Ini adalah kisah Guru Spiritual dan Seorang Duyung yang mencoba menerobos perbudakan melalui segala macam kesulitan dan bahaya. akhirnya menjadi sebuah keluarga dan bergandengan tangan untuk melindungi rakyat jelata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fii Cholby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 09
.
.
.
"Ayahanda, melatih duyung adalah hal yang besar. Mengapa ayahanda membiarkan Jesly memprovokasi di depan banyak orang?"
"Kamu dan Jesly adalah asistenku yang paling kompeten. Tidak perduli siapapun yang menang nanti. Maka, itu akan menjadi kemenangan bagi Kerajaan Vielstead. Apa kamu takut?"
"Aku akan melakukan yang terbaik untuk memenangkan kompetisi ini, untuk menghapus rasa malu dari masalalu." Ucap Tuan Muda Alaric tanpa ekspresi.
"Bagus! Kalau begitu bekerja keras lah untuk mengalahkannya."
"Baik."
"Alaric, hadiah apa yang ingin kamu minta pada Peri jika kamu menang? Apa permintaanmu tidak ada di Kerajaan Vielstead sehingga meminta hadiah dari Peri?" Tanya Yang Mulia Raja Heinrich karena merasa bingung dengan permintaan putranya.
"Tidak! Aku hanya berpikir, banyak hal telah berubah. Lebih baik meminta hadiah sebagai kompensasi pertandingan. Mungkin hal itu akan berguna bagi Kerajaan Vielstead suatu hari nanti."
Yang Mulia Heinrich mengangguk mengerti. "Baiklah. Kalau begitu, bekerja keras lah."
"Aku pergi!" Setelah memberi hormat, Tuan Muda Alaric melangkah pergi.
"Tuan Muda menginginkan sesuatu!" Tebak Tzeitel setelah cukup mendengar pembicaraan antara seorang ayah dan anak.
"Dia sudah semakin dewasa. Bagus jika dia punya rencana."
"Kalau begitu, bagaimana caranya berurusan dengan Jesly?"
"Dia ingin mengambil keuntungan dari Peri. Dia tetap si kecil yang cerdik, sungguh malang."
Gua Refleksi
Suara duyung sangat keras hingga terdengar sampai luar. Duyung terus saja memberontak. "Aaaarrrgggg.... Aaaarrrgggg..." Teriaknya keras saat Tuan Muda, Sisy dan dua prajurit datang menemuinya.
"Duyung dari laut timur, siluman roh kuno yang langka. Anda bisa di anggap sebagai yang terbaik diantara makhluk siluman lainnya. Tapi anda jangan berharap akan ada yang menyelamatkan anda. Peri telah menekan segel pada tubuh anda, sehingga klan anda tidak bisa mendeteksi keberadaan anda. Yang bisa anda lakukan hanyalah menyerah dan menyesal, sehingga anda tidak akan terlalu menderita."
Pria duyung mengerti dengan bahasa manusia. Ia menatap tajam semua orang. Bagaimana juga ia tidak akan pernah menyerah begitu saja.
"Sisy,"
Sisy mengangguk. Ia menggunakan spiritual petir miliknya untuk menyiksa fisik duyung. Duyung menahan rasa sakit yang amat luar biasa di sekujur tubuhnya. "Aaarrrrggghhh...." Teriaknya keras meluapkan rasa sakit, emosi, amarah yang memuncak.
"Duyung ini sangat liar. Dengan menggunakan petir ini, maka bisa menghilangkan semangatnya." Ucap Sisy.
"Jangan sampai dia mati."
"Baik."
Sedangkan di sisi lain, Jesly masih tidur dan belum bergerak untuk melatih duyung. Hal ini membuat Lily kesal. "Jesly, Jesly, sudah waktunya untuk melatih duyung hari ini. Kenapa kamu masih bisa tidur di jam segini? Ayoo bangun, dan bacalah buku untuk mendapatkan inspirasi melatih duyung." Lily berjalan dengan kesal menuju kamar Jesly.
"Aku sudah membaca buku sepanjang malam, hanya ada beberapa kalimat saja yang berguna. Duyung yang tinggal di laut timur menyukai kebersihan, setia, penyayang dan pandai mengendalikan air. Dan sisanya hanya bagaimana cara menggunakan sisik ikan dan pasta ikan sebagai obat. Jika ini berguna, apa yang harus kulakukan sebagai guru spiritual?" Jelas Jesly dengan mata masih terpejam. Sesaat ia membuka matanya menatap Lily.
"Tapi.."
"Tidak ada tapi-tapi. Aku rasa, Alaric sudah di gua refleksi untuk melatih duyung. Saat dia selesai, aku akan menggunakan caraku sendiri untuk melatih duyung." Jesly menatap lurus ke atas.
"Lalu, bagaimana jika Alaric sungguh mengalahkan duyung itu dan bisa membuatnya bicara?"
"Jika dia sungguh bisa membuat duyung bicara dengan cara seperti itu , Peri tidak mungkin mengirim duyung kemari. Hukuman di Kerajaan Langit Celesterra lebih berat di bandingkan dengan Kerajaan Vielstead."
Panglima Juan berlari memasuki kediaman Jesly. "Jesly, Jesly, astaga! Bisa-bisanya kalian masih ada waktu untuk bergosip di sini. Tuan Muda sudah menyiksa duyung." Ucap Panglima Juan kesal melihat temannya masih bisa santai dan bergosip.
Lily membelalak. "Jesly, kamu luar biasa!" Pujinya.
Jesly beranjak duduk, menghela nafas.
Sedangkan duyung sudah terkapar lemah akibat sambaran petir yang berkali-kali mengenai tubuhnya.
"Duyung ini sangat keras kepala. Dia tidak berniat untuk minta ampun." Ucap Sisy dengan nada sedikit kesal.
"Menentang atau keras kepala? Dia tidak bisa mengubah nasibnya. Dia hanya bisa lebih menderita lagi."
"Tuan Muda, saya merasa khawatir. Jesly masih belum muncul. Tidak tau apa yang akan dia rencanakan. Haruskah saya..."
"Apa yang ingin anda lakukan padanya?" Tuan Muda Alaric memotong perkataan Sisy. "Sama seperti ketika membuka kotak, anda menghancurkan jimat emas pada kotak yang tersegel." Tuan Muda menoleh menatap Sisy tajam.
Seketika Sisy menundukkan kepalanya. "Maafkan saya! Tapi, saya melakukan itu semua untuk Tuan Muda."
Tuan Muda menghadap Sisy masih dengan tatapan tajam. Menengadahkan tangannya membuat Sisy terkejut. Ia mengerti apa yang di maksud Tuan Muda. Sisy mengeluarkan pusaka lalu memberikannya pada Tuan Muda.
Tuan Muda Alaric mengambil pusaka tersebut tetapi Sisy seperti enggan untuk melepas pusakanya. Tuan Muda melotot tajam membuat Sisy dengan terpaksa melepas benda pusaka tersebut.
"Pusaka ini benda suci. Anda tidak bisa menggunakan benda ini dengan sembarangan. Anda terlalu berbahaya menggunakan pusaka ini."
"Tuan Muda, pusaka ini adalah senjata pertama yang anda berikan pada saya."
"Sisy, mulai hari ini anda tidak diizinkan melakukan tindakan apapun terhadap Jesly. Hal itu akan lebih baik bagi diri saya dan anda."
"Baik." Sisy menunduk hormat.
"Ayoo pergi."
"Tapi duyung itu belum bicara sama sekali." ucap Sisy saat Tuan Muda Alaric hendak pergi.
"Saya tidak berharap dia akan bicara semudah itu. Tapi, jika kita tidak pergi sekarang, saya takut seseorang akan tidak sabaran mengusiknya lagi." Setelah mengatakan itu Tuan Muda gegas pergi.