sorakan kembali meledak.
Kemudian, giliran Michael. Ia melawan seorang anak Marquess lainnya, seorang gadis yang memiliki bakat sihir bumi. Namun, Michael dengan mudah memenangkan pertarungan tersebut. Dengan sihir anginnya yang kuat, ia menciptakan pusaran yang membuat musuhnya tidak bisa bergerak, lalu menghempaskannya keluar arena tanpa perlawanan. Michael tersenyum ceria, dan orang tuanya bertepuk tangan dengan bangga.
Akhirnya, nama Thanzi dipanggil.
"Selanjutnya, Thanzi melawan Lord Alaric!"
Alaric adalah seorang remaja laki-laki berpenampilan feminin, dengan rambut panjang tergerai dan gerak-gerik yang anggun. Namun, di balik senyumannya yang manis, Thanzi bisa merasakan aura licik dan perhitungan yang tajam. Ia tahu Alaric memiliki bakat sihir ilusi dan manipulasi, dikombinasikan dengan kelincikan yang menakutkan. Itu adalah gabungan yang sangat berbahaya, terutama jika Alaric berniat menggunakan trik kotor.
Alaric melangkah ke arena dengan senyum tipis, matanya melirik ke arah Marquess Aerion, seolah mencari instruksi. Thanzi juga menyadari tatapan itu. Sepertinya orang tuaku masih mencoba menjebakku, bahkan di ujian terakhir, pikir Thanzi, rahangnya mengeras.
"Selamat bertemu, Thanzi," sapa Alaric dengan suara lembut, namun ada nada mengejek di dalamnya. "Kudengar kau suka bermain kotor. Mari kita lihat seberapa kotor yang bisa kau lakukan tanpa bakat apa pun."
Thanzi tidak menjawab. Ia hanya melangkah maju, tatapannya tenang. Ia tahu ia tidak bisa bertarung secara fisik melawan seorang penyihir ilusi yang licik. Ia tidak punya bakat sihir ofensif. Tapi ia punya otaknya, dan ia punya sesuatu yang lain.
Pertandingan dimulai. Alaric langsung melancarkan ilusi. Bayangan-bayangan muncul, mencoba mengelilingi Thanzi, membuatnya bingung. Alaric bergerak gesit, melontarkan mantra-mantra sihir ilusi kecil yang mencoba mengacaukan pandangan dan pendengaran Thanzi. Ia juga melemparkan beberapa bola energi sihir yang tidak terlalu kuat, hanya untuk memaksa Thanzi bergerak.
Thanzi yang asli mungkin sudah panik dan menyerah. Tapi Thanzi yang sekarang tidak. Ia mulai melakukan gerakan-gerakan aneh. Ia melompat ke samping, lalu berputar, lalu melangkah ke depan dengan cara yang tidak biasa, seolah ia menari mengikuti irama yang tak terlihat. Orang-orang di tribun mengernyitkan dahi.
"Apa yang dia lakukan? Dasar bodoh!" ejek seseorang.
"Dia hanya mempermalukan dirinya sendiri!"
Marquess Aerion dan Lady Elara menyeringai sinis. Mereka mengira Thanzi sudah gila dan akan kalah dengan cara yang memalukan.
Namun, tanpa sepengetahuan siapapun, Thanzi tidak hanya melakukan gerakan aneh. Ia juga bersenandung pelan, melodi yang sama yang ia gunakan saat menghadapi Grungle di hutan. Melodi itu nyaris tak terdengar oleh telinga manusia biasa, namun, dengan setiap nada, sebuah gelombang tak terlihat, lembut namun kuat, menyebar dari tubuh Thanzi. Gelombang itu adalah energi penenang yang unik miliknya, yang membuat makhluk-makhluk kasar seperti Grungle ketakutan.
Alaric, yang terlalu fokus pada ilusi dan gerakannya yang gesit, tidak menyadari energi ini. Ia sibuk mengelilingi Thanzi, melemparkan mantra-mantra. Namun, perlahan, ia mulai merasakan keanehan. Otot-ototnya sedikit menegang, fokusnya sedikit goyah. Ia tidak tahu mengapa, tapi ia merasa sedikit... tidak nyaman. Dan gelombang itu terus menyebar.
Thanzi membiarkan Alaric terus bergerak, terus melancarkan serangannya. Ia mengamati, menunggu momen yang tepat. Ia tahu Alaric memiliki ego yang besar dan akan selalu mencoba menampilkan sihirnya dengan gaya yang mencolok.
Alaric, yang merasa Thanzi tidak terpengaruh, mulai frustrasi. Ia memutuskan untuk melancarkan serangan pamungkasnya, sebuah ilusi yang lebih kompleks dan mematikan, yang biasanya akan membuat lawan lumpuh ketakutan. Ia memanggil bayangan monster besar yang menyeramkan, dan di saat yang sama, ia menyiapkan mantra sihir yang akan menghantam Thanzi dengan ledakan energi yang cukup untuk melumpuhkannya.
"Mati kau, Thanzi!" teriak Alaric, senyum kemenangan terukir di wajahnya.
Namun, ia telah terlambat. Gelombang energi penenang Thanzi telah menyelimutinya sepenuhnya, dan Alaric, yang memiliki kepekaan sihir tinggi, secara tidak sadar terpengaruh olehnya. Fokusnya goyah. Koordinasinya meleset.
Thanzi melihat itu. Ia melakukan gerakan yang sangat sederhana. Ia hanya melangkah ke samping, menghindar dengan presisi mili detik dari serangan ledakan sihir Alaric yang seharusnya mengenainya. Namun, karena fokus Alaric yang goyah, karena energi Thanzi yang membuatnya sedikit tidak nyaman, ledakan sihir itu tidak meleset.
Melainkan, ledakan sihir itu, yang seharusnya mengenai Thanzi, justru melesat terlalu jauh ke samping dan mengenai lengan Alaric sendiri yang sedang terentang kuat untuk melemparkan mantra!
DUAR!
Suara ledakan kecil, diikuti oleh jeritan kesakitan yang melengking dari Alaric. Ia terlempar ke belakang, jatuh menghantam tanah. Lengannya, yang terkena ledakan sihirnya sendiri, terlihat patah dengan posisi yang aneh, dan darah mulai merembes.
"ALARIC!" Kedua orang tua Alaric berteriak panik dari tribun, wajah mereka pucat pasi.
Thanzi hanya berdiri di sana, menatap Alaric yang kesakitan. Sebuah senyum sinis yang lebar dan tanpa belas kasihan terukir di wajahnya. Ia tidak melukai Alaric secara langsung. Ia hanya melakukan gerakan yang tidak melukai siapapun. Ini adalah kesalahan Alaric sendiri, karena ketidakmampuan Alaric mengendalikan sihirnya di bawah pengaruh Thanzi yang tidak terlihat.
"Tentu saja," gumam Thanzi, suaranya pelan dan mengancam, cukup untuk didengar para profesor dan Alaric yang mengerang. "Aku tidak bertindak apa-apa. Aku hanya melakukan gerakan yang tidak melukai siapapun. Jadi, jangan salahkan aku kalau senjatamu sendiri yang menghilangkan lenganmu, Alaric. Lagian, kau saja hampir membuatku kehilangan nyawa dengan seranganmu yang membabi buta tadi, kan?"
Semua orang yang menonton menatap Thanzi dengan ekspresi ngeri. Bagaimana seorang yang tidak melakukan serangan apapun, yang hanya melakukan gerakan-gerakan aneh, bisa membuat lawan yang berbakat dan kuat melukai dirinya sendiri? Ini bukan keberuntungan. Ini adalah sesuatu yang lebih gelap dan lebih licik.
Marquess Aerion dan Lady Elara, yang awalnya menyeringai, kini membeku di tempat duduk mereka. Wajah mereka menunjukkan ketakutan yang jelas. Mereka tidak mengenali anak ini. Senyuman khas seorang villain, seorang penjahat manipulatif, sangat kuat terlihat dari Thanzi saat itu.
Ia akan menunjukkan kepada semua orang bagaimana tampaknya seorang penjahat sejati di dunia ini. Bukan penjahat bodoh yang mudah dikalahkan, melainkan penjahat yang licik, cerdas, dan tidak segan-segan menggunakan segala cara untuk bertahan hidup dan mencapai tujuannya.