Istri Kedua Adik Angkat

Suasana masih canggung, Ayah dan anak itu sama-sama terdiam, hanya saling bertatap mata, seolah dengan saling bertukar pandang mereka sudah bisa berkomunikasi

Rabella yang pertama kali mengalihkan pandangannya. Hendak pergi dari tempat, tapi intrupsi dari papanya, meng-hentikan langkahnya

"Bagaimana jika kamu hamil? Hamil di luar nikah, tanpa seorang suami? Kamu pikir itu hal yang mudah? Bagaimana jika kabar kehamilan di luar nikah kamu itu viral, lalu diketahui teman-teman kuliah kamu, rekan kerja, atau bahkan pacar kamu? Kamu pikir mereka bakal anggap kamu sebagai Korban di sini? Mereka bakal nemenin kamu seperti sebelumnya gitu? Gak akan, Rabella! Yang ada mereka bakal langsung judge kamu!! Kamu mau mengalami hal memalukan itu hanya karena kamu gak mau nikah sama Alvaro?"

Felix menatap tajam putrinya, berharap putrinya itu mengerti tentang ke khawatirannya sebagai seorang ayah dari anak gadis.

Namun, respon yang diberikan Rabella masih tak sesuai harapannya.

"Gampang. Kalau aku hamil, ya tinggal digugurkan saja, kenapa harus repot? Urusan teman kampus atau rekan kerja, aku gak peduli. Toh mereka deketin Aku, juga cuma karena Aku anaknya papa. Kalau Papa terganggu sama masalah Aku, papa bisa kok coret aku dari kartu keluarga sekarang juga!" tantang Rabella.

Sama sekali tak membiarkan papanya menang.

"Rabelia!! Siapa yang mengajari kamu bertindak setega itu? Kamu tidak berpikir dampak abor-si bagi tubuh Kamu? Mau bagaimana pun juga, bayi itu darah daging kamu!"

Felix sempat terperangah, mendengar jawaban yang diberikan putrinya barusan.

Bahkan, pria paruh baya itu sampai bangkit dari duduknya.

"Hah? Aku? Tega? Aku realistis, Pa! Lagian aku juga nggak mau repot ngurusin bayi dari cowok yang gak aku sukai dan enggak jelas asal usulnya, kayak Alvaro!"

"Lancang kamu, Rabella!"

"kenapa, Pa? Papa marah karena anak kesayangan Papa aku hina? Tapi emang bener, kan, kalau anak itu gak jelas asal usulnya. Aku selalu mikirin ini dari lama, Pa. Apa sebenarnya Alvaro itu anak kandung Papa dari Wanita selain mama?"

"Rabella! Jaga bicaramu! papa tidak pernah mengkhianati mama-mul"

Rabella mengedikkan bahu, seolah tak menggubris ucapan papanya barusan.

"Jika kamu hamil, jangan pernah berpikir untuk menggugurkannya. Jangan pernah!"

"Buat apa aku nurutin kemauan Papa? Papa mau ngatain aku orang yang tega? Papa lupa kalau selama ini Papa udah tega sama aku? Papa lebih sayang sama Alvaro! Semua buat Alvaro, apapun itu semuanya buat Alvaro. Gak ada buat aku, kan, Pa?"

Raibella menghela nafas kasar.

"Itu tidak benar! Papa juga selalu memperhatikan kamu, hanya kamu saja yang terlalu serakah dan tidak mau berbagi dengan Alvaro."

Rabella rasanya ingin tertawa sekarang, karena mendengar ucapan papanya!

Dirinya? Serakah? Bukankah itu wajar? Bagi seorang anak yang ingin disayang orang tuanya?

Rabella akhirnya terkekeh, tak bisa menahan diri lagi.

"Papa minta aku buat gak gugurin kandungan, kalau aku hamil anaknya Alvaro nanti?"

Felix mengangguk membenarkan ucapan Rabella.

"Hah... Papa minta begitu karena kalau aku hamil anaknya Avaro, kan? Tapi gimana kalau seandainya aku hamil dari benih laki-Laki lain? Laki-laki yang enggak Papa sukai? Aku yakin Papa pasti langsung nyuruh aku buat gugurin kandunganku detik itu juga, kan?"

Felix terdiam, tak suka dengan ucapan Rabella.

Padahal pria paruh bayah itu berharap Rabella akan paham dengan niat baiknya.

Jika disuruh memilih membesarkan bayi milik Alvaro atau bayi milik pria yang tak jelas asal usulnya, apalagi dari pria yang dibencinya, tentu felix akan memilih bayi milik Alvaro, yang sudah dirawatnya sejak kecil.

Felix juga tak mau menikahkan Rabella dengan sembarang pria, bukankah pilihannya menikahkan Rabella dengan Alvaro lebih baik?

Tapi kenapa Rabella masih mempermasalahkannya?

Apa karena dia menjadi istri kedua dan bukan jadi istri pertama?

Rabella menatap sinis Papanya yang hanya diam saja.

"Benar kan, aра yang aku bilang? Papa itu cuma fokus sama Alvaro, Alvaro, dan Alvaro!"

Setelah itu, Rabella benar-benar pergi dari sana, meninggalkan Papanya sendirian.

Felix hanya diam kali ini, tak lagi menahan kepergian putrinya.

Pria paruh bayah itu menghela nafas kasar, kembali duduk di kursi dan langsung meminum air yang ada di depannya.

"Anak itu masih saja tidak paham bagaimana cara dunia bekerja!"

***

"Tuan, nona benar-benar sudah meninggalkan mansion, apa anda yakin tidak akan memberikan perintah para pengawal untuk membawa Nona pembali ke kediaman?" Ajudan kepercayaan Felix akhirnya, memberikan laporan.

Felix menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan ajudannya.

"Tidak perlu, biarkan saja dia hidup sendirian tanpa nama keluarga Wilson. Aku ingin tahu berapa lama dia bisa bertahan!"

Rabella sudah pergi dari mansion keluarga wilson, tanpa drama seperti dua hari yang lalu.

Tak ada yang menghalanginya!

Bahkan papanya sendiri.

Terlihat menyedihkan memang! Seolah Rabella hanya tamu yang mampir dan akan segera pergi.

Mungkin jika yang minggat dari mansion ini adalah Alvaro, semua pelayan, penjaga /pengawal, dan bahkan papanya Rabella akan heboh dan berusaha menahan bocah tengik itu.

Rabella tertawa, mengharapkan ada yang menahannya juga rasanya mustahil.

Ah, ada Putri sebenarnya.

Sayangnya perempuan itu harus bergegas pergi tadi pagi-pagi sekali, karena mendapat kabar kalau kondisi adiknya sedang tidak baik-baik saja.

Rabella juga tahu kalau Putri mengembalikan gelang emas yang sempat diberikannya.

Maka dari itu Rabella mengganti nilai gelang emas itu dengan uang tunai pada putri agar bawahan setianya itu tidak perlu susah-susah menjual gelang emas pemberiannya, juga uangnya bisa langsung dipergunakan untuk pengobatan adiknya.

Walau awalnya Putri sempat menolak pemberiannya, tapi pada akhirnya wanita itu menerimanya setelah dipaksa beberapa kali.

Rabela hanya ingin membalas kebaikan Putri selama ini, dia tak mau berhutang budi pada siapa pun.

Rabella sudah sampai di tujuannya, apartemen miliknya sendiri, tanpa ada campur tangan papanya sama sekali.

Rabella harap hidupnya bisa lebih baik dari yang sebelumnya, kali ini tanpa papanya dan tanpa Alvara, si manusia munafik itu.

Rabella akhirnya bisa bernafas lega, cepat-cepat dia masuk ke apartemen.

Badannya langsung direbankan di sofa panjang, sejenak Rabella teringat sesuatu. a

Ada hal penting yang harus dilakukan, minum pli KB!

Apapun itu, Rabella akan Lakukan untuk mencegah kehamilan dari benih milik Alvaro.

Rabella tak tahu, jika hidupnya akan berputar seratus delapan puluh drajat hanya karena rencananya yang gagal.

Bukan hanya gagal mempermalukan Alvaro di hari pernikahan pria itu. Kini, Rabella malah mendadak jadi ostri kedua dari pria yang sangat dibencinya itu.

Benar-benar menyebalkan!

Untungnya, pernikahan mereka belum tercatat di negara, jadi Rabella mungkin masih punya lebih banyak cara untuk bercerai dari Alvaro.

Rabella juga tak bisa membayangkan, bagaimana nantinya jika dia bertemu dengan Lyan dan keluarga wisma Lainnya?

Apa yang akan mereka pikirkan terhadap dirinya, setelah tahu kalau seorang Rabella menjadi madu dari putri bungsu mereka, Mika.

Kepala Rabella mendadak pusing, sebisa mungkin dia membuang pikiran buruk itu, berharap Lyan percaya dengan penjelasannya nanti.

Rabella tak mau dibenci oleh pria yang dicintainya itu.