Nayara Kirana seorang wanita muda berusia 28 tahun. Bekerja sebagai asisten pribadi dari seorang pria matang, dan masih bujang, berusia 35 tahun, bernama Elvano Natha Prawira.
Selama 3 tahun Nayara menjadi asisten pria itu, ia pun sudah dikenal baik oleh keluarga sang atasan.
Suatu malam di sebuah pesta, Nayara tanpa sengaja menghilangkan cincin berlian senilai 500 juta rupiah, milik dari Madam Giselle -- Ibu Elvano yang dititipkan pada gadis itu.
Madam Gi meminta Nayara untuk bertanggung jawab, mengembalikan dalam bentuk uang tunai senilai 500 Juta rupiah.
Namun Nayara tidak memiliki uang sebanyak itu. Sehingga Madam Gi memberikan sebuah penawaran.
"Buat Elvano jatuh cinta sama kamu. Atau saya laporkan kamu ke polisi, dengan tuduhan pencurian?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. Misi Merayu Elvano.
Elvano menaikkan salah satu alisnya, kemudian mengerutkan kening ketika melihat kedatangan sang asisten pribadi.
Nayara menggunakan gaun pesta dengan model bahu terbuka lebar. Yang benar saja? Seperti bukan Nayara Kirana saja.
Gadis itu biasanya menggunakan gaun berlengan. Kadang pendek, lebih sering panjang. Tidak pernah memakai gaun yang kekurangan bahan seperti ini.
Malam ini, Elvano mendapatkan undangan untuk menghadiri acara penghargaan pembisnis muda, yang di selenggarakan setiap tahun oleh salah satu stasiun tv swasta.
Seperti biasa, untuk menghadiri acara pesta, makan malam dan sejenisnya, Elvano selalu memilih mengajak Nayara daripada Gilang.
Keberadaan gadis itu disampingnya, mampu menghalau para wanita yang ingin mendekatinya.
Bukannya Elvano tidak tertarik dengan lawan jenis. Tidak! Ia masih normal seratus persen. Hanya saja, para wanita yang di temui atau yang berada di sekelilingnya, belum bisa memenuhi kriteria wanita idaman seorang Elvano Natha Prawira.
“Selamat malam, pak.” Sapa Nayara saat sudah berada di dekat Elvano yang telah menunggunya di ruang tamu penthouse.
Tadinya, Elvano ingin menjemput Nayara ke rumahnya. Namun gadis itu menolak. Lagi - lagi, tetangga menjadi alasannya. Tidak mau menjadi bahan gosip para ibu - ibu saat membeli sayur di pagi hari.
“Darimana kamu mendapatkan gaun itu?” Bukannya menjawab sapaan Nayara, Elvano justru berfokus pada gaun yang gadis itu gunakan.
Gaun Sabrina atau yang sering disebut dengan Off - shoulder berwarna hitam itu, kini tengah memarkan leher jenjang Nayara. Gadis itu juga menyanggul rambutnya, sehingga membuat bahunya semakin terekspos.
“Saya beli sebulan yang lalu, pak. Rencananya mau dipakai saat pesta Madam Gi tempo hari. Tapi tidak jadi. Ya, saya pakai saja sekarang.” Jelas Nayara.
Elvano menelan ludahnya kasar. Ia melepaskan dasi yang terasa mencekik lehernya. Lalu melempar asal di atas sofa.
“Kita berangkat sekarang.” Ucap pria itu.
“Kenapa dasinya di lepas?” Tanya Nayara bingung.
“Gerah.” Jawab Elvano asal.
Pria itu tidak mungkin mengatakan jika dirinya gerah melihat bahu Nayara.
Batin Elvano mengumpat kasar. Biasanya, wanita lain menggoda secara terang - terangan, dan ia tak tertarik sama sekali, bahkan merasa jijik melihatnya.
Kenapa baru melihat bahu Nayara, ia sudah kepanasan begini?
“Gaun kamu yang kemarin - kemarin mana? Kenapa pakai model seperti ini?” Tanya Elvano sembari menatap pantulan diri mereka pada pintu lift berlapis kaca.
“Kan mau tampil di acara tv, pak. Saya tidak mungkin menggunakan gaun yang sudah pernah terpakai. Apa kata kolega bapak nanti? Seorang asisten pribadi dari Elvano Natha Prawira tidak sanggup membeli gaun baru?” Ceroscos Nayara.
Kedua tangannya meremat tas kecil yang ia bawa. Sebenarnya, gadis itu juga tidak nyaman menggunakan gaun model terbuka. Apalagi di hadapan orang banyak, dan akan di siarkan secara langsung.
Namun, Nayara saat ini sedang berada dalam misi untuk merayu Elvano. Karena waktu yang di berikan oleh Madam Giselle hanya 30 hari saja.
Elvano menghela nafas panjang. Waktu sudah sangat mepet. Jika masih cukup, ingin rasanya ia mengajak Nayara untuk membeli gaun yang baru.
.
.
.
Layaknya pergelaran penghargaan yang sering diselenggarakan oleh pihak stasiun tv, sebelum masuk ke dalam aula, para tamu undangan harus melintas diatas karpet merah untuk berfoto.
Nayara mengekori langkah Elvano dari belakang. Mereka bukan pasangan kekasih ataupun suami istri. Tidak mungkin berjalan berdampingan, apalagi bergandengan tangan.
Gadis itu membiarkan sang atasan untuk difoto oleh para awak media. Setelah itu, ia baru menyusul Elvano masuk.
Beberapa wartawan mengabadikan langkah Nayara dan ada yang memintanya untuk berpose. Namun gadis itu menolak secara halus. Ia hanya seorang asisten pribadi.
Sesampainya di dalam aula, seorang petugas dari stasiun tv menyambut kedatangan mereka. Kemudian mengantarkan pada meja yang telah di tentukan.
“Kita dapat tempat di depan?” Gumam Nayara.
“Hmm.” Elvano menjawab singkat.
“Pak, apa saya duduk di kursi penonton saja?” Tanya gadis itu.
Nayara merasa rendah diri. Disamping kanan dan kiri, di tempati oleh para petinggi perusahaan lain. Ada rekan bisnis, bahkan pesaing dari Prawira Holding Company.
Dan para petinggi itu datang dengan pasangannya masing - masing. Hanya Elvano yang membawa asisten pribadinya. Membuat nyali gadis itu menciut.
“Kamu mau saya duduk sendirian disini?” Tanya Elvano dengan ketus.
Kepala Nayara menggeleng pelan.
“Sudah. Lagi pula, pakaian kamu juga tidak memalukan. Untung juga kamu memakai gaun itu.” Ucap Elvano yang hanya melirik Nayara sekilas.
Acara pun dimulai. Dua orang pembawa acara ternama, memberikan ucapan sambutan dan selamat datang kepada para tamu undangan.
Satu persatu penghargaan pun di berikan kepada para penggeliat ekonomi. Mereka pun diminta untuk naik ke atas panggung, untuk mengambil piala dan memberikan beberapa patah kata sebagai ucapan Terimakasih.
Hingga tiba giliran Elvano. Perusaahaan pria itu mendapatkan penghargaan Prestasi Bisnis — dimana Prawira Holding Company, tahun ini bertumbuh sangat pesat.
Elvano menerima piala. Kemudian memberikan pidato singkat. Ia mengucapkan Terimakasih kepada seluruh karyawan Prawira Holding Company dimana pun berada. Karena telah bekerja keras memajukan perusahaan.
Secara pribadi pria itu mengucapkan Terimakasih kepada keluarga Prawira, Gilang dan Nayara, karena selalu ada disisinya.
Dari tempat duduknya Nayara mengacungkan dua jempol. Ia juga sangat bangga menjadi asisten pribadi Elvano.
Pria itu pun kembali, dan menyerahkan pialanya pada Nayara.
“Selamat, pak.” Ucap Nayara dengan bangga.
“Selamat untuk kita semua.” Balas Elvano.
Ya. Tanpa kerja keras para karyawan dan bawahannya, Prawira Holding Company tidak akan bisa seperti saat ini.
“Kita pulang sekarang.” Ajak Elvano sebelum acara benar - benar usai.
“Sekarang, pak?” Ulang Nayara. Ia menekan layar ponselnya. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam.
Acara pemberian penghargaan memang telah berakhir. Namun, masih ada hiburan yang sayang untuk di lewati.
“Hmm.” Elvano kemudian bangkit dari tempat duduknya. Ia pun mengambil alih piala dari tagan Nayara.
Nayara menghela nafas, kemudian mengekori langkah sang atasan.
“Tunggu sebentar disini. Saya mau ke toilet.” Ucap Elvano. Ia kembali memberikan piala itu pada sang asisten pribadi.
Setelah kepergian Elvano, seorang wartawan dan kameramen datang menghampiri Nayara.
“Selamat malam, mbak Nayara. Boleh minta waktunya sebentar?” Tanya wartawan itu.
“Malam.” Balas Nayara sembari mengangguk pelan.
“Sebelumnya, kami ucapkan selamat atas penghargaan yang di raih oleh perusahaan Prawira Holding Company.”
“Terimakasih banyak.” Nayara menyunggingkan sudut bibirnya.
“Boleh tau kesan dan suka dukanya menjadi asisten pribadi dari pimpinan perusahaan tidak, mbak?” Tanya wartawan itu lagi.
“Yang jelas sangat berkesan. Banyak sukanya, dan sudah pasti dukanya juga ada. Selama saya menjadi asisten pak Elvano, beliau sangat baik. Selalu memuliakan karyawan. Dan tidak pernah memandang sebelah mata.” Jelas Nayara.
“Wah ternyata pak Elvano pribadi yang sangat baik ya, mbak.” Ucap wartawan itu lagi.
Saat Nayara akan menjawab lagi, Elvano telah kembali dari toilet.
“Selamat malam, pak Elvano.” Sapa wartawan itu.
“Malam.” Balas Elvano sembari menyampirkan jasnya pada bahu terbuka Nayara.
Perbuatan pria itu tak hanya membuat Nayara heran. Tetapi wartawan dan kameramen juga. Mereka saling melempar tatap.
“Kita pulang sekarang.” Pria itu mendorong pelan pundak sang asisten pribadi.
“Pak Elvano, bisa minta waktunya sebentar?” Wartawan itu mengekori mereka.
“Tadi sudah di wakilkan oleh asisten saya. Kami tidak bisa berlama - lama. Masih ada urusan.” Jawab Elvano dengan tegas.
Ia kembali mendorong tubuh Nayara untuk masuk ke dalam mobil.
“Pak, jasnya—
“Pakai saja. Saya gerah.” Potong pria itu dengan cepat.
...****************...
nungguin si el bucin sama si nay..
ayok kak hari ini upny double 🤭