Theo mengkhianati sahabat serta anak dari keluarga yang sudah menjadikannya keluarga sejak ia usia 7 tahun. Ia berselingkuh dengan Zeva, istri dari Anthon, sahabat Theo. Terlalu sering menolong Zeva dari suaminya yang kasar dan penyiksa, membuat Theo memiliki perasaan pada wanita itu hingga terjadilah hubungan terlarang keduanya. "Aaaaaakh!!! Theooooo, aku mohon bawa aku kabur dan nikahi aku!" -Zeva Auliora "Maafkan aku, Zeva. Aku tidak bisa meninggalkan Anthon dan keluarganya, mereka sudah menjadikanku seperti ini" -Theo James "Zeva akan tetap menjadi istriku meskipun kamu sudah menikmati tubuhnya, aku tidak akan melepaskan wanita itu" -Anthon Stephen Bagaimana kelanjutan cinta segita dengan panasnya hubungan perselingkuhan antara Theo dan Zeva? Apakah Anthon akan menyerahkan istrinya untuk pria lain? Dukung novel ini untuk tetap berkarya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SariRani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MERTUA BAIK HATI
Keesokan harinya, Theo benar benar pergi ke Locronan untuk mengurus tender perusahaan dengan London. Ia harus menempuh lebih dari jam perjalanan naik motor nya.
Zeva dan Anthon tetap tinggal di rumah keluarga Galio karena mempersiapkan acara natal yang akan berlangsung beberapa hari lagi.
Hari ini Bora dan Herjunot berkegiatan untuk berkunjung ke beberapa panti asuhan.
Seperti biasa sang putra tidak ingin ikut dan memilih menghabiskan waktunya di club setelah bekerja.
Jadi hanya Zeva yang menemani mertuanya dalam kegiatan sosial sebelum natal.
Hari semakin sore, panti asuhan yang dikunjungi saat ini merupakan tempat ke 4 dan merupakan panti asuhan dimana Theo berada waktu itu.
"Zeva, ini adalah panti asuhan dimana dulu Theo tinggal. Ibu dan ayah langsung jatuh cinta padanya saat pertama kali bertemu. Dia terlihat pintar, diam, dan paling menonjol daripada anak lainnya" celetuk Bora.
"Kenapa dulu ibu dan ayah memilih mengambil anak angkat untuk menjadi saudaranya Anthon?" tanya Zeva.
"Karena ibu sudah tidak bisa memiliki anak lagi, sayang. Saat melahirkan Anthon, ibu mengalami pendarahan hebat sehingga rahim ibu diambil. Ayah mertuamu memilih menyelamatkan ibu daripada memiliki anak lagi karena menurutnya Anthon sudah cukup. Namun saat datang kesini dan bertemu Theo, entahlah hati kita sama sama ingin anak lagi" jawab Bora.
Zeva mendengarkan dengan seksama.
"Lalu apakah Anthon bahagia saat memiliki saudara yang seumuran dengannya? Karena aku melihat Anthon sangat berbeda dengan Theo" ucapnya.
Bora pun menghela nafas panjang.
"Di awal mereka bertemu, Anthon sangat senang memiliki saudara. Tapi bersamaan dengan mereka tumbuh dan berkembang bersama, terlihat mencolok karakter mereka yang berbeda. Anthon mulai memanfaatkan Theo untuk mengerjakan tanggung jawabnya. Dan Theo menurutinya karena baginya Anthon adalah saudara penyelamnya yang beberapa kali menyelamatkan Theo dari celaka" jelas Bora.
"Celaka? Maksud ibu bagaimana?" tanya Zeva penasaran.
Tapi sebelum Bora menjawab, Herjunot datang untuk menyela pembicaraan itu.
"Sayang, ayo kita cepat selesaikan kunjungan ini karena hari semakin sore. Tidak enak dengan pengawas yayasan karena kita terlalu lama disini" ujar Herjunot.
"Iya sayang. Aku hanya ingin memperkenalkan tempat dimana kita menemukan Theo" sahut Bora.
Herjunot tersenyum tipis.
Lalu mereka memutuskan untuk berpamitan pulang.
Ketika diperjalanan, Herjunot mengajak istri dan anak menantunya makan malam bersama di restauran mewah paris.
*restauran dengan pemandangan menara eiffel
Herjunot menelepon Anthon untuk mengajak makan malam bersama tapi putranya itu tidak mengangkat.
"Dasar Anthon, susah banget angkat telepon" gerutunya.
Zeva mendengarkannya lalu bergantian ia menelepon sang suami.
"Ayah ibu sebentar ya, aku coba telepon Anthon" pamitnya karena ia ingin menelepon diluar meja makan.
Herjunot dan Bora mengangguk memberi izin karena mereka juga tau bahwa Zeva membutuhkan privasi.
Zeva berdiri di tepi cafe sambil memandang menara eiffel didepannya. Lalu ia memanggil Anthon.
Panggilan pertama gagal, lalu panggilan kedua berhasil namun suara wanita yang terdengar.
"Halo, Thon. Kamu diajak makan malam sama ayah ibu di restauran langganan depan menara eiffel" pembuka Zeva.
"Wah maaf ya, sepertinya Anthon tidak bisa makan malam bersama keluarganya karena dia sedang menikmati malam bersamaku di club" suara wanita genit menggoda terdengar dari telepon Anthon.
Zeva terlihat biasa saja dan tidak kaget. Dalam pernikahannya selama setahun ini, ia sudah tau jika suaminya suka jajan diluar apalagi saat dirinya datang bulan.
"Oh begitu ya? Okelah, sampikan ke dia bahwa malam ini jangan pulang dengan mabuk karena akan membuat ayah dan ibunya semakin kesal" sahut Zeva lalu ia matikan sepihak.
Zeva menghela nafas panjang dengan wajah frustasi tapi ia simpan sendiri.
Saat berjalan kembali ke meja makan, ponselnya bergetar mendapatkan pesan dari Theo.
Senyum yg tadi hilang kini muncul kembali.
Langkah kaki Zeva berhenti untuk membaca pesan singkat itu.
"Selamat makan malam, Zeva. Tunggulah aku kembali ya. Love u" isi pesan dari Theo.
"Love you, Theo" jawab singkat Zeva lalu berjalan lagi menuju meja makan dan duduk bersama mertunya.
Bora dan Herjunot bisa melihat wajah menantunya yang berbinar binar. Mereka kira karena Anthon akan datang.
"Anthon bisa datang, sayang?" tanya Bora.
Langsung ekspresi bahagia Zeva berubah menjadi sendu.
"Sepertinya tidak bisa bu. Kayaknya ada pekerjaan tambahan di kantor" bohongnya.
"Oh, ibu kira kamu terlihat bahagia barusan karena suamimu akan datang" sahut Bora.
Zeva terdiam dan tersenyum tipis tanda canggung.
Tak lama kemudian pesanan datang dan mereka makan malam bersama.
"Oh ya, Zeva, apakah kamu tidak ingin bekerja di perusahaan suamimu?" tanya Herjunot di sela sela makan.
"Apakah kamu masih ingin bekerja menjadi desainer, sayang?" tambah Bora.
Zeva menatap kedua mertuanya bergantian.
"Sampaikan saja apa yang kamu inginkan kepada kami, nanti kami yang membujuk Anthon. Jujur Ze, ayah dan ibu tidak tega melihatmu tersiksa hidup bersama putra kami" ungkap Herjunot dengan wajah penuh penyesalan.
Hal ini membuat mata Zeva langsung berkaca kaca.
"Aku tidak apa apa, ayah ibu. Mungkin memang ini sudah jalannya. Selama orang tuaku bisa mendapatkan pengobatan dan perusahaan keluarga kami baik baik saja, aku tidak masalah" bohong Zeva karena hidupnya mendapatkan masalah dengan menjadi istri Anthon.
"Kamu adalah putri terbaik orang tuamu, Zeva. Putri menantu terbaik kami juga. Jika kamu sudah tidak tahan dengan Anthon, pergilah. Ayah dan ibu sudah pasrah jika itu menjadi jalan keluarmu untuk bahagia" sahut Bora.
Semakin terharu lah Zeva mendengar ucapan dari ibu mertuanya itu. Ia berusaha menyeka air matanya yg berhasil lolos.
"Udah udah, kok jadi saling meneteskan air mata ketika kita makan malam? Ayo lanjutin makan nya" ucap Herjunot.
Puk!
"Ya ayah sih yang mulai" celetuk Bora sambil menepuk lengan sang suami.
"Hehee, maaf. Ayah tiba tiba teringat dengan karir Zeva, jadi ingin memastikan saja" sahut Herjunot.
Melihat tingkah kedua mertuanya yang saling goda, Zeva bisa tertawa kecil.
"Gitu dong, tertawa. Cantik" puji Herjunot.
"Cantik an mana sama ibu, Yah?" pancing Bora tak mau kalah.
Cup!
Sebelum menjawab Herjunot mencium pipi sang istri.
"Kalian cantik tapi bagi ku kamu yang lebih menggod, sayaaang" sahut Herjunot dengan ketipan mata sexy.
Ketiganya pun tertawa bersama dan melanjutkan makan malam hingga selesai.
Setelah makan malam, mereka kembali ke rumah.
Anthon belum pulang meskipun sudah jam 8 malam.
"Anthon belum pulang ya, Bi?" tanya Bora kepada asisten rumah tangganya.
"Belum, nyonya" jawab Bibi.
"Hmmm, anak itu memang semaunya aja" celetuk Bora kesal.
Zeva sudah biasa menunggu suaminya pulang hingga tengah malam.
"Aku akan menunggu Anthon pulang. Ibu dan ayah bisa beristirahat dulu saja" ucapnya.
Karena Bora dan Herjunot sudah lelah beraktivitas seharian, mereka pun mengiyakan.
"Baiklah, sayang. Kami ke kamar dulu ya. Kamu tidak perlu menunggu Anthon terlalu malam. Jika belum pulang jam 9, tinggal saja ke kamar terlebih dahulu" sahut Bora.
"Iya, bu" ujar Zeva.
Bora dan Herjunot pergi ke kamar mereka.
"Non, mau bibi bikinkan kopi?" tanya Bibi.
"Boleh, Bi. Gulanya sedikit saja ya" jawab Zeva.
"Baik, Non. Ditunggu ya" ujar Bibi lalu pergi ke dapur.
Zeva memilih menunggu di ruang keluarga sambil duduk di sofa dan menonton televisi.