Drabia tidak pernah di sentuh suaminya selama menikah. Karena sebelumnya Ansel mendengar gosib tentang dirinya yang pernah tidur dengan pria lain sebelum menikah.
Di saat Ansel akan menceraikannya, Drabia pun meminta satu hal pada Ansel sebagai syarat perceraian. Dan setelah itu jatuhlah talak Ansel.
Apakah yang di minta Drabia?, akan kah Ansel memenuhi permintaan Drabia?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha cute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09.Makan malam berdua
Drabia yang sudah selesai bersiap siap ke toko. Tiba tiba mendengar handphonnya berbunyi dari atas meja nakas pertanda ada pesan masuk. Drabia langsung membaca pesan itu.
Ayah××
Drabia, bisa minta tolong jemput berkas Ayah yang ketinggalan di rumah, dan mengantarnya ke kantor?. Ayah sangat sibuk, tidak sempat bolak balik.
Drabia langsung membalas pesan dari Ayahnya dengan tersenyum.
Drabia××
Iya Yah.
Drabia bergegas keluar kamar dengan buru buru. Dia harus cepat cepat mengantar berkas Ayahnya ke kantor.Drabia terpaksa menaiki ojek biar cepat sampai.
Sampai di rumah orang tuanya, Drabia langsung mendapat tatapan sengit dari istri Ayahnya, Ibu tiri Drabia. Namun Drabia tetap menaruh hormat pada wanita paru baya itu.
"Assalamu alaikum Ma" sapa Drabia menyalam tangan wanita yang tidak pernah menyukainya itu.
"Walaikum salam" cetus wanita itu.
Drabia hanya bisa menghela napas, inilah yang membuat Drabia tak ingin kembali ke rumah Ayahnya, selain malu sama tetangga. Ibu tirinya hanya cinta kepada Ayah dan hartanya saja.
"Ma, Ayah menyuruhku menjemput berkasnya yang tertinggal, dimana Ma?" tanya Drabia, meski kamar orang tuanya, Drabia tidak bisa asal masuk saja. Wanita di depannya bisa marah besar, dan mengatainya tidak punya sopan.
"Tuh! ambil di atas meja" tunjuk wanita itu dengan dagunya.
Drabia segera mengambil berkas itu, dan berpamitan pergi.
Sampai di kantor perusahaan tempat Ayahnya bekerja. Tepatnya di perusahaan milik Ansel. Drabia langsung melangkahkan kakinya ke ruangan Asisten Direktur perusahaan itu.
Tok tok tok
"Assalamu alaikum Yah!" seru Drabia sembari mengetok pintu ruangan Ayahnya.
"Walaikum salam, masuk!"
Mendengar sahutan Ayahnya, Drabia pun mendorong pintu di depannya sembari melangkah masuk. Drabia mengulas senyum kepada sang Ayah.
"Ini berkasnya Yah" Drabia meletakkan berkas yang di bawanya di atas meja kerja Pak Ilham.
"Trimakasih sayang" balas Pak Ilham menatap putrinya itu dengan kasih sayang.
Meski putrinya itu pernah di jalan yang tidak benar. Pak Ilham tidak bisa menyalahkan putrinya itu seratus persen. Dia Ayahnya, dialah yang gagal dalam mendidik anak. Terlalu sibuk bekerja, menjadi kurang perhatian kepada Drabia. Apa lagi istrinya yang tidak perduli kepada Drabia. Mungkin itu sebabnya Drabia sampai salah jalan.
Drabia berdecak karena Ayahnya berterima kasih padanya, hanya karena mengantar berkas. Itu tidak sebanding dengan apa yang dilakukan Ayahnya selama ini.
"Aku putri Ayah, wajar Ayah meminta tolong atau menyuruh Drabia. Ayah juga bekerja untuk Drabia."
"Kalau begitu sekali lagi Ayah minta tolong" Pak Ilham mengambil sebuah map dari tumpukan map di atas mejanya, memberikannya kepada Drabia." Tolong antar map ini ke ruangan Ansel."
Drabia pun menganbil map itu dari tangan Pak Ilham tanpa bisa menolak." Dengan senang hati" ucapnya tersenyum berpura pura bahagia akan bertemu dengan Ansel.
Drabia tidak mau sampai Ayahnya mengetahui bagaimana hubungannya dengan Ansel, sampai tiba waktunya dimana Drabia sudah tidak bisa mempertahankan pernikahannya lagi.
"Sana cepat, itu harus segera di tanda tangani Ansel" suruh Pak Ilham tersenyum, melihat wajah kasmaran putrinya.
"Kalau begitu, aku pergi dulu Yah" Akhirnya Drabia pamit dan langsung keluar dari ruangan Ayahnya.
Sampai di depan ruangan Ansel, Drabia mengetuk pintu di depannya dengan ragu.
"Masuk!"
Jantung Drabia langsung berdetak sangat kencang, mendengar suara Ansel menyuruhnya masuk. Perlahan Drabia mendorong pintu itu sembari melangkah dengan kepala sedikit tertunduk.
"Assalamu alaikum" ucap Drabia lirih.
"Walaikum salam" balas Ansel menatap wajah Drabia yang tidak berani menatapnya.
"Ada apa?"
"Ayah menyuruhku mengantar berkas ini" Drabia yang sudah sampai di depan meja Ansel, langsung meletakkan map di tangannya ke atas meja.
Ansel langsung mengambilnya dan memeriksa berkas itu.
Drabia menarik napasnya, ingin sekali Drabia bertanya apakah Ansel punya acara hari ini. Tapi Drabia tidak punya keberanian untuk bertanya. Drabia takut, jawaban Ansel akan menyakiti hatinya.
Ansel mengerutkan keningnya melihat Drabia masih diam berdiri di depan mejanya. Kenapa wanita itu belum pergi. Bukankah dia sudah memberikan berkasnya?, pikir Ansel.
"Kenapa masih di situ?" tanya Ansel.
Drabia gugub membalas tatapan Ansel dengan mata berkaca kaca.
Melihat itu, Ansel menghela napasnya dan meletakkan berkas di tangannya di atas meja."Jangan katakan apapun selain kamu setuju untuk bercerai."
"Bukan itu yang ingin ku katakan. Aku ingin mengajakmu makan malam berdua di rumah, aku ingin kita merayakan hari ulang Tahunmu" jawab Drabia.
Dia istri Ansel, dia tidak boleh kalah dari wanita lain. Dia lebih berhak kepada Ansel dari pada Hafshah.
"Please! kali ini saja Ansel" mohon Drabia meneduhkan pandangannya. Tidak salah 'kan? Kalau Drabia merusak rencana acara kejutan Hafshah untuk Ansel. Dan memperjuangkan apa yang menjadi miliknya.
Ansel terdiam tanpa melepas pandangannya dari wajah mengiba Drabia, sambil menimbang nimbang ajakan istrinya itu, apakah dia menerimanya atau tidak.
"Baiklah!"
Senyum Drabia langsung mengembang, tidak di duga Ansel menerima ajakan makan malamnya. Kemudian mengerutkan keningnya.
'Apa Hafshah belum memberi tahu Ansel sesuatu, atau mengajaknya kemana mana?' batin Drabia karena Ansel menerima ajakannya.
"Kalau begitu, aku pergi dulu" Drabia berpamitan dan langsung bergegas meninggalkan ruangan Ansel. Drabia akan memasak makanan ke sukaan Ansel.
**
Hari ini Drabia pulang lebih cepat dari toko. Dia harus berbelanja bahan makanan yang akan dimasak untuk makan malam dengan Ansel.
Sampai di rumah, Drabia langsung membawa belanjaannya ke dapur, langsung berkutat membersikan bahan masakan yang ia beli tadi.
"Non mau masak apa?, Bibi bantuin ya."
Drabia mengalihkan pandangannya sebentar ke arah Bi Nina yang sudah berdiri di sampingnya." Gak usah Bi, aku aja. Bibi bantuin sediain meja dan dua kursi di samping kolam aja."
"Ada acara apa Non?" tanya Bi Nina bingung, melihat belanja bahan masakan di atas meja sangat banyak.
"Kerjakan aja Bi" Drabia harus cepat selesai memasak. Jangan sampai nanti Ansel sudah pulang, semuanya belum siap.
"Iya Non, Iya Non" Bi Nina pun segera melaksanakan perintah majikannya. Menyediakan meja dan kursi di pinggir kolam. Tak ingin membuat samangat majikannya itu menjadi rusak.
Drabia pun memasak dengan semangat, wajahnya nampak berbinar, meski sesekali tangannya terkena percikan minyak saat menggoreng, tidak apa apa. Anggap saja itu bukti perjuangan istri menggapai cinta seorang suami.
"Aw!" keluh Drabia, sangking semangat dan terburu buru, tak sengaja Drabia mengiris jarinya sendiri.
"Bi! tolong ambilin handsaplas Bi!" seru Drabia, segera mencuci tangannya yang terluka.
Bi Nina yang mendengar seruan Drabia, langsung mengambil kotak obat membawanya tergopoh gopoh ke dapur. Bi Nina sudah menduga kalau tangan majikannga itu terluka atau terkena cipratan minyak panas.
"Tuh kan Non, tangannya jadi terluka. Tadi di tawarin bantuan, gak mau. Pasti Nona terburu burukan masaknya Kan?" omel Bi Nina membalut jari Drabia yang teriris pisau.
"Luka sedikit aja, itu biasa Bi. Kaya Bibi gak pernah aja tangannya teriris" balas Drabia masih tersenyum meski tangannya terluka.
* Bersambung