BERGELUT DENGAN NAFSU

BERGELUT DENGAN NAFSU

SUAMI LUCNUT

"PRAAAANKK!!!

"PYAAAAR!!!"

Terdengar suara barang barang jatuh ke lantai dari sebuah ruangan dengan lampu remang remang terkesan gelap.

"ZEVA!!! KELUARLAH!!" teriak seorang pria mabuk dengan jalan sempoyongan hingga ia tidak melihat jalanan dan menjatuhkan beberapa barang.

Tidak mendengar sahutan, pria ini semakin marah dan segera mempercepat langkah kakinya ke kamar.

"BRAAAK!!"

Pria setengah sadar ini membuka pintu kamarnya dengan kasar.

"SIALAN! TERNYATA KAMU ENAK ENAK TIDUR YA SAAT SUAMI PULANG KERJA!!" teriaknya lagi sambil berdiri didepan pintu dan menatap seorang wanita yang sedang meringkuk di atas tempat tidur.

Tanpa menunggu sahutan dari wanita tersebut yang berusaha membuka matanya dengan wajah pucat, pria ini terlebih dahulu menarik sang istri hingga jatuh dari ranjang.

"AAAKH!!" rintih wanita itu sambil memegang perutnya.

"BERDIRI!! CEPAT!! SEBELUM AKU TARIK KE KAMAR MANDI!!" perintah pria itu.

"Thon...please..biarkan aku malam ini saja. Perutku sangat...sakit..." lirih wanita yang dipanggil Zeva itu dengan pandangan sangat mengiba, memohon belas kasihan dari suaminya.

Grep!!!

Tiba tiba pria itu berjongkok dihadapan Zeva dan mencengkram wajah sang istri.

"Aku tidak akan membiarkanmu bersantai sayang. Keluarga mu sudah memberikanmu kepada ku untuk membantu bisnis keluarga yang hampir bangkrut itu. Dengan istilah mereka sudah menjualmu kepadaku. Aku tidak akan menyia nyiakan wanita cantik dan sexy seperti ini bukan?" ucap pria itu.

"Aku..aku tau, Anthon. Tapi, hari ini aku sedang datang bulan, aku tidak bisa melayanimu" sahut Zeva.

Mendengar kalimat datang bulan, membuat Anthon seketika melepaskan cengkramannya.

"Aah, berarti lagi lagi kamu belum bisa mengandung keturunan Galio. Dasar wanita tidak berguna!" hina Anthon.

Zeva hanya menunduk dan menahan air matanya jangan sampek menetes karena jika menetes dirinya akan semakin terlihat lemah. Menikah setahun dengan Anthon Stephen Galio membuat hidupnya tidak berwarna.

Karirnya sebagai desainer dan baker (pembuat roti) pun harus pupus karena Anthon benar benar melarangnya untuk bekerja atau beraktifitas diluar.

Bahasa lainnya, Zeva terpenjara di rumah tangganya sendiri.

Anthon tidak ingin istrinya diketahui banyak orang. Kecantikan Zeva hanya boleh dia yang menikmati.

Anthon tak ingin melihat wajah kesakitan Zeva didepan matanya dan memilih keluar kamar lalu pergi lagi entah kemana.

Emang dasar suami lucnut! Istri sakit malah keluar lagi😤

Zeva berusaha sekuat tenaga untuk berdiri, lalu dengan sisa tenaganya dia mengambil ponsel dinakas dan menelepon seseorang.

"Theo...tolong..aku.." rintih Zeva saat panggilan tersambungkan.

"Zeva..kamu kenapa?" tanya panik pria yang sedang ditelepon oleh wanita itu.

"Perutku sakit..datang bulan ku kali ini begitu menyakitkan" jawab Zeva.

"Tunggu aku di belakang rumahmu. Jangan sampai Anthon tau jika aku menolongmu lagi" ujar Theo.

"Ba..baik..aku akan menunggu mu" sahut Zeva dengan suara yang sangat lemah.

Lalu panggilan selesai. Zeva bersiap siap untuk keluar rumah tanpa perlu melalui pintu utama. Zeva menggunakan pintu belakang saat kabur dari Anthon untuk menghirup udara segar dan terkadang juga bertemu dengan Theo sebagai saudara iparnya, meskipun hanya saudara angkat dari Anthon.

Tidak sampai 15 menit, Theo sudah sampai menggunakan motornya yang sengaja ia matikan saat sudah berjarak 10 meter dari pintu belakang agar tidak ketahuan.

Ia pun berjalan mendekati pintu dan ternyata Zeva sudah berjalan kearahnya.

"Zeva" panggil Theo lirih dan melihat wajah wanita itu pucat.

"Bawalah aku kerumah sakit sebelum aku akan pingsan" ucap wanita itu.

Theo langsung membawa Zeva menggunakan motornya dan kedua tangan istri dari saudara serta sahabat baiknya itu dilingkarkan diperutnya erat.

"Bertahanlah" ujar Theo.

Zeva menyandarkan wajahnya dipunggung Theo sambil memejamkan mata, menghirup udara segar.

Sejak ia dijual oleh keluarganya untuk mempertahankan perusahaan keluarga, hidupnya seakan akan sudah mati suri. Sebagai anak satu satunya perempuan di keluarga Hermes yang tinggal di kota kecil Paris yaitu Crécy-la-Chapelle (Desa pedesaan di tepi Grand Morin), ia harus merelakan mimpi serta kehidupannya.

Tak lama kemudian, sampailah mereka di UGD rumah sakit.

Theo memarkirkan motornya di parkiran motor dan memapah Zeva masuk kedalam.

Saat ini waktu sudah menunjukkan jam 11 malam, UGD tidak terlalu ramai.

"Selamat malam tuan, silahkan diletakkan dulu pasien di brankar. Akan kamu periksa" ucap salah satu dokter jaga serta 1 perawat yang membantu.

"Baik, dok" sahut Theo sambil merebahkan tubuh Zeva di brankar.

Setelah pemeriksaan, dokter menjelaskan keadaan Zeva kepada Theo.

"Pasien saat ini sedang mengalami kram menstruasi dan tekanan darahnya rendah. Ia perlu beristirahat sejenak. Kami sudah berikan obat dan pereda rasa nyeri" jelas sang dokter.

"Terima kasih, Dok" sahut Theo.

"Saya buatkan resep obatnya dulu, mungkin sekitar 30 menit, saya akan berikan obatnya. Waktu ini bisa digunakan untuk memulihkan keadaan pasien sebentar" ujar Dokter.

"Baik dok. Akan saya tunggu" ujar Theo.

Dokter dan perawat pun membiarkan pasien beristirahat dan membiarkan Theo menemani Zeva.

Wajah pucat wanita itu sungguh memprihatinkan hatinya.

Theo jadi mengingat saat pertama kali Zeva datang kerumah keluarga Galio dan diperkenalkan sebagai calon istri dari Anthon.

Saat itu dirinya dan Anthon berusia 29 tahun dan Zeva berusia 27 tahun.

Ternyata waktu itu ia malah langsung jatuh cinta padanya. Namun, siapa dirinya sampai berani mencintai calon istri sahabat sekaligus saudara angkatnya itu?

Theo tidak berani mengkhianati keluarga angkatnya. Meskipun statusnya sebagai anak angkat di keluarga Galio, ia menerima kasih sayang yang cukup dan bersyukur tidak tinggal lagi di panti asuhan yang kurang terawat dan suka menyiksa anak anak yang nakal.

Maka dari itu, sejak perasaanya ia tahan agar tidak bertumbuh, Theo memutuskan untuk tinggal sendiri di Locronan (Kota di Perancis) dengan rumah kecil yang tetap nyaman untuk seorang pria bujang. Daerah ini dekat dengan perusahaan IT yang sedang ia bangun dengan modal utama dari perusahaan besar Galio.

Theo rela meninggalkan rumah mewah keluarga Galio di Paris untuk menghindari bertemu dengan Zeva, meskipun ada beberapa moment keluarga mereka tetap bertemu. Jarak rumahnya saat ini sekitar 550km dengan waktu tempuh sekitar 5 jaman.

Cukup jauh agar Theo tidak dengan mudah bertemu Zeva.

*kawasan rumah Theo

Namun, 6 bulan yang lalu, Anthon membeli rumah sendiri untuk bersama istrinya karena selama tinggal di rumah keluarga Galio, Anthon merasa tidak bisa lepas untuk menikmati atapun menyiksa Zeva. Rumah yang hanya berjarak sekitar 7km dari rumah utama di kota Paris.

Saat ini sudah tanggal 20 Desember 2022, dalam persiapan natal Theo dipanggil Herjunot Galio, ayah angkatnya untuk pulang ke Paris. Selain itu beberapa kali Bora, ibu angkat serta istri Herjunot meneleponnya untuk segera pulang.

Dan ternyata ketika baru saja masuk kamarnya, ia mendapatkan telepon dari Zeva dan membuatnya langsung menghampiri wanita itu.

Begitulah, perasaan yang ia selau hindari selama setahun ini ternyata tidak bisa hilang juga hanya karena berjaga jarak.

Theo menatap wajah Zeva dengan lekat. Tangannya saat ingin membelai wajah cantik wanita itu namun ia berusaha menahannya.

Ia juga bisa melihat rahang Zeva yang memerah seperti bekas cengkraman lalu bagian kulit di tangan yang membiru.

Theo begitu marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berkutik saat melihat wanita yang ia cintai begitu tersiksa begini.

Pecundang? Pengecut? Mungkin sebutan ini cocok untuknya.

"Maafkan aku" lirihnya.

"Maafkan aku, Zeva. Aku belum bisa menyelamatkanmu dari Anthon" lanjutnya lagi.

Mendengar suara bariton Theo meskipun lirih membuat Zeva membuka matanya.

"Tidak perlu..minta maaf..terima kasih sudah menolongku" lirih Zeva dengan senyuman tipis.

Benar benar hati Theo saat ini seperti teriris pisau tajam dan berdarah didalam tanpa bisa ia hindari.

Tiba tiba tangan Zeva bergerak untuk memegang salah satu tangan Theo yang berada didekatnya.

"Boleh kah jika malam ini, temani aku beristirahat sebentar di hotel atau menginap dimanapun yang kamu mau? Aku sungguh tidak ingin pulang kerumah saat ini" minta Zeva.

Theo menatap tangannya yang merasakan sensasi dingin dari sentuhan tangan wanita itu lalu menatap wajah Zeva yang sedang meminta sesuatu padanya.

Kali ini sepertinya Theo sangat sangat ingin menemani wanita ini. Meskipun hanya beberapa jam sebelum pagi datang.

"Baiklah. Aku akan menemanimu malam ini" ucap Theo.

Lagi lagi Zeva tersenyum mendengarnya.

"Istirahat lah lagi. Masih ada 15 menit lagi untuk menunggu obat dari dokter" suruh Theo.

"Aku ingin segera keluar dari sini" sahut Zeva.

Giliran Theo tersenyum.

"Oke jika itu yang kamu mau. Tunggulah disini, aku akan menyelesaikan administrasinya dan mengambil obat" ucap Theo dan Zeva mengangguk.

Ia pun keluar tirai perawatan dan menuju receptionis lalu apotik.

Zeva termenung meratapi nasibnya.

"Seandainya, aku memiliki keberanian untuk kabur dan meninggalkan keluargaku demi mengejar kebahagiaanku, aku akan pergi dari kota ini sejauh mungkin dan hidup sesuai apa yang aku inginkan" batinnya.

"Jika saja ayah dan ibu tidak sedang sakit dan tidak memerlukan pengobatan yang memerlukan biaya mahal, aku pun tidak akan bergantung pada keluarga Galio" lanjutnya dalam hati.

"Jika saja kakak laki lakiku adalah pria hebat, bukan pria manja, pria lemah, dan pria brengsek, maka aku tidak perlu menanggung nama baik keluarga Hermes sejauh ini" lagi lagi ia hanya bisa curhat dalam hati.

Suara Theo membuatnya sadar kembali.

"Sudah aku urus semua. Disebelah juga ada hotel, kita akan menginap disana saja agar kamu bisa segera istirahat" ucapnya.

Zeva merasa senang lalu ia berusaha mendudukan dirinya.

Perawat datang sambil membawa kursi roda dan membantu melepas infus.

"Tadi Tuan ingin meminjam kursi roda ya, ini tuan" jelas perawat.

"Baik, sus. Terima kasih" sahut Theo.

Setelah Theo membantu Zeva untuk turun brankar dan duduk di kursi roda, mereka pun keluar UGD.

Sesampainya di parkiran motor, Zeva berdiri sambil bersandar di motor dan menunggu Theo kembali untuk mengembalikan kursi roda kedalam.

Melihat Theo berlari menghampirinya, ada perasaan hangat dihati Zeva.

"Seperti ini rasanya diperhatian oleh pria. Begitu hangat" batin wanita itu.

"Maaf ya membuatmu menunggu" ujar Theo.

"Tidak masalah. Aku merasa cairan infus di UGD ini sangat berguna untuk memulihkan tenagaku. Aku sudah tidak terlalu merasa nyeri di perut" sahut Zeva.

Theo tersenyum mendengarnya lalu mereka berdua pun mengendarai motor lagi menuju hotel disamping rumah sakit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!