NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pagar kawat berduri

Keesokan paginya, Arash sampai di gedung Adhitama Group pukul 06.45. Hujan semalam meninggalkan udara yang segar; jalan belum ramai. Ia menurunkan motor di basement dengan langkah cepat—terburu mengejar target datang lebih awal—lalu menaiki tangga eskalator menuju lift. Dalam kepalanya berkecamuk daftar tugas: rapat, jadwal, laporan yang harus ia susun ulang hari ini.

Begitu lift membuka pintu lantai dua puluh, suasana masih sunyi. Lampu neon menyinari koridor kaca, dan hanya beberapa meja resepsionis yang sudah mulai berdenyut aktivitas. Arash melepas tas ransel, melangkah ke mejanya dan tanpa menoleh langsung mengambil tisu, mulai membersihkan permukaan meja. Monitor dilap, keyboard dibereskan, sticky note disusun rapi, map dan berkas yang semalam ia susun diletakkan sesuai urutan kerja. Ia membuka folder digital, memastikan file laporan rapat yang dikirim kemarin ada di inbox—balasan singkat dari Devan terpampang: “OK.” Dua huruf itu terasa seperti restu kecil.

Ia tidak buru-buru menuju ruang Devan. Sebaliknya, Arash duduk sejenak, menyusun kopi instan di termos kecilnya, memeriksa ulang data, dan menata pensil warna untuk menandai poin penting. Kejelian pada detail inilah yang ingin ia tampilkan: sebelum bicara dengan orang nomor satu, ia ingin semuanya rapi, tanpa cela. Menyapu meja bukan sekadar kebiasaan—itu juga ritual agar pikirannya tenang.

Sekitar pukul 07.05, interkom di meja menyala. Suara datar Devan terdengar, “Maulidia, bawa laporan hasil rapat kemarin ke ruang saya.” Arash mengangguk kecil pada dirinya sendiri lalu berdiri, mengambil map biru yang sudah ia siapkan, dan mengetuk pintu ruang Devan.

Devan menerima map itu tanpa basa-basi. Ia melirik isi sekilas, menutupnya rapi, lalu berkata datar, “Kau datang pagi.” Nada itu bukan pujian—hanya pengamatan.

“Saya ingin memastikan semua beres sebelum jadwal hari ini, Pak,” jawab Arash sopan, menahan gugup di suaranya.

Devan menekan tombol pada mesin kopi di pojok ruangan, menyiapkan dua cangkir. Ia meletakkan satu cangkir di meja. “Kopi hitam, tanpa gula. Kau kelihatan seperti tipe yang butuh kafein murni,” ujar Devan datar sambil menyerahkan cangkir.

Arash menatap cangkir itu, sedikit kagum. Memberi kopi—meski sekadar satu cangkir—terasa seperti isyarat perhatian pertama dari pria yang biasanya hanya memberi perintah. “Terima kasih, Pak,” ucapnya pelan.

“Jangan salah paham,” potong Devan cepat. “Ini demi efisiensi saya, bukan kenyamanan mu. Aku butuh asisten yang sadar, bukan zombie.” Senyum tipis yang nyaris tak muncul itu langsung lenyap.

Devan menatap layar besar di dinding, lalu menekan remote. Kalender digital membentang; blok warna memenuhi tiga hari ke depan. “Lihat ini,” ucapnya, menunjuk kerumunan jadwal. “Lima puluh janji temu dalam tiga hari. Sepuluh penting. Tugasmu: hubungi semuanya, beri alasan yang meyakinkan kenapa aku tidak bisa menemui empat puluh orang sisanya. Susun sepuluh yang penting itu supaya masuk dalam empat belas jam kerja, dengan jeda maksimal lima belas menit antar pertemuan.”

Arash menelan ludah. Ia tahu jumlah itu bukan mainan. “Pak… ini tugasnya terlalu banyak untuk satu orang. Dan beberapa dari daftar itu klien besar,” ujarnya hati-hati.

“Itu bukan urusanku,” jawab Devan dingin. “Aku menugaskanmu untuk menyaring. Aku tak mau buang waktuku untuk basa-basi. Gunakan database. Jika kontribusinya kurang dari satu persen pendapatan perusahaan, batalkan. Kita tidak butuh tamu yang hanya ingin pamer.”

Kepala Arash berputar cepat; ia membayangkan panggilan demi panggilan, penolakan yang harus dibuat sopan, alasan yang harus terdengar tulus namun tegas. Ia mengangguk. “Baik, Pak. Akan saya kerjakan.”

Devan mengangkat satu alis lalu menambah, suaranya turun setingkat: “Dan satu hal lagi.” Ia berhenti seolah memberi ruang bagi hal yang akan menancap lebih dalam. “Tadi staf kebersihan basement mengeluh tentang motormu.”

Arash menegang. Ingatannya mencuat: tadi ia terburu-buru, melihat slot kosong di area dekat lift pribadi dan tanpa teliti memarkir motor di sana, mengira itu lahan umum—padahal tanda besar bertuliskan Khusus CEO — Mobil terpampang jelas kalau ia memberi waktu sejenak memerhatikan. Ia belum sempat memperhatikan tanda itu. “Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak menyadari. Saya terburu-buru,” ucapnya, nada suaranya kecil.

“Aku tidak peduli alasan,” potong Devan. “Alasan tetaplah alasan.” Ia menulis sesuatu pada secarik memo tebal, lalu menaruhnya di depan Arash. “Mulai hari ini, kau datang dan pulang menggunakan transportasi umum. Motormu akan ku segel di gudang sampai utangmu lunas. Anggap ini pembelajaran disiplin.”

Memo itu terasa dingin di tangan Arash. Tanpa motor, perjalanan pulang-pergi akan bertambah dua jam: KRL, bus, dan jalan kaki. Beban fisik dan waktu yang bertambah tak cuma menguras tenaga; itu juga memengaruhi produktivitas. “Pak, itu akan sangat memengaruhi efisiensi kerja saya,” protesnya, suaranya hampir pecah. “Perjalanan saya bisa dua jam lebih lama!”

“Tepat sekali,” jawab Devan datar. “Itulah harga dari ceroboh. Aturan adalah aturan.” Ia menatap Arash singkat, kemudian berdiri. “Sekarang, tinggalkan keluhanmu. Mulai tugas mu. Kau punya waktu sampai makan siang untuk menyelesaikan penyaringan jadwal ini.”

Arash menggenggam memo itu perlahan, menelan pahitnya kata-kata itu. Ia meneguk kopi hitam tanpa gula; rasanya seolah menegaskan kenyataan: pahit dan tak bisa dihindari.

Di mejanya, layar menampilkan lima puluh nama yang menunggu keputusan. Ia mengatur napas, mengangkat telepon, dan mulai memetakan prioritas.

Satu per satu, ia menutup panggilan—dengan nada sopan, alasan logis, hitungan cepat tentang kontribusi. Di setiap penolakan, ia merasakan denyut takut dan adrenalin; di setiap persetujuan, ada beban baru. Beberapa klien menanggapi dengan kecewa, beberapa mengerti, dan ada pula yang menolak untuk dijadwal ulang. Itu ranah baru yang mengajari Arash tentang sisi keras manajemen: memilih siapa yang pantas diberi waktu pemimpin.

Menjelang siang, daftar itu menyusut menjadi sepuluh nama penting. Ia mulai mengirimkan beberapa jadwal terstruktur kepada Devan, menuliskan ringkasan singkat: waktu, topik, dan titik tekan agar pertemuan berjalan efektif. Dari balik kaca, Devan menatap sekilas dan mengangguk tipis — pengakuan yang sederhana, tapi berarti.

Arash menatap memo di mejanya lagi—kata-kata tercetak: Waktuku adalah utangmu. Ia bergumam pelan, hampir tak terdengar, “Sembilan bulan lagi,” sebagai janji pada dirinya sendiri. Pahit kopi itu tak lagi semata rasa; ia menjadi bahan bakar untuk hari-hari yang harus ia lalui.

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
rokhatii: stay tune kak🙏🙏
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!