Alaska Arnolda, CEO terkenal Arnolda, terpaksa menanggalkan jas mewahnya. Misinya kini: menyamar diam-diam sebagai guru di sebuah SMA demi mencari informasi tentang pesaing yang mengancam keluarganya. Niat hati fokus pada misi, ia malah bertemu Sekar Arum Lestari. Gadis cantik, jahil, dan nakal itu sukses memenuhi hari-hari seriusnya. Alaska selalu mengatainya 'bocah nakal'. Namun, karena suatu peristiwa tak terduga, sang CEO dingin itu harus terus terikat pada gadis yang selalu ia anggap pengganggu. Mampukah Alaska menjaga rahasia penyamarannya, sementara hatinya mulai ditarik oleh 'bocah nakal' yang seharusnya ia hindari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BabyCaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 - Iseng Level 2
Beberapa jam berlalu…
Waktu pelajaran terakhir terasa seperti berjalan tiga kali lebih lambat dari biasanya. Matahari sore mulai turun, menyorot masuk melalui jendela kelas dan memberi warna kekuningan pada meja-meja yang berjejer rapi.
Guru sejarah berdiri di depan kelas, suaranya monoton, menjelaskan peristiwa sejarah panjang yang bagi sebagian murid mungkin terdengar menarik, tetapi bagi Arum…
Tidak.
Bagi Arum, suara gurunya terdengar seperti dongeng pengantar tidur yang terlalu efektif. Kepala gadis itu beberapa kali terangguk, matanya berat. Sesekali ia terbangun mendadak ketika lehernya hampir terpeleset ke depan.
Sementara Amanda, teman sebangkunya, hanya bisa menggeleng melihat tingkah Arum yang dari tadi berjuang melawan kantuk.
Tapi begitu bel pulang berbunyi, seolah ada alarm otomatis tertanam dalam telinga Arum gadis itu langsung bangun tegak, mengucek mata, lalu meraih tasnya.
“Ayo,” ajak Amanda sambil menutup bukunya.
“Man, duluan aja. Bilangin sama yang lain juga ya, aku ketemu bu Tita, soal nilai bahasa inggris kemarin.” jelas Arum, suaranya terdengar malas karena masih setengah mengantuk.
“Okey. Apa kau tetap pake baju olahraga sampai pulang?” tanya Amanda heran, baru sadar kalau Arum masih memakai seragam olahraga.
“Hmm ya,” jawab si gadis pelan, menghindari kontak mata.
Amanda mengangkat bahu, tidak ingin memaksa. “Yaudah aku duluan ya, bye.”
Gadis itu pergi, meninggalkan Arum yang masih membereskan barangnya.
Satu per satu murid keluar, suara kaki, suara kursi diseret, hingga akhirnya kelas itu mulai sepi. Hanya tersisa Arum, dua murid yang piket, dan hening yang perlahan menyelimuti ruangan. Gadis itu justru tersenyum semringah, berbeda dari sikapnya biasanya saat ditinggal teman-temannya.
Sepertinya Arum punya rencana tersendiri.
Ia melangkah keluar kelas dengan gaya berlenggak-lenggok gaya sok elegan yang ia lakukan hanya ketika sedang ingin melakukan kenakalan strategis. Lorong sekolah pun sudah sepi, hanya terdengar suara burung dari luar dan gemerisik angin yang menembus jendela.
Arum berjalan ke parkiran belakang, tempat guru biasanya memarkir mobil. Saat tiba di sana, benar saja: area itu kosong, tidak ada siapa pun. Semua guru tampaknya sudah pulang, kecuali seseorang.
“Heh, aku tau jika bapak ada kelas terakhir hari ini haha, untung aku lihat jadwal nya,” gumam Arum sambil menunduk ke salah satu mobil.
Ia jongkok, lalu membocorkan ban mobil Alaska pelan-pelan. Suara gas yang keluar membuatnya hampir tertawa puas.
“Mampus kau, ini balasan mu ya pak atas kejadian tadi pagi,” gumamnya sambil berdiri dan kembali naik ke lantai dua.
Untuk apa gadis itu naik lagi?
Tentu saja tidak untuk hal baik.
Arum menuju toilet wanita. Di sana, ia mengambil sebuah balon, menuang bubuk kopi ke dalamnya, kemudian mengisinya dengan air. Setelah mengikat balon itu rapat-rapat, wajahnya berubah licik bahkan terlalu licik untuk ukuran anak SMA.
Dia tersenyum puas. Sejak dulu, setiap guru yang pernah menghukumnya selalu terkena balasannya. Dan hari ini, targetnya bukan hanya guru biasa tetapi Alaska, pria yang membuatnya dimarahi ibunya karena laporan kecil yang ia buat. Padahal tak pernah sebelumnya ibunya datang ke sekolah.
“Ayo kita mulai permainan nya pak Alaska,” bisik Arum sambil tersenyum nakal.
Di sisi lain, pria yang menjadi sasaran rencana kriminal amatir itu sedang berada di ruangannya. Alaska duduk di kursinya, merapikan beberapa dokumen sekaligus menyelesaikan hal-hal kecil setelah jam sekolah. Sore mulai turun, angin yang masuk dari ventilasi membuatnya merinding sedikit. Entah kenapa, ada firasat buruk yang menyelinap begitu saja.
Setelah menunda selama hampir satu jam, Alaska akhirnya memutuskan untuk turun. Ia memakai jasnya, membawa tas kerja, dan melangkah keluar ruangan. Koridor lantai dua sudah sangat sepi, hanya terdengar bunyi sepatu kulitnya yang memantul di sepanjang lorong.
Arum yang sejak tadi berdiri di balik pembatas lantai dua, mengintip ke bawah, mulai terlihat bosan. Beberapa kali ia melirik jam tangan kecilnya.
“Jangan bilang dia sudah pulang…” gumamnya cemas.
Namun saat ia hendak mengecek ke kantor, suara langkah perlahan terdengar dari tangga. Arum langsung menegakkan tubuhnya. Itu pasti Alaska. Ia mengintip, benar. Pria itu melangkah turun ke lantai satu.
Gadis itu terkekeh dan mengambil balon kopi yang sudah ia siapkan. Napasnya menahan tawa.
“Tuan, apa saya datang ke sana?” tanya Jeff di seberang telepon.
“Tidak usah Jeff, oiya sepertinya aku menemukan pergerakan da—” suara Alaska terpotong karena ia tiba di titik yang sangat tepat… titik yang Arum tunggu.
Dan tanpa ragu sedikit pun.
Arum menusuk balon itu dengan jarum. Balon jatuh.
DOR!
Kopi bercampur air tumpah tepat mengenai Alaska dari kepala sampai dada. Rambutnya langsung lepek, wajah tampannya seperti memakai masker kopi, dan baju kerjanya berubah menjadi cokelat tua dengan cepat. Bau kopi pekat langsung menyebar.
“BHAHAHAHAHA MAMPUS!” tawa Arum meledak, begitu puas dan tidak berusaha menutupinya.
Alaska tersentak, menengadah cepat ke arah suara. Arum panik, langsung ikut terduduk agar tidak terlihat, tapi tawa puasnya masih terdengar pelan.
Di telepon, Jeff masih memanggil. Alaska tidak menjawab. Ia tahu persis siapa pelakunya.
“Bocah sialan itu,” gumam Alaska penuh kesal.
“Hah siapa tuan? Kenapa tuan?” tanya Jeff bingung.
“Arghh, Jeff nanti aku telpon lagi.” Alaska menutup telepon dan memasukkan ponselnya yang ikut basah ke dalam saku.
Ia langsung menuju toilet pria terdekat untuk membersihkan wajahnya. Tapi saat ia memutar keran selang air itu, tiba-tiba air menyembur dengan keras ke wajahnya lebih keras dari biasanya, seperti selang kendor yang diperlonggar bautnya.
Ternyata Arum sudah lebih dulu menyiapkan itu.
“BHAHA MAMPUS KAN PAK!! MAKA NYA JANGAN MAIN MAIN SAMA SAYA!” suara Arum terdengar dari pintu toilet.
“Ingat ya pak, kalau bapak gangguin saya. saya buat umur bapak ngajar di sekolah ini yang harusnya 6 bulan cuman jadi 1 bulan!” tawa gadis itu semakin keras.
Arum memasukkan kepala ke pintu toilet, melihat Alaska yang berusaha menahan semburan air dengan tangan. Ia semakin puas, bahkan menahan perut karena terlalu banyak tertawa.
Sampai akhirnya Alaska melepaskan selangnya lalu berbalik cepat. Wajahnya basah, bajunya basah, rambutnya acak-acakan dan kesabarannya hilang.
Dengan langkah besar dan cepat, Alaska langsung menarik lengan Arum, menyeret gadis itu ke dalam area basah di toilet.
Gadis itu teriak kaget ketika air membasahi seluruh bajunya.
“HAH BAPAK NGELAKUIN APA, KAYAK BOCAH AJA!” kesal Arum, menggigit bibir karena kaget sekaligus malu.
“Harusnya saya yang bilang itu!” Alaska membalas dengan emosi.
“Ya karena saya emang bocah!” balas Arum sambil mendorong tubuh Alaska kembali ke arah semburan air, membuat pria itu semakin basah.
“Mampus Haha!” tawa Arum.
Alaska sudah benar-benar melewati batas amannya. Dengan tubuh besarnya, ia langsung mengangkat Arum seperti mengangkat karung beras kecil.
“Arghhh bapak mau ngapain!” teriak Arum panik, tubuhnya terangkat tinggi.
“Mandiin kamu kan, biar mandi berdua sekalian kita!” jawab Alaska dengan nada kesal tapi ada sedikit kenakalan di ujung suaranya.
...----------------...
*Sebelum lanjut ke bab berikutnya, jangan lupa follow dan masukkan ke favorit supaya kalian tidak ketinggalan update**💋*